BAGIMANA KAIDAH IMAM SYAFII
MENILAI PERKARA BID’AH
أخبرنا أبو سعيد بن أبي عمرو، ثنا أبو العباس محمد بن يعقوب , ثنا الربيع بن سليمان، قال:
قال الشافعي رضي الله عنه: المحدثات من الأمور ضربان:
أحدهما: ما أحدث يخالف كتابا أو سنة أو أثرا أو إجماعا , فهذه لبدعة الضلالة.
والثانية: ما أحدث من الخير لا خلاف فيه لواحد من هذا , فهذه محدثة غير مذمومة
وقد قال عمر رضي الله عنه في قيام شهر رمضان: «نعمت البدعة هذه» يعني أنها محدثة لم تكن , وإن كانت فليس فيها رد لما مضى
“Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Sa’id bin Abu ‘Amr, telah menceritakan kepada kami Abul ‘Abbas Muhammad bin Ya’qub, telah menceritakan kepada kami ar-Rabi’ bin Sulaiman, ia berkata :
Imam asy-Syafi’i pernah berkata : perkara baru (muhdatsaat) itu terbagi menjadi menjadi dua bagian :
1. Suatu perkara baru yang menyelisihi al-Qur’an, Sunnah, Atsar atau Ijma’, maka ini termasuk perkara baru yang disebut BID’AH DLALALAH, dan
2. Suatu perkara baru yang baik yang didalamnya tidak menyelisihi dari salah satu tersebut, maka ini PERKARA BARU (MUHDATS) YANG TIDAK BURUK,
dan sungguh Sayyidina ‘Umar radliyallahu ‘anh berkata tentang shalat pada bulan Ramadhan (shalat Tarawih) : “sebaik-baiknya bid’ah adalah ini”, yakni perkara muhdats yang tidak ada sebelumnya, walaupun keberadaannya tidaklah bertentangan dengan sebelumnya.
Jelas kaidah penilaian Imam syafii merujuk pada Ijtihad Sayyidina Abu bakar rodhiyallohu anhu yang membuat perkara baru yang belum tidak ada perintah dan contoh dari Nabi (BIDAH), yaitu sholat Tarawih berjamaah dipimpin 1 imam di masjid, 23 rakaat sebulan penuh. Maka beliau menyatakan «نعمت البدعة هذه» “NI’MATU BIDAH HADZIHI / INILAH SEBAIK BAIK BIDAH” menunjukkan adanya BIDAH yang BAIK .
Dalam hal ini Imam Syafii menetapkan yaitu PERKARA BARU (MUHDATS) yang tidak melanggar al-Qur’an, Sunnah, Atsar atau Ijma’ adalah BIDAH yang tidak dapat dikategorikan sebagai BIDAH DHOLALAH (Bidah yang sesat).
Karena BIDAH DHOLALAH tercelanya bukan karena sifat kebaharuannnya (Mukhdats) nanum terletak pada pelanggarannya terhadap Syariat (al-Qur’an, Sunnah, Atsar atau Ijma’)
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar