iklan banner

Senin, 30 Januari 2017

Larangan Mencela Mayyit

LARANGAN MENCELA MAYYIT

وَعَن عَائِشَة رَضِيَ اللهُ عَنهَا قََالَت : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ : لَا تَسُبُّوا الأََموَاتِ فَإِنَّهُم قَد أَفضَوا إِلَى مَا قَدَّموا". رواه البخاري.

Dari Aisyah Radiyallahu Anha ia berkata : Rasulullah saw bersabda, "Janganlah kalian mencaci maki mayat, karena mereka telah menemukan apa yang mereka telah lakukan". (HR.Bukhari).

Mencela mayat tak ada gunanya karena mereka telah mendapatkan balasan apa yang mereka lakukan di dunia. Menyerahkan urusannya kepada Allah tidak lagi menggunjingnya apalagi sekedar untuk melampiaskan kekesalan. Kecuali bagi mereka yang telah Allah cela dalam alquran untuk menjadi pelajaran bagi umat manusia, misalnya Fir’aun laknatullah alaih.

Di dalam kitabnya Usud al-Ghâbah, Ibnu al-Atsîr berkata : “Ketika ‘Ikrimah bin Abu Jahal masuk Islam, banyak orang-orang yang berkata: ’wah!, ini adalah anak musuh Allah, Abu Jahal’. Ucapan ini menyakiti hati ‘Ikrimah karenanya dia mengadukan perihal tersebut kepada Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam, lantas beliau bersabda: “Janganlah kalian mencela ayahnya karena mencela orang yang sudah mati, akan menyakiti orang yang masih hidup (keluarganya)”.

Apalagi terhadap mayat muslimin, hendaknya memperlakukan muslimin dengan ahlak yang baik ketika mereka masih hidup maupun telah meninggal.

Dari Sahabat Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah saw. bersabda:
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ

"Mencela seorang mukmin adalah kefasikan, sedang membunuhnya adalah kekafiran," [HR Bukhari: 48, Muslim: 64].

Sikap terbaik seorang muslim ketika mendapati kematian adalah menjadikannya sebagai pelajaran terindah untuk melembutkan hati, menguatkan iman, dan semakin mendekatkan diri kepada Sang khalik. 


Wallahu a’lam

Sabtu, 28 Januari 2017

Harta Yang Melebihi Keperluan adalah diinfaqkan

HARTA YANG MELEBIHI KEPERLUAN ADALAH UNTUK DIINFAQKAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Firman Allah Ta’ala :
.... وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ....
“....Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka infakkan. Katakanlah: Yang lebih dari keperluan,... ” (Al-Baqarah: 219).

FAEDAH

Harta adalah untuk diinfakkan. Jika memerlukan harta, ambillah menurut keperluan, dan sisanya hendaknya diinfakkan. Ibnu Abbas r.hum. berkata, “Harta yang berlebih setelah dinafkahkan kepada keluarga adalah ‘afw (harta yang melebihi keperluan). Abu Umamah r.a. meriwayatkan sabda Nabi saw., “Wahai manusia, harta yang berlebih yang ada pada dirimu (keperluanmu) sedekahkanlah, yang demikian itu lebih baik bagimu. Jika kamu menyimpannya, yang demikian itu buruk bagimu. Jika kamu menggunakannya sesuai keperluanmu, yang demikian itu tidak tercela. Dalam membelanjakan harta, mulailah dari orang-orang yang berada dalam tanggunganmu, dan tangan di atas (pemberi) itu lebih baik daripada tangan di bawah (yang diberi). ‘Atha’ rah.a. juga meriwayatkan bahwa yang dimaksud dengan ‘afw adalah harta yang melebihi keperluan. (Durrul-Mantsur).

Abu Sa’id Al-Khudri r.a. berkata bahwa suatu ketika Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa memiliki kelebihan kendaraan hendaknya memberikan kendaraan tersebut kepada orang yang tidak memiliki kendaraan. Dan barangsiapa memiliki kelebihan bekal, hendaklah memberi bekal kepada orang yang tidak memiliki bekal.’.’ (Rasulullah saw. mengatakan hal tersebut dengan sungguh-sungguh) sehingga kami menyangka bahwa siapa pun tidak.memiliki hak atas hartanya yang melebihi keperluan. (HR. Abu Dawud).

Sesungguhnya yang demikian ini adalah derajat kesempurnaan, yakni harta yang melebihi keperluan adalah untuk diinfakkan, bukan untuk dikumpulkan lalu disimpan.

Sebagian ulama mengartikan bahwa yang dimaksud ‘afw adalah mudah, yakni menginfakkan hartanya dengan mudah sehingga setelah menginfakkan harta tidak menjadi susah, yakni menyulitkan kehidupan dunianya, dan karena mengabaikan hak orang lain (yang menjadi tanggung jawabnya) ia akan mengalami penderitaan di akhirat.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.hum. bahwa ada orang-orang yang selalu bersedekah dengan berlebihan sampai-sampai tidak ada sisa untuk makan bagi dirinya sendiri, sehingga orang lain harus memberikan sedekah kepadanya. Ayat tersebut turun sehubungan dengan adanya peristiwa ini.

Abu Sa’id Al-Khudri r.a. berkata, “Seseorang telah datang ke masjid. Nabi saw. melihat bahwa orang tersebut dalam keadaan sangat susah. Maka beliau menyuruh orangorang agar menyedekahkan pakaian kepadanya. Kemudian terkumpullah pakaian yang banyak sebagai sumbangan. Nabi saw. mengambil dua helai kain yang terkumpul tersebut kemudian beliau memberikannya kepada orang tersebut. Lalu Nabi Shollallahu alaihi wasallam menganjurkan kepada orang-orang untuk bersedekah sekali lagi, sehingga orang-orang pun menyedekahkan harta mereka. Maka orang tersebut ikut menyedekahkan salah satu pakaian yang telah diberikan oleh Nabi saw. tersebut. Terhadap perbuatannya itu, Nabi saw. menampakkan kemarahannya dan segera mengembalikan pakaian iersebut kepadanya.” (Durrul-Mantsur).

Di dalam Al-Qur’an terdapat dorongan untuk menginfakkan harta sekalipun ia sendiri memerlukannya. Tetapi dorongan ini adalah untuk orang-orang yang sanggup melakukannya dengan senang hati, yakni bagi orang-orang yang lebih mementingkan akhirat daripada dunia.

Wallahu a’lam


(Fadhilah sedekah – Maulana Muhammad Zakariya Alkandahlawi Rah.a.)

Senin, 23 Januari 2017

Sedekah makanan (kenduri, bancakan, tasyakuran)


KESUNAHAN SALING MEMBERI MAKAN
(Sedekahan, Tasyakuran, Kenduri, Bancakan)

Memberi makan orang lain merupakan akhlak kaum muslimin yang sangat menakjubkan. Bahkan dengan memberikan makanan kepada orang lain dihitung sebagai shodaqoh, sekalipun sesuap makanan yang diberikan kepada isterinya.

عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ  (رواه البخاري). 

Dari Sa’di bin Abi Waqosh Radhiyalla-hu’anhu bahwasannya dia mengabarkan, bahwa Rasulullohu shalallohu’alaihi wasallam bersabda : “Tidaklah kamu nafkahkan suatu nafkah, yang kamu menafkahkannya hanya mengharapkan wajah Allah semata, kecuali kamu dibalas atasnya, sampai sesuap makanan yang kamu suapkan ke mulut isterimu. (HR. Imam Bukhori)
.
Nabi shalallohu’alaihi wasallam memerin-tahkan kepada kita semua kaum muslimin untuk memberi makan kepada orang lain. Sehingga apabila memasak harus memperbanyak kuahnya, supaya bisa bagi-bagi ke tetangga.

عَنْ أَبِى ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ  قَالَ إِنَّ خَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- أَوْصَانِى « إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ » .(رواه مسلم)

Dari Abu Dzar Radhiyalloho’anhu katanya: "Kekasihku shalallohu’alaihi wasallam berwasiat padaku demikian: "Jikalau engkau memasak kuah, maka perbanyakkanlah airnya, kemudian lihatlah keluarga dari tetangga-tetanggamu, lalu berilah mereka itu dengan baik-baik."  (HR. Imam Muslim).

Dengan memberikan makanan kepada anak isteri, tetangga dan yang lainnya, selain akan mempererat persaudaraan, juga akan mengantarkan kedalam surgaNya Allah Ta’ala. Karena sepotong makanan yang diberikan kepada orang lain, bisa mencegah diri kita dari api neraka

عن عديّ بن حاتم رضي الله عنه قال- قال النّبيّ صلى الله عليه وسلم اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ...  (متفق عليه).

Dari Adi bin Hatim Radhiyalloho’anhu, dia mengatakan, Nabi Shalallohu’alaihi wasallam bersabda : Jagalah dari api neraka walaupun dengan sepotong kurma. (HR. Bukhori dan Muslim).   

Sehingga beberapa bentuk tradisi yang baik yang merupakan pengamalan dari anjuran agar saling memberi makan (sedekah berupa makanan dalam Bancakan, kenduri, shodaqohan). Sedekah makanan memiliki keuatamaan besar yang diniyatkan sebagai rasa syukur nikmat Allah dan harapan /doa agar terhindar dari bala’ musibah. Karena sedekah penolak balak dan melipatkan rezeki.

RASULIULLAH Shallahu ‘alaihi Wassallam bersabda: “Bersegeralah bersedekah, sebab bala bencana tidak pernah bisa mendahului sedekah.” (HR. Imam Baihaqi)

Wallahu a’lam



Minggu, 22 Januari 2017

MENGKHUSUSKAN BACAAN ALQURAN DAN AMALAN DI HARI TERTENTU


MENGKHUSUSKAN AMALAN DIHARI-HARI TERTENTU DAN MEMBACA AYAT/ SURAT ALQURAN TERTENTU DIPERBOLEHKAN DALAM SYARIAT

Dikalangan umat telah lazim membuat amalan (secara sendirian maupun berjamaah) mengambil waktu-waktu tertentu. Contohnya, majelis dzikir ataupun majelis ilmu pada hari-hari tertentu, juga malam Jumat diselerenggarakan majelis dzikir dan doa dengan membaca Surat Yasiin dan beberapa surat2 tertentu lainnya.

Amailah yang dikhususkan apa hari tertentu atau membaca surat2 tertentu dari alquran bukanlah perkara yang melanggar syariat. Bahkan dapat disandarkan pada dalil-dalil sebagaimana berikut :

DALIL YANG PERTAMA TENTANG MENENTUKAN WAKTU: 

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِى مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا . وَكَانَ عَبْدُ اللهِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا يَفْعَلُهُ (رواه البخارى رقم 1193 ومسلم رقم 3462)

"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw mendatangi masjid Quba' setiap hari Sabtu, baik berjalan atau menaiki tunggangan. Dan Abdullah bin Umar melakukannya." (HR Bukhari No 1193 dan Muslim No 3462) 

al-Hafidz Ibnu Hajar yang diberi gelar Amirul Mu'minin fil Hadis, beristidlal dari hadis di atas: 
وَفِي هَذَا اَلْحَدِيْثِ عَلَى اِخْتِلاَف طُرُقِهِ دَلاَلَةٌ عَلَى جَوَازِ تَخْصِيْصِ بَعْضِ اْلأَيَّامِ بِبَعْضِ اْلأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ وَالْمُدَاوَمَةِ عَلَى ذَلِكَ (فتح الباري لابن حجر 4 / ص 197)

"Dalam hadis ini, dengan bermacam jalur riwayatnya, menunjukkan diperbolehkannya menentukan sebagian hari tertentu dengan sebagian amal-amal saleh, dan melakukannya secara terus-menerus." (Fath al-Bari 4/197)

DALIL KEDUA TENTANG MENGKHUSUSKAN SURAT TERTENTU :

عَنْ أَنَسٍ - رضى الله عنه - كَانَ رَجُلٌ (كلثوم بن الهدم) مِنَ الأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِى مَسْجِدِ قُبَاءٍ ، وَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِى الصَّلاَةِ مِمَّا يَقْرَأُ بِهِ افْتَتَحَ بِپ ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا ، ثُمَّ يَقْرَأُ سُورَةً أُخْرَى مَعَهَا ، وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ ، فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ فَقَالُوا إِنَّكَ تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّورَةِ ، ثُمَّ لاَ تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ بِأُخْرَى ، فَإِمَّا أَنْ تَقْرَأَ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ بِأُخْرَى . فَقَالَ مَا أَنَا بِتَارِكِهَا ، إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِذَلِكَ فَعَلْتُ ، وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ . وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِهِمْ ، وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ ، فَلَمَّا أَتَاهُمُ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَ فَقَالَ « يَا فُلاَنُ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَفْعَلَ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُومِ هَذِهِ السُّورَةِ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ » . فَقَالَ إِنِّى أُحِبُّهَا . فَقَالَ « حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الْجَنَّةَ » (رواه البخاري 774)

Ada seorang sahabat bernama Kaltsul bin Hadm yang setiap salat membaca surat al-Ikhlas. Rasulullah Saw bertanya: "Apa yang membuatmu terus-menerus membaca surat al-Ikhlas ini setiap rakaat?". Kaltsul bin Hadm menjawab: "Saya senang dengan al-Ikhlas". Rasulullah bersabda: "Kesenanganmu pada surat itu memasukkanmu ke dalam surga." (HR al-Bukhari No 774)

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: 
وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى جَوَازِ تَخْصِيصِ بَعْضِ الْقُرْآنِ بِمَيْلِ النَّفْسِ إِلَيْهِ وَالِاسْتِكْثَارِ مِنْهُ وَلَا يُعَدُّ ذَلِكَ هِجْرَانًا لِغَيْرِهِ (فتح الباري لابن حجر ج 3 / ص150)

"Hadis ini adalah dalil diperbolehkannya menentukan membaca sebagian al-Quran berdasarkan kemauannya dan memperbanyak bacaan tersebut. Dan hal ini bukanlah pembiaran pada surat yang lain." (Fathul Bari III/105)

Berdasarkan hadis-hadis sahih dan ulama ahli hadis, maka mengkhususkan bacaan alquran tertentu dan membuat amalan pada hari tertentu hukumnya diperbolehkan.

Wallahua’lam


Senin, 16 Januari 2017

BAHAYA MEMAHAMI ALQURAN TANPA ILMU

BAHAYA MEMAHAMI ALQURAN HANYA MENGANDALKAN LOGIKA SENDIRI TANPA ILMU

Pentingnya belajar alquran berguru tidak hanya mengandalkan membaca alquran terjemahaan adalah supaya tidak salah memaknai / memahami alquran dengan logika kita sendiri, serta terkena ancaman Nabi Shollallahu alaihi wasallam dalam hadits dibawah ini.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
dari [Ibnu Abbas] radliallahu 'anhuma, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa berkata tentang al-Qur'an tanpa ilmu, maka bersiap-siaplah menempati tempatnya di neraka." (HR. Tirmidzi, hadits ini hasan shahih.)

عَنْ جُنْدَبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَأَصَابَ فَقَدْ أَخْطَأَ
dari [Jundub bin Abdullah] ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengatakan tentang Al Qur`an dengan pendapatnya, maka dia tetap salah walaupun pendapatnya benar."  (HR. Tirmidzi)

Imam Tirmidzi menjelaskan hadits diatas :

telah diriwayatkan dari sebagian ulama dari para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan yang lainnya, bahwa mereka memperketat dalam masalah ini, yaitu tentang menafsirkan Al Qur`an tanpa Ilmu,

adapun yang diriwayatkan dari Mujahid, Qatadah dan lainnya dari para ulama, bahwa mereka menafsirkan Al Qur`an bukan karena prasangka yang ada pada mereka, kemudian mereka mengatakan tentang Al Qur`an atau menafsirkannya tanpa dasar ilmu atau dari diri mereka,

telah diriwayatkan dari mereka, mengenai dalil yang menunjukkan atas apa yang kami katakana, bahwa mereka tidak mengatakan tentang Al Qur`an dari diri mereka tanpa dasar ilmu. Telah menceritakan kepada kami Al Husain bin Mahdi Al Bashri telah mengabarkan kepada kami Abdurrazzaq dari Ma'mar dari Qatadah ia berkata; "Tidak ada satu ayat pun dari Al Qur`an kecuali aku telah mendengar apa yang terkandung di dalamnya."

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari Al A'masy ia berkata; Mujahid berkata; "Seandainya aku membaca dengan bacaan Ibnu Mas'ud, maka aku tidak perlu lagi bertanya kepada Ibnu Abbas tentang banyak hal dari Al Qur`an, sebagaimana yang saya tanyakan."

---- SELESAI KUTIPAN----

Para sahabat dalam memahami alquran beliau saling berguru dari ahlinya, yaitu sahabat ahli alquran yang mendapat pengajaran langsung dari Rosulallah shallallahu alaihi wasallam.

Ibnu Katsir mengatakan, “Menafsirkan Al Qur’an dengan logika semata, hukumnya haram.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 1: 11).

Masruq berkata,
اتقوا التفسير، فإنما هو الرواية عن الله
Hati-hati dalam menafsirkan (ayat Al Qur’an) karena tafsir adalah riwayat dari Allah.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 1: 16. Disebutkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al Fadhoil dengan sanad yang shahih)

Asy Sya’bi mengatakan,
والله ما من آية إلا وقد سألت عنها، ولكنها الرواية عن الله عز وجل
Demi Allah, tidaklah satu pun melainkan telah kutanyakan, namun (berhati-hatilah dalam menafsirkan ayat Al Qur’an), karena ayat tersebut adalah riwayat dari Allah.” (Idem. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, sanadnya shahih).

Ibrahim An Nakho’i berkata,
كان أصحابنا يتقون التفسير ويهابونه
Para sahabat kami begitu takut ketika menafsirkan suatu ayat, kami ditakut-takuti ketika menafsirkan.” (Idem. Diriwayatkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al Fadhoil, Ibnu Abi Syaibah dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, sanadnya shahih).

Maka agar kita selamat dalam mengambil pelajaran terhadap Al quran. Serta  menjadikan pemahaman terhadap alquran menjadi sandaran dalam kehidupan beragama kita. Kita harus belajar dari ahlinya yaitu para mufassirin / ulama ahli tafsir. Tidak hanya cukup menggunakan terjemahan (depag) dalam memahami / memaknai alquran.

Maka kembalilah kepada para ulama sebagai tempat rujukan memahami alquran, sebagaimana perintah Allah

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
“maka bertanyalah kamu kepada ahli dzikir (ulama) jika kamu tidak mengetahui” (an-Nahl: 43).

Semboyan : “AYO NGAJIII”


Wallahu a’lam

Muslimin Berkumpul di Dunia, Kubur dan Akhirat

HUBUNGAN PERSAHABATAN DAN KEKERABATAN MUSLIMIN, AKAN MENGUMPULKAN MEREKA DI DUNIA HINGGA AKHIRAT

(Tafsir Ibnu Katsir Q.S. An Nisaa : 69)

Imam Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsirnya menjelaskan ayat dibawah ini :

Allah Swt. berfirman:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَداءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولئِكَ رَفِيقاً

Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (An-Nisa: 69)

Dengan kata lain, barang siapa yang mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, serta meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah Swt. akan menempatkannya di dalam rumah kehormatan-Nya (yakni surga) dan menjadikannya berteman dengan para nabi, orang-orang yang kedudukannya di bawah mereka yaitu para siddiqin, lalu orang-orang yang mati syahid, dan semua kaum mukmin, yaitu mereka yang saleh lahir dan batinnya.

Kemudian Allah Swt. memuji mereka melalui firman selanjutnya:
وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (An-Nisa: 69)

Dalam menjelaskan asbabun nuzul ayat ini diantaranya adalah :

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ حُمَيْدٍ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ القُمي، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي الْمُغِيرَةِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبير قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مَحْزُونٌ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يا فلان، ما لي أَرَاكَ مَحْزُونًا؟ " قَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ شَيْءٌ فَكَّرْتُ فِيهِ؟ قَالَ: "مَا هُوَ؟ " قَالَ: نَحْنُ نَغْدُو عَلَيْكَ وَنَرُوحُ، نَنْظُرُ إِلَى وَجْهِكَ وَنُجَالِسُكَ، وَغَدًا تُرْفَعُ مَعَ النَّبِيِّينَ فَلَا نَصِلُ إِلَيْكَ. فَلَمْ يَرُدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ شَيْئًا، فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ بِهَذِهِ الْآيَةِ: {وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَم اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ [وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا]} فَبَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَشَّرَهُ.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa seorang lelaki dari kalangan Ansar datang menghadap Rasulullah Saw. dalam keadaan sedih.

Lalu Nabi Saw. bertanya kepadanya, "Hai Fulan, mengapa kulihat kamu dalam keadaan sedih?" Lelaki itu menjawab, "Wahai Nabi Allah, ada sesuatu hal yang sedang kupikirkan." Nabi Saw. bertanya, "Apakah yang sedang kamu pikirkan?" ia menjawab, "Kami setiap pagi dan petang selalu berangkat menemuimu dan memandang wajahmu serta duduk satu majelis denganmu, tetapi besok (di hari akhirat) engkau diangkat bersama para nabi. Maka kami tidak akan dapat sampai kepadamu lagi."

Nabi Saw. diam, tidak menjawab sepatah kata pun. Lalu datanglah Malaikat Jibril kepadanya menyampaikan firman-Nya: Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi. (An-Nisa: 69), hingga akhir ayat. Maka Nabi Saw. mengirimkan utusan kepada lelaki tersebut, lalu berita gembira itu disampaikan kepadanya.

Asar ini telah diriwayatkan secara mursal dari Masruq, Ikrimah, Amir Asy-Sya'bi, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas. Asar ini memiliki sanad yang paling baik.

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الرَّبِيعِ، قَوْلُهُ: {وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَالرَّسُولَ [فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَم اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ]} الْآيَةَ، قَالَ: إِنَّ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: قَدْ عَلِمْنَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُ فَضْلٌ عَلَى مَنْ آمَنَ بِهِ فِي دَرَجَاتِ الْجَنَّةِ مِمَّنِ اتَّبَعَهُ وَصَدَّقَهُ، وَكَيْفَ لَهُمْ إِذَا اجْتَمَعُوا فِي الْجَنَّةِ أَنْ يَرَى بَعْضُهُمْ بَعْضًا؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِي ذَلِكَ -يَعْنِي هَذِهِ الْآيَةَ-فَقَالَ: يَعْنِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِ الأعْلَيْنَ يَنْحَدِرُونَ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلُ مِنْهُمْ، فَيَجْتَمِعُونَ فِي رِيَاضِهَا، فَيَذْكُرُونَ مَا أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَيُثْنُونَ عَلَيْهِ، وَيَنْزِلُ لَهُمْ أَهْلُ الدَّرَجَاتِ فَيَسْعَوْنَ عَلَيْهِمْ بِمَا يشتهُون وَمَا يَدْعُونَ بِهِ، فَهُمْ فِي رَوْضَةٍ يُحْبَرُونَ وَيَتَنَعَّمُونَ فِيهِ"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Ja'far, dari ayahnya, dari Ar-Rabi' sehubungan dengan firman-Nya: Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya). (An-Nisa: 69), hingga akhir ayat.

Para sahabat Nabi Saw. mengatakan, "Kami mengetahui bahwa Nabi Saw. mempunyai keutamaan di atas semua orang yang beriman kepadanya dari kalangan orang-orang yang mengikutinya dan percaya kepadanya di dalam tingkatan surga nanti. Maka bagaimanakah apabila mereka berkumpul di dalam surga untuk dapat saling melihat antara sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain?"

Maka Allah menurunkan ayat ini, dan Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang berada di tingkatan yang paling tinggi (dari kalangan ahli surga) turun menemui orang-orang yang menempati tingkatan di bawah mereka, lalu mereka berkumpul di dalam taman-taman surga dan memperbincangkan perihal nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka seraya memuji-Nya. Dan orang-orang yang berada di tingkatan yang tinggi turun menemui mereka (yang berada di tingkatan paling bawah), lalu membawakan buat mereka semua apa yang diinginkan dan didambakan oleh mereka. Mereka semuanya berkumpul di dalam suatu taman sambil bergembira ria dan bersenang-senang di dalamnya.

Hadis ini diriwayatkan secara marfu' melalui jalur yang lain oleh Abu Bakar ibnu Murdawaih.

-- selesai kutipan --

Silaturahmi hubungan persahabatan dan kekerabatan sesama muslim akan membawa hubungan yang langgeng. Berkumpulnya orang-orang beriman yang mengerjakan amal sholeh akan senantiasa terjaga di dunia, di barzakh sampai di akhirat. Kegembiraan dalam hubungan antara orang muslim tersebut merupakan karunia dari Allah. Sehingga ukhuwah islamiah dan silaturahmi hendaknya disyukuri untuk dijaga jangan sampai terputus.

Semoga Allah kumpulkan kita saudara muslimin bersama nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh di dunia hingga di akhirat selamanya. Amiin yaa robbal alamin.


Wallahu a’lam

Kamis, 12 Januari 2017

Makna Aqimush Sholat

MAKNA PERINTAH SHOLAT “AQIMUSH SHOLAT”

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Kalau kita memperhatikan perintah shalat dalam Al-Quran, maka akan menemukan bahwa perintah itu dimulai dengan kata “AQIMU” .  Misalnya dalam ayat-ayat berikut:

إِنَّنِىٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعْبُدْنِى وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكْرِىٓ

Artinya: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Taha [20] : 14)

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya: “Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. An-Nur [24] : 56) 

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” QS. Al-Baqarah [2] : 43

Mari kita telaahi makna perintah Allah menegakkan shalat di Al Baqarah 43 di beberapa kitab tafsir :

1. AL MUYASSAR :
 ادخلوا في دين الإسلام: بأن تقيموا الصلاة على الوجه الصحيح، كما جاء بها نبي اللّه ورسوله محمد صلى اللّه عليه وسلم، 
Menegakkan shalat dengan cara yang shahih sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah

2. AS - SA'DI :

 { وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ } أي: ظاهرا وباطنا 
Menyempurnakan sisi lahiriyah dan batiniyah shalat

3. AL BAGHAWI :

{ وأقيموا الصلاة } يعني الصلوات الخمس بمواقيتها وحدودها.
melaksanakan shalat 5 waktu pada waktunya dan berbagai Batas aturannya


Kata “AQIMU”  biasa diterjemahkan dengan "MENDIRIKAN", meskipun sebenarnya terjemahan tersebut kurang tepat. Karena, seperti kata mufasir Al-Qurthubiy dalam tafsirnya, aqimu bukan terambil dari kata qama yang berarti "berdiri", tetapi kata itu berarti "BERSINAMBUNG DAN SEMPURNA". Sehingga perintah tersebut berarti "melaksanakannya dengan baik, khusyuk dan bersinambung sesuai dengan sarat, rukun dan sunnahnya."

Wallahu a’lam


Rabu, 11 Januari 2017

Khittah Ajaran Salaf Saleh

(فَصْلٌ) فِيْ بَيَانِ خِطَّةِ السَّلَفِ الصَّالِحِ، وَبَيَانِ الْمُرَادِ بِالسَّوَادِ الْأَعْظَمِ
فِيْ هَذَا الْحِيْنِ، وَبَيَانِ أَهَمِّيَّةِ الْإِعْتِمَادِ بِأَحَدِ الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ

Pasal 3
Untuk menjelaskan Tentang Khittah Ajaran Salaf Saleh

Dan Menjelaskan Yang Dikehendaki Assawaadul A’zham di era ini
Dan Menjelaskan  pentingnya berpegang teguh pada salah satu madzhab yang empat

إِذَا فَهِمْتَ مَا ذُكِرَ عَلِمْتَ أَنَّ الْحَقَّ مَعَ السَّلَفِيِّيْنَ الَّذِيْنَ كَانُوْا عَلَى خِطَّةِ السَّلَفِ الصَّالِحِ، فَإِنَّهُمْ اَلسَّوَادُ الْأَعْظَمُ، وَهُمْ اَلْمُوَافِقُوْنَ عُلَمَاءَ الْحَرَمَيْنِ
الشَّرِيْفَيْنِ وَعُلَمَاءِ الْأَزْهَرِ الشَّرِيْفِ اَلَّذِيْنَ هُمْ قُدْوَةُ رَهْطِ أَهْلِ الْحَقِّ وَفِيْهِمْ عُلَمَاءُ لَا يُمْكِنُ اِسْتِقْصَاءُ جَمِيْعِهِمْ مِنْ اِنْتِشَارِهِمْ فِي الْأَقْطَارِ وَالْآفَاقَ كَمَا لَا يُمْكِنُ إِحْصَاءُ نُجُوْمِ السَّمَاءَ.

Dengan pemahaman di atas, diketahui bahwa sesungguhnya kebenaran yang haqiqi itu berpihak pada kalangan salafiyyin generasi terdahulu yang berpijak pada khittah Salaf Saleh. Merekalah  Assawadul A’zhamMereka  menyepakati konsepsi-konsepsi agama yang ditetapkan oleh ulama-ulama Haramain Syarifain (Makkah dan Madinah) dan ulama-ulama Al-Azhar yang mulia, kesemuanya adalah menjadi panutan kelompok Ahlul  HaqDisana banyak ulama yang tidak bisa dihitung berapa jumlahnya, karena menyebarnya tempat domisili mereka diberbagai daerah, sebagaimana tidak  dapat menghitung bintang gumintang di langit.

وَقَدْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {إِنَّ اللهَ تَعَالَى لَا يَجْمَعُ أُمَّتِيْ عَلَى ضَلَالَةٍ، وَيَدُ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ، مَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ} رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ. زَادَ ابْنُ مَاجَهْ: {فَإذَا وَقَعَ الإِخْتِلاَفُ فَعَلَيْكَ بِالسَّوَادِ الأَعْظَمِ} مَعَ الْحَقِّ وَأَهْلِهِ. وَفِي الْجَامِعِ الصَّغِيْرِ: {إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ أَجَارَ أُمَّتِيْ أَنْ تَجْتَمِعَ عَلَى ضَلَالَة}

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak akan menghimpun umatku di atas kesesatan. Dan tangan Allah di atas al-jama’ah .” (HR. Tirmidzi)  

Ibn Majah menambahkan (riwayat) : Maka jika terjadi perselisihan, berpeganglah pada as Sawaadul A’zham yaitu al haq dan ahlul haq

Didalam kitab “Al Jami’ Ashshagier” disebutkan :
“Sesungguhnya Allah menyelamatkan umatku dari bersepakat atas perbuatan sesat”

وَأَكْثَرُهُمْ أَهْلُ الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ، فَكَانَ الْإِمَامُ الْبُخَارِيُّ شَافِعِيًّا، أَخَذَ عَنِ الْحُمَيْدِيِّ وَالزَّعْفَرَانِيِّ وَالْكَرَابِيْسِيِّ. وَكَذَلِكَ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالنَّسَائِيُّ.
 وَكَانَ الْإِمَامُ الْجُنِيْدُ ثَوْرِيًّا، وَالشِّبْلِيُّ مَالِكِيًّا، وَالْمُحَاسِبِيُّ شَافِعِيًّا، وَالْجَرَيْرِيُّ حَنَفِيًّا، وَالْجِيْلَانِيُّ حَنْبَلِيًّا، وَالشَّاذِلِيُّ مَالِكِيًّا .

Mayoritas dari mereka adalah pengikut Al-Madzahib al-Arba’ah. Imam Bukhari adalah bermadzhab Syafi’i beliau mengambil dari Imam Humaidi, Al -Za’farani, dan  Karabi’isi, demikian juga Imam Ibnu Khuzaimah dan Imam Nasa’i. Imam Junaid adalah pengikut Imam Tsauri Imam Syibli adalah pengikut madzhab Maliki, Imam Muhaasibi adalah bermadzhab Syafi’i. Imam Al-Jariry merupakan Penganut Imam Hanafi. Syaikh Abdul Qadir al-Jailani bermadzhab Hanbali, Imam Abu Hasan Al-Syadzili pengikut madzhab Maliki.

فَالتَّقَيُّدُ بِمَذْهَبٍ مُعَيَّنٍ أَجْمَعُ لِلْحَقِيْقَةِ، وَأَقْرَبُ لِلتَّبَصُّرِ، وَأَدْعَى لِلتَّحْقِيْقِ، وَأَسْهَلُ تَنَاوُلًا. وَعَلَى هَذَا دَرَّجَ اَلْأَسْلَافُ الصَّالِحُوْنَ، وَالشُّيُوْخُ الْمَاضُوْنَ رِضْوَانُ اللهِ تَعَالَى عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ.

Maka dengan mengikuti satu madzhab tertentu akan lebih dapat terfokus pada satu nilai kebenaran yang haqiqi, lebih dapat memahami secara mendalam dan akan lebih memudahkan dalam mengimplementasikan amalan. Dengan menentukan pada satu pilihan madzhab inilah berarti ia telah pula melakukan jalan yang juga ditempuh oleh Salafunashshalih , mudah-mudahan keridloan Allah terlimpah curahkan pada mereka semua.

فَنَحْنُ نَحُضُّ إِخْوَانَنَا عَوَامَّ الْمُسْلِمِيْنَ أَنْ يَتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَأَنْ لَا يَمُوْتُوْا إِلَّا وَهُمْ مُسْلِمُوْنَ، وَأَنْ يُصْلِحُوْا ذَاتَ الْبَيْنِ مِنْهُمْ، وَأَنْ يَصِلُو الْأَرْحَامَ، وَأَنْ يُحْسِنُوْا إِلَى الْجِيْرَانِ وَالْأَقَارِبِ وَالْإِخْوَانِ، وَأَنْ يَعْرِفُوْا حَقَّ الْأَكَابِرِ، وَأَنْ يَرْحَمُوْا الضُّعَفَاءَ وَالْأصَاغِرَ وَنَنْهَاهُمْ عَنِ التَّدَابُرِ وَالتَّبَاغُضِ وَالتَّقَاطُعِ وَالتَّحَاسُدِ وَالْإفْتِرَاقِ وَالتَّلَوُّنِ فِي الدِّيْنِ،

Kami menghimbau kepada kawan-kawan kami, orang awam dari mayoritas kaum muslimin agar senantiasa bertaqwa kepada Allah haqqatuqaatih, dan senantiasa berharap agar tidak meninggalkan dunia yang fana ini kecuali sebagai orang Islam. Dan agar melakukan rekonsiliasi dengan  orang  yang berselisih antara mereka. Merekatkan tali persaudaraan, bersikap dan berperilaku baik terhadap semua tetangga, kerabat dan seluruh teman, dapat memahami dan melaksanakan hak-hak para pemimpin, bersikap santun dan belas kasihan terhadap kaum dlu’afa dan kalangan wong cilik.

Kita berusaha mencegah mereka dari segala bentuk permusuhan, saling benci-membenci, memutuskan hubungan, hasut-menghasut, sekterianisme dan membentuk sekte-sekte baru yang mengkotak-kotakkan Agama

وَنَحُثُّهُمْ أَنْ يَكُوْنُوْا إِخْوَانًا، وَعَلَى الْخَيْرِ أَعْوَانًا، وَأَنْ يَعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا، وَأَنْ لَا يَتَفَرَّقُوْا، وَأَنْ يَتَّبِعُوا الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ وَمَا كَانَ عَلَيْهِ عُلَمَاءُ الْأُمَّةِ كَالْإِمَامِ أَبِيْ حَنِيْفَةَ وَمَالِكِ بْنِ أَنَسٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ، فَهُمْ اَلَّذِيْنَ قَدْ اِنْعَقَدَ الْإِجْمَاعُ عَلَى امْتِنَاعِ الْخُرُوْجِ عَنْ مَذَاهِبِهِمْ،

Kami menghimbau pada mereka semua untuk bersatu, bersahabat, tolong menolong dalam kebaikan, berpegang teguh pada agama Allah yang kokoh, dan menghindari perpecahan. Hendaknya tetap eksis berpedoman pada Al Kitab dan Assunnah , dan apa saja yang menjadi tuntunan para ulama panutan umat semisal  Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal radhiyallaahu ‘anhum . Ijma’ menetapkan larangan keluar dari madzhab-madzhab mereka.

