iklan banner

Sabtu, 28 Januari 2017

Harta Yang Melebihi Keperluan adalah diinfaqkan

HARTA YANG MELEBIHI KEPERLUAN ADALAH UNTUK DIINFAQKAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Firman Allah Ta’ala :
.... وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ....
“....Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka infakkan. Katakanlah: Yang lebih dari keperluan,... ” (Al-Baqarah: 219).

FAEDAH

Harta adalah untuk diinfakkan. Jika memerlukan harta, ambillah menurut keperluan, dan sisanya hendaknya diinfakkan. Ibnu Abbas r.hum. berkata, “Harta yang berlebih setelah dinafkahkan kepada keluarga adalah ‘afw (harta yang melebihi keperluan). Abu Umamah r.a. meriwayatkan sabda Nabi saw., “Wahai manusia, harta yang berlebih yang ada pada dirimu (keperluanmu) sedekahkanlah, yang demikian itu lebih baik bagimu. Jika kamu menyimpannya, yang demikian itu buruk bagimu. Jika kamu menggunakannya sesuai keperluanmu, yang demikian itu tidak tercela. Dalam membelanjakan harta, mulailah dari orang-orang yang berada dalam tanggunganmu, dan tangan di atas (pemberi) itu lebih baik daripada tangan di bawah (yang diberi). ‘Atha’ rah.a. juga meriwayatkan bahwa yang dimaksud dengan ‘afw adalah harta yang melebihi keperluan. (Durrul-Mantsur).

Abu Sa’id Al-Khudri r.a. berkata bahwa suatu ketika Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa memiliki kelebihan kendaraan hendaknya memberikan kendaraan tersebut kepada orang yang tidak memiliki kendaraan. Dan barangsiapa memiliki kelebihan bekal, hendaklah memberi bekal kepada orang yang tidak memiliki bekal.’.’ (Rasulullah saw. mengatakan hal tersebut dengan sungguh-sungguh) sehingga kami menyangka bahwa siapa pun tidak.memiliki hak atas hartanya yang melebihi keperluan. (HR. Abu Dawud).

Sesungguhnya yang demikian ini adalah derajat kesempurnaan, yakni harta yang melebihi keperluan adalah untuk diinfakkan, bukan untuk dikumpulkan lalu disimpan.

Sebagian ulama mengartikan bahwa yang dimaksud ‘afw adalah mudah, yakni menginfakkan hartanya dengan mudah sehingga setelah menginfakkan harta tidak menjadi susah, yakni menyulitkan kehidupan dunianya, dan karena mengabaikan hak orang lain (yang menjadi tanggung jawabnya) ia akan mengalami penderitaan di akhirat.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.hum. bahwa ada orang-orang yang selalu bersedekah dengan berlebihan sampai-sampai tidak ada sisa untuk makan bagi dirinya sendiri, sehingga orang lain harus memberikan sedekah kepadanya. Ayat tersebut turun sehubungan dengan adanya peristiwa ini.

Abu Sa’id Al-Khudri r.a. berkata, “Seseorang telah datang ke masjid. Nabi saw. melihat bahwa orang tersebut dalam keadaan sangat susah. Maka beliau menyuruh orangorang agar menyedekahkan pakaian kepadanya. Kemudian terkumpullah pakaian yang banyak sebagai sumbangan. Nabi saw. mengambil dua helai kain yang terkumpul tersebut kemudian beliau memberikannya kepada orang tersebut. Lalu Nabi Shollallahu alaihi wasallam menganjurkan kepada orang-orang untuk bersedekah sekali lagi, sehingga orang-orang pun menyedekahkan harta mereka. Maka orang tersebut ikut menyedekahkan salah satu pakaian yang telah diberikan oleh Nabi saw. tersebut. Terhadap perbuatannya itu, Nabi saw. menampakkan kemarahannya dan segera mengembalikan pakaian iersebut kepadanya.” (Durrul-Mantsur).

Di dalam Al-Qur’an terdapat dorongan untuk menginfakkan harta sekalipun ia sendiri memerlukannya. Tetapi dorongan ini adalah untuk orang-orang yang sanggup melakukannya dengan senang hati, yakni bagi orang-orang yang lebih mementingkan akhirat daripada dunia.

Wallahu a’lam


(Fadhilah sedekah – Maulana Muhammad Zakariya Alkandahlawi Rah.a.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklan