iklan banner

Senin, 26 September 2016

BAGIMANA KAIDAH IMAM SYAFII MENILAI PERKARA BID’AH

BAGIMANA KAIDAH IMAM SYAFII MENILAI PERKARA BID’AH


al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan sebagaimana disebutkan olah al-Muhaddits al-Baihaqi :

أخبرنا أبو سعيد بن أبي عمرو، ثنا أبو العباس محمد بن يعقوب , ثنا الربيع بن سليمان، قال: قال الشافعي رضي الله عنه: المحدثات من الأمور ضربان:
 أحدهما: ما أحدث يخالف كتابا أو سنة أو أثرا أو إجماعا , فهذه لبدعة الضلالة.
والثانية: ما أحدث من الخير لا خلاف فيه لواحد من هذا , فهذه محدثة غير مذمومة
وقد قال عمر رضي الله عنه في قيام شهر رمضان: «نعمت البدعة هذه» يعني أنها محدثة لم تكن , وإن كانت فليس فيها رد لما مضى

“Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Sa’id bin Abu ‘Amr, telah menceritakan kepada kami Abul ‘Abbas Muhammad bin Ya’qub, telah menceritakan kepada kami ar-Rabi’ bin Sulaiman, ia berkata :

Imam asy-Syafi’i pernah berkata : perkara baru (muhdatsaat) itu terbagi menjadi menjadi dua bagian :

1.     Suatu perkara baru yang menyelisihi al-Qur’an, Sunnah, Atsar atau Ijma’, maka ini termasuk perkara baru yang disebut BID’AH DLALALAH, dan

2.     Suatu perkara baru yang baik yang didalamnya tidak menyelisihi dari salah satu tersebut, maka ini PERKARA BARU (MUHDATS) YANG TIDAK BURUK,

dan sungguh Sayyidina ‘Umar radliyallahu ‘anh berkata tentang shalat pada bulan Ramadhan (shalat Tarawih) : “sebaik-baiknya bid’ah adalah ini”, yakni  perkara muhdats yang tidak ada sebelumnya, walaupun keberadaannya tidaklah bertentangan dengan sebelumnya.

Jelas kaidah penilaian Imam syafii merujuk pada Ijtihad Sayyidina Abu bakar rodhiyallohu anhu yang membuat perkara baru yang belum tidak ada perintah dan contoh dari Nabi (BIDAH),  yaitu sholat Tarawih berjamaah dipimpin 1 imam di masjid, 23 rakaat sebulan penuh. Maka beliau menyatakan «نعمت البدعة هذه» “WANI’MATU BIDAH HADZIHI / INILAH SEBAIK BAIK BIDAH” menunjukkan adanya BIDAH yang BAIK .

Dalam hal ini Imam Syafii menetapkan yaitu PERKARA BARU (MUHDATS) yang tidak melanggar al-Qur’an, Sunnah, Atsar atau Ijma’ adalah BIDAH yang tidak dapat dikategorikan sebagai BIDAH DHOLALAH (Bidah yang sesat).

Karena BIDAH DHOLALAH tercelanya bukan karena sifat kebaharuannnya (Mukhdats) nanum terletak pada pelanggarannya terhadap Syariat (al-Qur’an, Sunnah, Atsar atau Ijma’)

Wallahu a’lam.

Kamis, 22 September 2016

HURU HARA WAHABY DI HARAMAIN 01

PEMBUNUHAN SADIS SEORANG ULAMA KETURUNAN RASULULLAH SAW OLEH KAUM WAHABI TAKFIRI


Kitab: SHIDQ AL-KHABAR 
Karya: As-Sayyid Abdullah bin Hasan Al-Baysa Al-Alawy Al-Hasany.
Halaman: 147.



“Sejarah Mengulangi Dirinya"

Serangan Wahabi atas Hijaz (Mekkah, Madinah dan Sekitarnya) Tahun 1342 H, Ketika dunia Islam sedang Mengobati Luka-Lukanya dari Luka-Luka Perang Dunia ke-2, fokus dengan seluruh yang meliputinya, dan Merapihkan apa yang Berantakan. Ketika Dunia islam bersungguh-sungguh dalam Menjaga Kelangsungan Hidupnya dari Berbagai Bahaya dengan mempersatukan bagian-bagiannya, Menghimpun jamaahnya,

Tiba-Tiba dunia Islam dikagetkan oleh Wahabi dengan Serangan-Serangannya atas Tanah Haramain (Mekkah dan Madinah). Mereka (Kaum Wahabi) mengejutkan Mekkah dan Madinah dengan Penyerbuan-Penyerbuan Mereka (kaum wahabi), Menumpahkan darah-darah Tidak Berdosa di Kedua Kota Haram itu, Menghancurkan Makam-Makam Mulya, Melakukan aksi-aksi Paling Keji, Paling Brutal, yang membuat badan bergetar dan jantung orang beriman berdegup kencang.Sesungguhnya Mereka (kaum wahabi) telah Membunuh di kota Thaif saja mendekati jumlah Dua Ribu (2000) orang-orang Islam, yang di antara mereka para Ulama, Orang-Orang Shalih, Kaum Perempuan dan Anak-Anak.

MEREKA (kaum wahabi) JUGA TELAH MEMBUNUH ULAMA TERKEMUKA KETURUNAN NABI SAW, AS-SAYYID ABDULLAH AZ-ZAWAWI DENGAN CARA YANG TIDAK PERNAH DILAKUKAN ORANG SEBELUMNYA DALAM HAL KEKEJIAN DAN KEBENGISANNYA.

MEREKA (kaum wahabi) MENGIKAT KAKI ULAMA (As-Sayyid Abdullah Az-Zawawi) TSB DENGAN KUDA PACUAN, KEMUDIAN MEMBIARKAN KUDA ITU BERLARI MENYERET ULAMA YANG TELAH TUA (As-Sayyid Abdullah Az-Zawawi) TERSEBUT JUNGKIR BALIK DI BELAKANGNYA, HINGGA PUTUS SENDI-SENDI TULANGNYA.

==========
Coba Bayangkan....!!!

Seorang Ulama Terkemuka, Dan Masih Keturunan Baginda Nabi Saw Dibantai Sehingga Putus Sendi-sendi Tulangnya...!!!!Jika Ulama Keturuan Nabi Saw saja diperlakukan Seperti itu oleh Kaum Wahabi, Lalu Bagaimana dengan Manusia lainnya yang Bukan Ulama, dan bukan Keturunan Nabi Saw.....?!.

Inilah Sejarah yang Sekarang Mengaku-Ngaku Penegak Tauhid, Untuk Menutupi Kebejatan Sejarah Pendirinya...!!!!!.

Perilaku sama juga dilakukan oleh para TERORIS TAKFIRI yang sekarang merajalela di seluruh penjuru dunia menebarkan kebengisan, nafsu membunuh manusia dengan dalih Agama akibat idiologi Takfiri Wahaby.


Wallahu a’lam

BAGIMANA KAIDAH IMAM SYAFII MENILAI PERKARA BID’AH

BAGIMANA KAIDAH IMAM SYAFII 
MENILAI PERKARA BID’AH

al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan sebagaimana disebutkan olah al-Muhaddits al-Baihaqi :

أخبرنا أبو سعيد بن أبي عمرو، ثنا أبو العباس محمد بن يعقوب , ثنا الربيع بن سليمان، قال: 
قال الشافعي رضي الله عنه: المحدثات من الأمور ضربان:
 أحدهما: ما أحدث يخالف كتابا أو سنة أو أثرا أو إجماعا , فهذه لبدعة الضلالة. 
والثانية: ما أحدث من الخير لا خلاف فيه لواحد من هذا , فهذه محدثة غير مذمومة 
وقد قال عمر رضي الله عنه في قيام شهر رمضان: «نعمت البدعة هذه» يعني أنها محدثة لم تكن , وإن كانت فليس فيها رد لما مضى 

“Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Sa’id bin Abu ‘Amr, telah menceritakan kepada kami Abul ‘Abbas Muhammad bin Ya’qub, telah menceritakan kepada kami ar-Rabi’ bin Sulaiman, ia berkata :

Imam asy-Syafi’i pernah berkata : perkara baru (muhdatsaat) itu terbagi menjadi menjadi dua bagian :

1. Suatu perkara baru yang menyelisihi al-Qur’an, Sunnah, Atsar atau Ijma’, maka ini termasuk perkara baru yang disebut BID’AH DLALALAH, dan

2. Suatu perkara baru yang baik yang didalamnya tidak menyelisihi dari salah satu tersebut, maka ini PERKARA BARU (MUHDATS) YANG TIDAK BURUK,

dan sungguh Sayyidina ‘Umar radliyallahu ‘anh berkata tentang shalat pada bulan Ramadhan (shalat Tarawih) : “sebaik-baiknya bid’ah adalah ini”, yakni  perkara muhdats yang tidak ada sebelumnya, walaupun keberadaannya tidaklah bertentangan dengan sebelumnya.

Jelas kaidah penilaian Imam syafii merujuk pada Ijtihad Sayyidina Abu bakar rodhiyallohu anhu yang membuat perkara baru yang belum tidak ada perintah dan contoh dari Nabi (BIDAH),  yaitu sholat Tarawih berjamaah dipimpin 1 imam di masjid, 23 rakaat sebulan penuh. Maka beliau menyatakan «نعمت البدعة هذه» “NI’MATU BIDAH HADZIHI / INILAH SEBAIK BAIK BIDAH” menunjukkan adanya BIDAH yang BAIK .

Dalam hal ini Imam Syafii menetapkan yaitu PERKARA BARU (MUHDATS) yang tidak melanggar al-Qur’an, Sunnah, Atsar atau Ijma’ adalah BIDAH yang tidak dapat dikategorikan sebagai BIDAH DHOLALAH (Bidah yang sesat).

Karena BIDAH DHOLALAH tercelanya bukan karena sifat kebaharuannnya (Mukhdats) nanum terletak pada pelanggarannya terhadap Syariat (al-Qur’an, Sunnah, Atsar atau Ijma’)

Wallahu a’lam.

Rabu, 21 September 2016

MELAKUKAN SESUATU YANG BELUM ADA CONTOH SEBELUMNYA (BIDAH) APAKAH MUTLAK TERLARANG ???

MELAKUKAN SESUATU YANG BELUM ADA CONTOH SEBELUMNYA (BIDAH) APAKAH MUTLAK TERLARANG ???

Dalil pengharaman sesuatu haruslah menggunakan nash, baik itu dari Al-Qur’an maupun Hadits yang melarang atau mengingkari perbuatan tersebut. Tidak bisa langsung diharamkan hanya karena Nabi atau salafus salih tidak pernah memperbuatnya.’

Allah Swt. berfirman :
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ 

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
(QS. al-Hasyr : 7)

Hadits Nabi Saw. :
كَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يُحَدِّثُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ 

[Abu Hurairah] bercerita bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apa yang telah aku larang untukmu maka jauhilah. Dan apa yang kuperintahkan kepadamu, maka kerjakanlah dengan sekuat tenaga kalian. Sesungguhnya umat sebelum kalian binasa karena mereka banyak tanya, dan sering berselisih dengan para Nabi mereka." (HR.MUSLIM)

DARI AYAT DAN HADITS DIATAS BISA DIAMBIL KAIDAH :

1.      APA YANG DIPERINTAHKAN OLEH NABI DIKERJAKAN DENGAN SEKUAT KEMAMPUAN.

2.      APA YANG DILARANG NABI DIJAUHI

3.      BAGAIMANA DENGAN YANG TIDAK DIPERINTAHKAN DAN TIDAK DIKERJAKAN NABI ? ULAMA MENJELASKAN BOLEH DILAKUKAN, 

kita lihat dalam ayat dan hadits diatas TIDAK ADA LARANGAN UNTUK MENGERJAKAN YANG TIDAK DIKERJAKAN NABI sepanjang tidak melanggar hukum syariat.

Dan penilaian status suatu perkara ditakar dengan hukum syariat ada 5 status yaitu : Wajib, Sunah, Mubah, Makruh, Haram). BIDAH bukan status hukum syariat

Perkara yang baru yang belum ada contohnya dari Nabi (BIDAH) adalah perkara yang harus dihukumi dalam syariat, lalu akan ketahuan perkara tersebut melanggar atau sejalan dengan syariat. Sehingga bisa didudukkan status hukumnya perkara BIDAH itu jatuh pada Hukum Wajib, Sunah, Mubah, Makruh, Haram.

Sebagai contoh :

Nabi tak pernah sholat Tarawih 23 rakaat berjamaah di masjid, TAPI Ijtihad sayyidina Umar bin Khotob menetapkan Shalat Tarawih 23 rakaat di masjid selama 30 hari penuh bulan Ramadhan.

Nabi Tak pernah memerintahkan Adzan sebelum Imam naik mimbar khotbah Jumat, Tapi Ijtihad Sayyidina Utsman bin affan memerintahkan sebelum khotib jumat naik mimbar dikumandangkan Adzan untuk mengingatkan kewajiban Ibadah Jumat bagi masyarakat.

Dua khulafaur rasyidin sayyidina Umar dan Utsman berijtihad melakukan amaliah yang tak pernah ada perintah dan contoh dari Nabi, namun beliau tetap melaksanakannya karena disepakati ulama (ijma’) jaman sahabat perkara Bidah nya syd Umar dan Utsman tidak melanggar syariat. Beranikah kita katakan keduanya sebagai Ahlul Bidah dholalah ?????

Maka tidak gampang dan gegabah asal menuduh suatu perkara baru (BIDAH) langsung dihukumi HARAM hanya dengan dalil pokoknya gak ada contohnya dari Nabi, sebelum menakarnya dengan hukum syariat.

Wallahu a’lam


Senin, 19 September 2016

TAHLIL FIDA’ 70.000 KALI BENTENG BAGI NERAKA

TAHLIL FIDA’ 70.000 KALI BENTENG BAGI NERAKA
DIFATWAKAN BANYAK ULAMA

Amalan bertahlil dengan ucapan لا اله الا الله sebanyak 70,000 kali telah lama jadi amalan sebahagian ulama kita Ahlus Sunnah wal Jama`ah. Bahkan masyhur di kalangan kita Ahlus Sunnah wal Jama`ah yang 70,000 kali tahlil ini disebut menamakannya sebagai "Tahlil Fida`",

Para ulama kita menganjurkan amalan ini sebagai satu ikhtiar memohon kelepasan dari azab neraka yang sangat pedih itu. Sebahagian ulama menggelar amalan tahlil ini sebagai "al-`ataaqah" yakni pembebasan atau permerdekaan, dengan harapan agar sesiapa yang melaksanakannya dibebaskan atau diberi kemerdekaan daripada api neraka.

Ada juga yang yakni berzikir dengan lafaz tahlil dengan harapan untuk menebuskan diri dari api neraka, Allahumma ajirna minan naari saalimin.

FATWA-FATWA ULAMA :

SAYYID MUHAMMAD HAQQIN NAZILI

وَاَيْضًا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَالَ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ أَحَدًا وَسَبْعِيْنَ اَلْفًا اِشْتَرَى بِهِ نَفْسَهُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ رَوَاهُ اَبُوْ سَعِيْدٍ وَ عَائِشَةٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا وَكَذَا لَوْ فَعَلَهُ لِغَيْرِهِ أَقُوْلُ وَلَعَلَّ هَذَا الْحَدِيْثَ مُسْتَنَدُالسَّادَةِ الصُّوْفِيَّةِ فىِ تَسْمِيَّةِ الذِّكْرِ كَلِمَةَ التَّوْحِيْدِ بِهَذَا اْلعَدَدِ عَتَاقَةً جَلاَلِيَّةً وَاشْتَهَرَتْ فىِ ذَلِكَ حِكَايَةٌ ذَكَرَهَا الشَّيْخُ اْلاَكْبَرُ عَنِ اْلاِمَامِ أَبِي اْلعَبَّاسِ اْلقُطْبِ اْلقَسْطَلاَنِى نَقْلاً عَنِ الشَّيْخِ أَبِي الرَّبِيْعِ الْمَالِكِى دَالَّةً عَلىَ صِدْقِ هَذَا الْخَبَرِ بِطَرِيْقِ اْلكَشْفِ اهـ .
خزينة الاسرار ص: 188

Rosulullah SAW. bersabda : “Barangsiapa yang membaca kalimat Laa Ilaaha Illallah sebanyak 71.000 maka dia telah membeli dirinya sendiri dari Allah Azza wa Jalla”. Hadits riwayat Abu Sa’id dan ‘Aisyah r.a. begitu juga kalau dia melakukan untuk orang lain. Hadits ini adalah sebagai sandaran dasar para Ulama’ Shufi untuk menamakan dzikir dengan kalimat tauhid dengan jumlah hitungan tersebut dengan nama ‘Ataqoh Jalaliyyah. Cerita tentang kebenaran dzikir ini sudah sangat masyhur, diantaranya yang ditutur oleh as-Syaikh al-Akbar dari Imam Abi al-Abbas al-Qutbi al-Qostholani dari Syaikh Abi Robi’ al-Maliki untuk menunjukkan kebenaran hadits ini dengancara mukasyafah. (Kitab Khoziinatul Asoror, hal. 188)

ZAINUDDIN ABDUL AZIZ IBNU ZAINUDDIN AL-MALIBARI

وَحُكِىَ اَيْضًا فِيْهِ عَنِ الشَّيْخِ أَبِي يَزِيْدَ الْقُرْطُبِى قَالَ سَمِعْتُ فِى بَعْضِ اْلأَثاَرِ أَنَّ مَنْ قَالَ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ سَبْعِيْنَ اَلْفَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ فِدَآءً مِنَ النَّارِ.
إرشاد العباد ص : 4

Diriwayatkan lagi dari Syaikh Abi Yazid al-Qurtubi berkata : saya mendengar dari sebagian atsar (perkataan Shohabat) “ barangsiapa mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah sebanyak 70.000 kali, maka kalimat tersebut menjadi tebusan baginya dari api neraka (Kitab Irsyaadul ‘Ibaad, hal. 4)

- AMALIAH ABU ZAID AL-QURTHUBI

وَقَالَ أَبُوْ الْعَبَّاسِ أَحْمَدُ الْقَسْطَلَانِي سَمِعْتُ الشَّيْخَ أَبَا عَبْدِ اللهِ الْقُرَشِي يَقُوْلُ سَمِعْتُ أَبَا زَيْدٍ الْقُرْطُبِي يَقُوْلُ فِي بَعْضِ الْآثَارِ أَنَّ مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ سَبْعِيْنَ أَلْفَ مَرَّةٍ كَانَتْ فِدَاءَهُ مِنَ النَّارِ، فَعَمِلْتُ ذَلِكَ رَجَاءَ بَرَكَةِ الْوَعْدِ، فَفَعَلْتُ مِنْهَا لِأَهْلِي وَعَمِلْتُ أَعْمَالًا أِدَّخَرْتُهَا لِنَفْسِي (المستطرف في كل فن مستظرف - ج 1 / ص 483 شهاب الدين محمد بن أحمد أبي الفتح الأبشيهي دار الكتب العلمية - بيروت)

Abu al-Abbas Ahmad al-Qasthalani berkata: Saya mendengar Syaikh Abu Abdillah al-Qurasyi berkata: Saya mendengar Abu Zaid al-Qurthubi (473 H) berkata dalam sebagian atsar, bahwa orang yang mengucapkan La ilaha illa Allah 70.000 kali, akan menjadi penebus baginya dari nereka. Saya mengamalkannya mengharap berkah janji. Kemudian saya mengamalkan sebagiannya untuk keluarga saya, dan saya mengamalkan beberapan amalan yang saya investasikan untuk saya sendiri” (Syihabuddin al-Absyihi dalam al-Mustathrif, 1/483)

- WASIAT IBNU AL-‘ARABI:

قال ابْنُ الْعَرَبِيِّ أُوصِيك بِالْمُحَافَظَةِ عَلَى شِرَاءِ نَفْسِك مِنْ اللَّهِ تَعَالَى بِأَنْ تَقُولَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ سَبْعِينَ أَلْفًا ، فَإِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَعْتِقُك وَيَعْتِقُ مَنْ تَقُولُهَا عَنْهُ مِنْ النَّارِ وَرَدَ بِهِ خَبَرٌ نَبَوِيٌّ . (فيض القدير للمناوي – ج 6 / ص 245 ومنح الجليل شرح مختصر خليل لخليل بن اسحاق – ج 16 / ص 172)

Ibnu al-Arabi berkata: Saya berwasiat kepadamu untuk terus ‘membeli dirimu’ dari Allah (dibebaskan dari siksa) dengan mengucapkan La ilaha illa Allahu, 70.000 kali, maka Allah akan membebaskanmu dan orang yang kau bacakan kalimat tersebut dari neraka, sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadis” (Faidl al-Qadir 6/245 dan Minah al-Jalil, 16/172)

- FATWA AL-QARAFI AL-MALIKI:

قَالَ الرَّهُونِيُّ وَالتَّهْلِيلُ الَّذِي قَالَ فِيهِ الْقَرَافِيُّ يَنْبَغِي أَنْ يُعْمَلَ هُوَ فِدْيَةُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ سَبْعِينَ أَلْفِ مَرَّةٍ حَسْبَمَا ذَكَرَهُ السَّنُوسِيُّ وَغَيْرُهُ هَذَا الَّذِي فَهِمَهُ مِنْهُ الْأَئِمَّةُ (أنوار البروق في أنواع الفروق - ج 6 / ص 105)

ar-Rahuni berkata: Tahlil yang dikatakan oleh al-Qarafi yang dianjurkan untuk diamalkan adalah doa fidyah La ilaha illa Allahu, sebanyak 70.000 kali. Terlebih disebutkan oleh as-Sanusi dan lainnya. Inilah yang difahami oleh para imam” (Anwar al-Buruq 6/105)

- FATWA ASY-SYARWANI ASY-SYAFII:

( قَوْلُهُ لِمَحْضِ الذِّكْرِ ) أَيْ كَالتَّهْلِيلِ سَبْعِينَ أَلْفَ مَرَّةٍ الْمَشْهُورُ بِالْعَتَاقَةِ الصُّغْرَى (حواشي الشرواني على تحفة المحتاج في شرح المنهاج للشرواني – ج 24 / ص 429)

Boleh mengupah orang untuk membaca al-Quran dan membaca dzikir murni) Yakni seperti Tahlil 70.000 kali yang populer dengan ‘pembebasan kecil’.” (Hasyiah ala Tuhfat al-Muhtaj, 24/429)


- FATWA IBNU TAIMIYAH:

وَسُئِلَ عَمَّنْ هَلَّلَ سَبْعِينَ أَلْفَ مَرَّةٍ وَأَهْدَاهُ لِلْمَيِّتِ يَكُونُ بَرَاءَةً لِلْمَيِّتِ مِنْ النَّارِ حَدِيثٌ صَحِيحٌ ؟ أَمْ لَا ؟ وَإِذَا هَلَّلَ الْإِنْسَانُ وَأَهْدَاهُ إلَى الْمَيِّتِ يَصِلُ إلَيْهِ ثَوَابُهُ أَمْ لَا ؟ الْجَوَابُ فَأَجَابَ : إذَا هَلَّلَ الْإِنْسَانُ هَكَذَا : سَبْعُونَ أَلْفًا أَوْ أَقَلَّ أَوْ أَكْثَرَ . وَأُهْدِيَتْ إلَيْهِ نَفَعَهُ اللَّهُ بِذَلِكَ وَلَيْسَ هَذَا حَدِيثًا صَحِيحًا وَلَا ضَعِيفًا . وَاَللَّهُ أَعْلَمُ . (مجموع فتاوى ابن تيمية – ج 5 / ص 471)

Ibnu Taimiyah ditanya tentang orang yang Tahlil 70.000 kali dan menghadiahkan kepada mayit untuk membebaskannya dari neraka. Apakah ini hadis sahih? Dan jika seseorang membaca Tahlil dan menghadiahkan kepada mayit apakah pahalanya sampai atau tidak? Ibnu Taimiyah menjawab: Jika seseorang membaca Tahlil 70.000 kali, kurang atau lebih dan dihadiahkan kepada mayit, maka Allah akan memberi manfaat kepadanya dengan Tahlil tersebut. Ini bukan hadis sahih dan dlaif” (Majmu’ al-Fatawa 5/471)

Juga telah masyhur dalam kitab - kitab karangan para ulama yang muktabar tentang kisah keberkatan amalan ini. Syaikhul Hadits, Rai-sul Muhadditsin, Hadrat Maulana Muhammad Zakaria al-Kandhalawi rahimahullah dalam karya beliau "Fadilah Dzikir" {himpunan "Fadilat 'Amal”) menukilkan kisah berikut:

Syaikh Abu Yazid al-Qurtubi rahimahullahu ta`ala berkata," Saya dengar bahwa barang siapa yang membaca لا اله الا الله   tujuh puluh ribu kali maka dia akan terselamat daripada api neraka. Setelah mendengar perkara tersebut maka saya telah membaca satu himpunan bacaan yakni tujuh puluh ribu kali untuk isteri saya dan beberapa himpunan bacaan untuk simpanan akhirat saya sendiri.

Seorang anak muda tinggal bertetangga dengan kami. Dia masyhur sebagai seorang yang mempunyai kasyaf. Dikatakan syurga dan neraka juga dapat dilihatnya melalui kasyaf. Saya ragu-ragu mengenai kebenaran berita tersebut. Satu ketika pemuda itu bersama kami dalam (majlis) makan. Dengan tidak semena-mena pemuda itu menjerit dan nafasnya mulai tersengal-sengal berkata, "Ibuku sedang dibakar di dalam neraka, aku dapat melihat keadaannya."

Kata Hadrat Qurtubi rahimahullahu ta`ala, "Aku melihat keadaannya yang sangat gelisah. Saya terfikir bahwa satu himpunan bacaan لا اله الا الله perlu dihadiahkan kepada ibunya. Dengan ini saya dapat mengetahui kebenaran perkara di atas. Maka saya telah menghadiahkan untuk ibunya satu himpunan iaitu tujuh puluh ribu zikir لا اله الا الله daripada simpananku secara diam-diam. Zikir yang saya baca itu sebenarnya tidak diketahui oleh sesiapa pun selain Allah subhanahu wa ta`ala.

Lalu pemuda itu berkata, "Paman, ibuku telah dihindarkan daripada azab neraka." Kata Hadrat Qurtubirahimahullah, "

Aku telah memperoleh dua faedah daripada peristiwa ini. :

PERTAMA, terbukti bagiku keberkatan daripada bacaan tujuh puluh ribu kali لا اله الا الله sebagaimana yang aku dengar (mengenai kelebihan kalimah tersebut).

KEDUA, aku meyakini kebenaran kata-kata pemuda itu."

Peristiwa ini hanya satu daripada kisah - kisah yang kita tidak tahu berapa banyak lagi kisah seumpama itu berlaku dalam kalangan individu umat ini.


Wallahu a’lam.

MEMPERBANYAK UCAPAN KALIMAT “LAA ILAAHA ILLALLAH”


ANJURAN NABI UNTUK MEMPERBANYAK
UCAPAN KALIMAT “LAA ILAAHA ILLALLAH”

عَنْ اَبِي الدَّرْدَاءِ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه ووسلم قَالَ : لَيْسَ مِنْ عَبْدِ يَقُوْلُ لاَ أِلَهَ أِلاَّ اللَّهُ مِائَةً مَرَّةٍ أِلاَّ بَعَثَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَوَجْهُهُ كَا لْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ وَلَمْ يُرْفَعُ لِأَحَدٍ يَوْمَئِذٍ عَمَلٌ أفْضَلُ مِنْ عَمَلِهِ أِلاَّ مَنْ قَالَ مِثْلَ قَوْلِهِ أَوْ زَادَ
( روهارواه الطبراني )

Dari Abu Darda’ r.a. , Nabi Shollallahu alaihi wa sallam bersabda : “ Tidaklah seorang hamba mengucapkan Laa ilaaha illallah seratus kali, kecuali Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat dengan wajah (bersinar) seperti bulan purnama. Dan tidak ada seorangpun yang lebih bagus amalannya pada hari itu kecuali orang yang mengucapkan seperti yang ia lakukan atau melebihinya.” (HR. Thobroni)

FAEDAH

Mukminin meyakini TAUHID tertanam dihatinya. Usaha untuk menanamkan hakikat Kalimat Tauhid “Laa ilaaha illallah” dengan sering mengucapkan dengan lisannya kalimat Tauhid tersebut hingga membekas dihatinya serta menyinarinya dengan Cahaya Iman.

Banyak riwayat seperti hadits diatas, bahwa kalimat tauhid “Laa ilaaha illallah” adalah cahaya hati dan wajah, sehingga banyak waliyullah yang terlihat bercahaya wajah beliau ketika masih hidup di dunia.

Bahkan cahaya Iman dari Ahli “Laa ilaaha illallah” terpancar sampai kelak dihari kiamat, sebagai atribut penciri orang yang keseharian hidupnya meneguhkan imannya kepada Allah dengan banyak mengucap kalimat “Laa ilaaha illallah”.

Berdasarkan hadits diatas pula sunnah menghitung jumlah bacaan dzikir, karena nabi menganjurkan membaca kalimat thoyyibah dengan menetapkan hitungannya paling tidak sebanyak 100 kali.

Juga anjuran untuk memperbanyak sesuai kemampuan (hitungan) umatnya sendiri dengan memberi motivasi akan lebih bagusnya bila hitungan bacaannya melebihi 100 kali. Dapat diambil pengertian semakin banyak hitungannya semakin banyak ucapan dzikir kalimat thoyyibah dan semakin bagus keutamaannya.

Bahkan dalam suatu riwayat untuk menghimpun hitungan bacaan kalimat “Laa ilaaha illallah” hingga mencapai 70.000 kali bacaannya untuk menjadi benteng api neraka dan ditetapkan sebagai ahli “Laa ilaaha illallah”.

Wallahu a’lamu

Sabtu, 17 September 2016

TIGA CIRI KEBERUNTUNGAN (3.19)

TIGA CIRI KEBERUNTUNGAN


Yahya bin Mu’adz Ar Razi pernah berkata : Sungguh beruntung orang yang :

1. MENINGGALKAN HARTA SEBELUM HARTA MENINGGALKAN DIRINYA

Maksudnya adalah harta tersebut digunakan untuk berbagai kebaikan sebelum harta tersebut lenyap dari dirinya.

2. MEMBANGUN KUBURAN SEBELUM IA MEMASUKINYA

Maksudnya adalah senantiasa melakukan amal yang bisa membuat dirinya nyaman di alam kubur kelak, yakni  amal sholih dan ketaatan kepada Allah.

3. MEMBUAT RIDHO TUHANNYA SEBELUM IA MENEMUI-NYA

Maksudnya adalah membuat Ridho Allah dengan melaksanakan apa yang menjadi perintah-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya, sebelum ia mati.


(Nashoihul Ibad – Syekh Nawawi Al Bantani)

Kamis, 15 September 2016

TIGA BENTENG MUKMININ (3.38)


TIGA BENTENG MUKMININ

Ka’ab Al akbar seorang pendeta Yahudi yan masuk Islam pada masa sayyidina Umar bin khotob rodhiyallohu ‘anhu mengatakan :

“ Benteng orang mukmin yang dapat menghalangi dari gangguan setan itu ada tiga, yaitu :
1.      Masjid,
2.      Berdzikir kepada Allah Ta’ala,
3.      Membaca Alquran.

Hal ini dikarenakan masjid adalah tempat berdzikirnya kaum mukmin dan tempat singgah para malaikat,

dan sewaltu mendengar dzikir, para setan bersembunyi dan menjauh, terutama ketika mendengar ucapan “ LAA HAULAA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH”.

Begitu pula membaca alquran merupakan perisai yang membentengi kaum mukminin, apalagi yang dibaca adalah Ayat Kursy.


Wallahu a’lam

(Nashoihul Ibad - Syekh Nawawi Albantani)

MENGHIDUPKAN MALAM DENGAN BACAAN ALQURAN

MENGHIDUPKAN MALAM DENGAN BACAAN ALQURAN

(ARBAIN NUURUL QUR’AN NO. 16)


Hadits Imam Abu Daud Nomor 1190

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَامَ بِعَشْرِ آيَاتٍ لَمْ يُكْتَبْ مِنْ الْغَافِلِينَ وَمَنْ قَامَ بِمِائَةِ آيَةٍ كُتِبَ مِنْ الْقَانِتِينَ وَمَنْ قَامَ بِأَلْفِ آيَةٍ كُتِبَ مِنْ الْمُقَنْطِرِينَ َ

MAN QOOMA BI ‘ASYRI AAYATIN LAM YUKTAB MINAL GHOOFILIIN, WA MAN QOOMA BI MI-ATIN AAYATIN KUTIBA MINAL QOONITHIIN, WA MAN QOOMA BI ALFI AAYATIN KUTIBA MINAL MUQONTHIRIIN

dari [Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash] dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa bangun (shalat malam) dan membaca sepuluh ayat, maka dia tidak akan di catat sebagai orang-orang yang lalai. Barangsiapa bangun (shalat malam) dengan membaca seratus ayat, maka dia akan di catat sebagai orang-orang yang tunduk dan patuh, dan barangsiapa bangun (shalat malam) dengan membaca seribu ayat, maka dia akan di catat sebagai orang-orang yang dermawan."

FAEDAH :

Alquran merupakan salah satu nikmat yang paling besar untuk kehidupan manusia dunia dan akhirat. Mensyukuri nikmat adalah bagaimana menggunakan nikmat pemberian Allah sebagaimana maksud diberikannya nikmat tersebut. Alquran diturunkan agar bisadimanfaatkan menjadi petunjuk (hudan), menjadi penawar sakit (syifa) maupun untuk diambil berkahnya dengan rahmat Allah.

Orang yang merugi adalah mereka yang tidak bisa memanfaatkan karunia Ilahi dengan semestinya. Menjadikan kewajiban seorang yang beriman agar senantiasa mensukuri nikmat Alquran dengan membacanya setiap hari. Sebagaimana sabda nabi dalam hadits diatas. Agar tidak dianggap melalaikan kewajiban menysukuri nikmat Alquran minimal setiap malam membacanya walaupn hanya sepuuh ayat. Syukur kalau bisa melebihinya dengan membaca seratus ayat atau seribu ayat. Semakin banyak ayat yang dibaca semakin bagus catatan amal kebaikannya.

Semakin tambah usia mausia semakin dekat dengan ajalnya, maka dianjurkan untk mengurangi porsi waktu tidur malam (tirakat) untuk memanfaatkan waktu mustajab di sebagian malam dengan membaca al quran. Salah satu obat hati adalah dzikir malam yang panjang, salah satunya adalah dengan membaca alquran.

Membaca alquran dalam sholat malam adalah bagian dari anjuran Nabi shollallohu alaihi was salam. Baik dilaksanakan dengan membaca hafalan alquran ataupun membaca dengan muskhaf alquran dalam sholat malam bagi yang hafalannya kurang banyak.

Membaca alquran sebagai Hizib atau Wirid dengan mengulang-ulang surat-surat tertentupun bisa dilakukan. Nabipun pernah membaca surat Al fath secara berulang-ulang ketika pembebasan makkah. Sehingga untuk mentadaburi makna agar meresap dihati ataupun mengambil barokkah surat Alquran membacanya dengan berulang-ulang. 

Ulama mengajarkan agar membaca surat Al ikhlas yang berjumlah 4 ayat sebanyak 250 kali akan tercapai hitungan 1000 ayat. Kecintaan terhadap surat Al Ikhlash dan  usaha utuk memperbanyak jumlah ayat yang dibaca setiap malam merupakan bagian usaha muslimin untuk menjalankan perintah anjuran (sunnah) Nabi shollallohu alaihi  wassalam terhadap  Alquran.

Wallahu a’lam.


MENGGAPAI DRAJAT SURGA DENGAN ALQURAN

MENGGAPAI DRAJAT SURGA 
DENGAN ALQURAN

( ARBAIN NUURUL QUR’AN NO. 15 )


Hadits Imam Ibnu Majah Nomor 3770

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ إِذَا دَخَلَ الْجَنَّةَ اقْرَأْ وَاصْعَدْ فَيَقْرَأُ وَيَصْعَدُ بِكُلِّ آيَةٍ دَرَجَةً حَتَّى يَقْرَأَ آخِرَ شَيْءٍ مَعَهُ



YUQOOLU LISHOOKHIBIL QUR’AN IDZAA DAKHOLAL JANNAH, IQRO’ WASH’AD FA YAQRO-U WAYASH’ADU BIKULLI AAYATIN DAROJATAN KHATTA YAQRO-A AAKHIRO SYAI-IN MA’AHU

dari [Abu Sa'id Al Khudri] dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Di perintahkan kepada orang yang ahli dalam Al Qur'an ketika ia masuk ke dalam surga; "Bacalah dan naiklah." Maka ia pun membacanya dan dirinya pun naik (derajatnya) dengan ayat yang ia baca hingga ayat terakhir."

FAEDAH :

Cita-cita orang beriman bukan sekedar memasuki surga belaka. Namun juga mendapatkan kedudukan yang lebih mulia disisi Allah dengan menempati surga yang lebih tinggi derajatnya.

Kenikmatan dan kemuliaan di dalam surga itu berbeda-beda, sesuai dengan amal perbuatan manusia. Hal itu menimbulkan, perbedaan derajat dan tingkatan mereka di dalamnya. Dengan demikian, siapa yang paling banyak karunianya, siapa yang paling sempurna iman dan yang paling rajin beramal di dunia.

Allah SWT, melalui Alquran, memberitahukan bahwa surga itu terdiri dari beberapa derajat. Dia berfirman,

هُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ اللّهِ واللّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ

Kedudukan mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (QS. Ali Imran [03]: 163)

“Beberapa derajat daripada-Nya, ampunan dan rahmat (kasih saying Allah), dan Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. An Nisa (4):96)

Surga yang paling rendah diberikan kepada orangberiman yang paling akhir gilirannya memasuki surga. Yang hanya berbekal iman sebesar debu. Diberikan padanya  surga yang seluas 10 kali dunia.

Adapun derajat yang paling tinggi dan paling agung adalah surga Firdaus. Oleh karena itulah, Rasulullah saw. Memerintahkan kepada umatnya untuk meminta surga yang tidak tanggung-tanggung, yaitu surga Firdaus.

Barang siapa menginginkan derajat yang paling tinggi atau menginginkan derajat-derajat khusus, maka jalannya terpampang luas dan mudah serta pintunya terbuka lebar. kesungguhannya ditandai semakin rajin beramal, makaderajat  surga yang disediakan baginya tentu semakin tinggi.

Sebagaimana dalam Rosulullah shollallahu alaihi wassalam memberikan kabar bahwa ketinggian derajat surga orang beriman tergantung juga seberapa banyak dan sempurnanya dalam membaca / menghafal alquran.

Usaha untuk memperbanyak bacaan dan hafalan alquran akan meninggikan derajat kemuliaan kita disisi Allah ta’ala, sehingga akan disediakan baginya derjat surga yang semakin tinggi pula.

Wallahu a’lam.


SYAFAAT AL QURAN DI HARI KIAMAT


SYAFAAT AL QURAN DI HARI KIAMAT

(ARBAIN NURUL QURAN NO.13 )


Hadits Imam Muslim Nomor 1337

 عَنْ أَبُو أُمَامَةَ الْبَاهِلِيُّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

IQRO-UL QUR-AAN FAINNAHU YA’TII YAUMAL QIYAAMAH SYAFII’AN LI ASHKHAABIHI

Dari [Abu Umamah Al Bahili] ia berkata; Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bacalah Al Qur`an, karena ia akan datang memberi syafa'at kepada para pembacanya pada hari kiamat nanti.

FAEDAH :

Syafaat, dalam arti yang sederhana adalah pertolongan. Setelah hari kiamat kita akan menghadapi pengadilan Allah pada hari penghitungan amal (yaumul hisab). Akan ditentukan tempat kedudukan manusia apakah dia di surga atau di neraka. Setiap manusia tak akan luput dari dosa dan kesalahan. Dan pada diakhirat nanti kita membutuhkan pertolongan agar kita selamat dari huru hara kejadian luar biasa di hari itu, selamat dari neraka dan dihantarkan menuju surga.

Pada dasarnya, syafaat mutlak milik Allah, dan diberikan oleh Allah kepada siapa saja yang di ridhaiNya. Nabi Muhammad adalah manusia yang diridhoi Allah untuk memberikan syafaat. Kecintaan Nabi muhammad shollallahu alaihi wassalam terhadap umatnya tersebut hendaknya kita balas dengan banyak melantunkan sholawat pada beliau.

Salah satu bentuk pertolongan atau syafaat di akhirat nanti juga bisa didapatkan melalui Al Qur’an. Atas izin Allah amal kita di dunia terhadap Alquran akan berwujud menjadi saksi dan pembela yang menjadi perantara untuk menolong kita ketika mempertanggung jawabkan amal kita di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala.

Doa yang biasanya dibaca ketika kita selesai mengaji Al-Quran, yaitu :
“ALLAHUMMARHAMNAA BIL QUR`AAN WAJ`ALHU LANAA IMAAMA WA NUURAA WA HUDAA WA RAHMAH, ALLAAHUMMA DZAKKIRNAA MINHU MAA NASIINAA WA `ALLIMNAA MINHU MAA JAHILNAA WARZUQNAA TILAAWATAHU AANAA`ALLAILI WA ATHROOFAN NAHAAR WAJ`ALHU LANAA HUJJATAN, YAA RABBAL `AALAMIIN.”

Doa tersebut berisi permohonan kepada Allah agar kita mendapat rahmat melalui Al-Quran, diberi ilmu, bimbingan, cahaya iman, dengan Al-Qur`an. 

Di ujung doa ini terdapat permintaan “WAJ`ALHU LANAA HUJJATAN YAA RABBAL `AALAMIIN.” Yakni memohon agar Al-Qur`an menjadi saksi yang meringankan kita di hadapan Allah. Seperti halnya kesaksian dalam suatu pengadilan, ada saksi yang memberatkan dan ada pula saksi yang meringankan. Tentunya kita tidak ingin menjadi manusia yang mendapat kesaksian yang tidak kita harapkan di pengadilan Allah

Orang yang mengabaikan Alquran, tidak membacanya, apalagi mentadabburinya, maka ia sesungguhnya mengabaikan hak Al quran yang menjadi kewajiban nya kepada Allah, karena Alquran adalah Kalam Allah. Bahkan nanti kita akan dituntun atas pengabaiannya terhadap Alquran.

Agar kelak kita mendapatkan syafaat dari Alquran tentu kita harus menunaikan hak-hak nya yang menjadi kewajiban kita. Yaitu : Membacanya, mempelajarinya, mentadaburi meresapi maknanya, mengkhatamkannya, mengambil berkahnya, mengamalkan hukum-hukum yang terkandung didalamnya, mengajarkannya, dengan penuh keikhlasan, ridho dan kecintaan. Tiada hari yang di lalui tanpa bersanding dengan amaliah yang terkait dengan Alquran. Bak seorang kekasih yang senantiasa tiada bosan membaca surat-surat dari yang dikasihinya.

Untuk itu perlu disemangati diri, keluarga dan jamaah muslimin agar mencintai Alquran. Sehingga nanti atas kecintaanya terhadap Kalamullah, akan didatangkan padanya penjaga dan pembela yang akan meringankan kehidupannya baik ketika hidup di dunia, di alam kubur hingga di akhirat. Menjaganya sampai dipastikan para pecinta Alquran akan selamat memasuki surga dalam keadaan suka cita.

Wallahu a’lam.



Rabu, 14 September 2016

PUASA AYYAAMUL BIDL

PUASA AYYAAMUL BIDL

(Puasa 3 hari setiap bulan)


Puasa tengah bulan sering disebut sebagai puasa ayyaamul bidl, yaitu puasa pada hari ke 13, 14 dan 15 setiap bulan, baik bulan itu berumur 29 hari atau 30 hari.

Imam Bukhari menulis sebuah bab di dalam Kitab Shahihnya dengan judul : “puasa hari-hari bidl (hari putih/purnama)”, hari ke 13, 14 dan 15).

Puasa ini hukumnya adalah sunnah untuk dibiasakan setiap bulan.

Dasarnya adalah hadits-hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Diantaranya adalah sebagai berikut :  

Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ

Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2425. Abu ‘Isa Tirmidzi mengatakan bahwa haditsnya hasan).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :
أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ
Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: 1- berpuasa tiga hari setiap bulannya, 2- mengerjakan shalat Dhuha, 3- mengerjakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari no. 1178)

TENTANG PENENTUAN TIGA HARI ITU HARI YANG KEBERAPA ?

Di sini para ulama sebenarnya berbeda pendapat.

Ibnu Hajar di dalam Kitabnya Fathul Bari Syarah Bukhari (IV, 227) ketika mensyarah hadits tersebut, beliau mengatakan : Para ulama berbeda tentang penetuan 3 hari itu menjadi 9 pendapat”. Kemudian beliau menyebutkan secara rinci perbedaan pendapat itu, yaitu : tidak dapat ditentukan bahwa dimakruhkan untuk menentukannya. Jadi menurut pendapat ini yang penting adalah berpuasa tiga hari selama tiga bulan, terserah di hari yang keberapa.

Dari Mu’adzah Al ‘Adawiyyah, ia pernah bertanya pada ‘Aisyah (istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) :

أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ قَالَتْ نَعَمْ. فَقُلْتُ لَهَا مِنْ أَىِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ كَانَ يَصُومُ قَالَتْ لَمْ يَكُنْ يُبَالِى مِنْ أَىِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ يَصُومُ

Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan puasa tiga hari setiap bulannya?” ‘Aisyah menjawab, “Iya”. Ia pun bertanya pada ‘Aisyah, “Pada hari apa beliau berpuasa?” ‘Aisyah menjawab, “Beliau tidak memperhatikan pada hari apa beliau berpuasa dalam sebulan.” (HR. Muslim no. 1160).

FADHILAH / KEUTAMAANNYA :

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَوْمُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ
Puasa pada tiga hari setiap bulannya adalah seperti puasa sepanjang tahun.” (HR. Bukhari no. 1979)

Penjelasannya adalah bahwa seperti yang disebutkan dalam hadits-hadits yang lainnya bahwa amalan setiap muslim itu dilipatkandakan 1 banding sepuluh. Satu amalan dianggap 10 amalan. Jadi orang yang berpuasa tiga hari dianggap berpuasa 30 hari. Jadi dia dianggap berpuasa sepanjang bulan itu, sepanjang tahun itu, dan selamanya bila istiqomah setiap bulan mengamalkannya.


Wallahu a’lamu.

KEUTAMAAN MAJELIS ALQURAN

KEUTAMAAN MAJELIS ALQURAN

(ARBAIN NURUL QUR’AN NO.14)

Hadits Imam Abu Daud Nomor 1243

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ تَعَالَى يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

MAJTAMA’A QOUMUN FII BAITIM MIM BUYUTILLAH TA’AALA YATLUUNA KITABALLOHI WA YA TADAAROSUUNAHU BAINAHUM, ILLA NAZALAT ‘ALAIHIMUS SAKIINAH, WA GHOSYIYATHUMUR ROKHMAH, WA KHAFFATHUMUL MALAA-IKAH, WA DZAKARO HUMULLOHU FIIMAN ‘INDAHU

dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Tidaklah sebuah kaum berkumpul di dalam rumah diantara rumah-rumah Allah ta'ala, membaca kitab Allah, dan saling mempelajarinya diantara mereka melainkan akan turun kepada mereka ketenangan, mereka diliputi rahmat, serta dikelilingi malaikat, dan Allah menyebut-nyebut mereka diantara malaikat yang ada di sisiNya."

FAEDAH :

Membaca alquran tidak hanya dilakukan sendiri-sendiri. Nabi shollallahu alaihi wassalam menganjurkan agar bersama-sama (berjamaah) untuk membaca alquran maupun mempelajarinya.

Disunahkan pula untuk memakmurkan masjid dengan majelis alquran baik untuk membaca, mengkaji maupun mengkhatam kannya. Diutamakan untuk menghadiri majelis penghataman alquran untuk mengambil berkah daripadanya.

Majelis alquran dan pengkhatamannya mengakibatkan turunnya para malaikat membawa rahmatnya Allah. Ketenangan jiwa (assakinah) akan melingkupi jiwa dari jamaah, malaikat akan mengerumuni dalam jumlah yang sangat banyak hingga kelangit dunia.

Para pecinta alquran yang senantiasa bersama-sama mebaca dan mengkaji  alquran akan dimuliakan oleh allah, sehingga dicintai para malaikat, dihormati oleh para makhluk yang ada dilangit dan dunia, Allah ta’ala meninggikan kehormatannya dan dibangga-banggakan dihadapan majelis malaikat yang mulia lagi taat.

Alangkah meruginya kaum muslimin jika tidak menyambut karunia Ilahi yang sedemikian besar itu dengan semangat (ghiroh) penuh suka cita dan usaha yang sungguh-sungguh dengan keikhlasan.

 Wallahu a'lam


IJABAH DOA BAGI PEMBACA ALQURAN DAN AHLI DZIKIR


IJABAH DOA BAGI PEMBACA ALQURAN DAN AHLI DZIKIR

(ARBAIN NURUL QURAN NO.09)

ALKHAMDULILLAH WANUSHOLLI WANUSALLIMU ‘ALAA SAYYIDINA MUKHAMMADIN WA’ALA ALIHI WASHOKHBIHI AJMAIN

Hadits Imam At Tirmidzi Nomor 2850

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ مَنْ شَغَلَهُ الْقُرْآنُ وَذِكْرِي عَنْ مَسْأَلَتِي أَعْطَيْتُهُ أَفْضَلَ مَا أُعْطِي السَّائِلِينَ وَفَضْلُ كَلَامِ اللَّهِ عَلَى سَائِرِ الْكَلَامِ كَفَضْلِ اللَّهِ عَلَى خَلْقِهِ

YAQUULU ROBBU ‘AZZA WAJALLA MAN SYAGHOLAHUL QUR’AN WA DZIKRII ‘AN MAS-ALATII A’THOITUHU AFDHOLA MAA U’TIIS SAA-ILIN,  WA FADHLU KALAAMILLAAHI ‘ALAA SAAIRIL KALAAMI KAFADHLILLAAHI ‘ALAA KHOLQIHI

dari [Abu Sa'id] ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Rabb Azza wa Jalla berfirman; "Barangsiapa disibukkan oleh Al Qur`an dan berdzikir kepadaku untuk memohon kepadaKu, maka Aku akan memberikan kepadanya sesuatu yang terbaik dari yang Aku berikan kepada orang-orang yang memohon, " dan kelebihan kalamullah (Al Qur`an) dari seluruh kalam adalah seperti kelebihan Allah dari seluruh makhlukNya."

FAEDAH :

Alquran terkandung di dalamnya doa-doa yang dipanjatkan oleh para Nabi. Membaca alquran yang terkandung doa-doa para nabi akan dikabulkan pula doa tersebut bagi para pembaca Alquran.

Sehingga kesibukan dalam membaca alquran dengan harapan dan permohonan keberkahan bagi kehidupan dunia dan akhiratnya, maka pembacanya akan diberikan hasil terbaik dari segala permintaan doa.

Membaca Alquran dan berdzikir merupakan wasilah amal untuk terkabulkannya suatu doa. Sebelum berdoa kita bacakan alquran dan kita puji keagungan Allah tak lupa berkirim sholawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad shollallohu alaihi wassalam.

Hizib-hizib yang disusun oleh para ulama merupakan kumpulan beberapa ayat-ayat alquran yang berisi doa dan janji Allah dalam firman Nya, diiringi kalimat-kalimat Thoyyibah serta susunan doa munajat yang digunakan untuk menurunkan pertolongan Allah (nusrotullah).

Pembacaan Al fatihah yang merupakan ummul kitab (induknya alquran) mengiringi doa sesungguhnya merupakan wasilah amal agar terkabulnya doa. Sebagaimana dalam firman NYA :

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

hanya kepada Engkaulah yang kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. (Al Fatihah : 5)

Sebagai hamba yang menyadari sebelum dirinya memohon pertolongan, maka ditunaikan olehnya terlebih dahulu memuji-NYA dan menunaikan kewajibannya beribadah kepada Ilahi Robbi.

Kemuliaan Alquran yang melebihi kemuliaan seluruh kalam, terkandung didalamnya kemahamuliaan dan keagungan Allah, akan meninggikan kemuliaan kedudukan pembacanya disisi Allah. Tiada yang lebih bagus susunan doa dibanding doa-doa yang tercantum dalam Alquran. Dengan membaca Alquran yang merupakan Kalamullah, perhatian Allah akan tertuju padanya, harapan dan doanya akan senantiasa didengar dan dikabulkan oleh Allah.

Hadits qudsi yaitu hadits yang terkandung firman Allah diluar Alquran ini, juga merupkan janji Allah kepada Hamba NYA serta mengajarkan bagaimana cara agar doa terkabulkan.

Wallahu a’lam.



iklan