وَأَنْ يُعْرِضُوْا  عَمَّا أُحْدِثَ مِنَ الْجَمْعِيَّةِ الْمُخَالِفَةِ لِمَا عَلَيْهِ الْأَسْلَافُ الصَّالِحُوْنَ، فَقَدْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {مَنْ شَذَّ شَذَّ إِلىَ النَّارِ}،

Hendaknya  mereka juga berpaling dari segenap bentuk organisasi-organisasi baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang dibangun oleh Assalaf Ashshalihin.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Barang siapa memisahkan diri (dari mayoritas) maka ia akan terpisah di neraka".

وَأَنْ يَكُوْنُوْا مَعَ الْجَمَاعَةِ الَّتِيْ عَلَى طَرِيْقَةِ الْأَسْلَافِ الصَّالِحِيْنَ، فَقَدْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَأَنَا آمُرُكُمْ بِخَمْسٍ أَمَرَنِيَ اللهُ بِهِنَّ: اَلسّمْعِ وَالطَاعَةِ وَالْجِهَادِ وَالْهِجْرَةِ وَالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ قِيْدَ شِبْرٍ، فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الْإِسْلاَمِ مِنْ عُنُقِهِ}، وَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: {عَلَيْكُمْ بِالْجَماعَةِ، وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مَعَ الْاِثْنَيْنِ أَبْعَدُ. وَمَنْ أَرَادَ بُحْبُوْبَةَ الْجَنّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَماعَةَ}.

Untuk itu hendaknya mereka tetap konsisten memegangi Al Jama’ah ‘alaa thariqatissalaf Ashshaalihin.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Aku perintahkan pada kalian semua untuk melaksanakan lima hal, dimana Allah telah memerintahkan hal itu padaku, yakni bersedia untuk mendengarkan, taat dan siap untuk berjihad, melakukan hijrah dan bergabung masuk dalam bingkai Al-Jamaah. Sesungguhnya seseorang yang berpisah dari jamaah walaupun hanya sejengkal, berarti sungguh ia telah melepaskan ikatan tali keislamannya dari lehernya”.

Sayyidina Umar bin Khattab berkata:
“Berpegang teguhlah kalian semua pada Al-Jama’ah, hindarkan diri kalian dari segala bentuk perpecahan, karena sesungguhnya syetan ketika menyertai anda seorang diri saja, maka dengan sangat mudah ia menaklukkannya dibanding ketika ia menyertai dua orang yang bersekutu, barang siapa bermaksud dan ingin mendapat kenikmatan hidup di dalam surga maka tetaplah bersama Al-Jama’ah”.



Senin, 09 Januari 2017

Cinta Tanah Air Bagian dari Iman

HUBBUL WATHAN MINAL IMAN
(cinta tanah air sebagian dari iman)


Seseorang menyatakan bahwa cinta tanah air Indonesia tidak disyariatkan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa‘hubbul wathan minal iman’ (cinta tanah air sebagian dari iman) bukanlah hadits sehingga mencintai Indonesia sebagai tanah air itu bukan sesuatu yang masyru` atau disyariatkan karena tidak ada dalilnya.

Untuk menanggapinya dalam perspektif syariat pembahasannya adalah :



PENGERTIAN CINTA TANAH AIR

Tanah air sebagaimana yang kita ketahui bersama adalah negeri tempat kelahiran. Al-Jurjani mendefiniskan hal ini dengan istilah al-wathan al-ashli yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya.

اَلْوَطَنُ الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ

Artinya, “Al-wathan al-ashli adalah tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya,” (Lihat Ali bin Muhammad bin Ali Al-Jurjani, At-Ta`rifat, Beirut, Darul Kitab Al-‘Arabi, cet ke-1, 1405 H, halaman 327).

Dari definisi ini maka dapat dipahami bahwa tanah air bukan sekadar tempat kelahiran tetapi juga termasuk di dalamnya adalah tempat di mana kita menetap. Dapat dipahami pula bahwa mencintai tanah air adalah berarti mencintai tanah kelahiran dan tempat di mana kita tinggal.

Pada dasarnya setiap manusia itu memiliki kecintaan kepada tanah airnya sehingga ia merasa nyaman menetap di dalamnya, selalu merindukannya ketika jauh darinya, mempertahankannya ketika diserang dan akan marah ketika tanah airnya dicela. Dengan demikian mencintai tanah air adalah sudah menjadi tabiat dasar manusia.

EKSPRESI CINTA TANAH AIR ROSULALLAH SHOLLALLAHU ALAIHI WASALLAM 

Rasulullah SAW sendiri pernah mengekspresikan kecintaanya kepada Mekah sebagai tempat kelahirannya. Hal ini bisa kita lihat dalam penuturan Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan dari Ibnu Hibban berikut ini:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ، وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ
Artinya, “Dari Ibnu Abbas RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Alangkah baiknya engkau sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu,” (HR Ibnu Hibban).

Di samping Mekah, Madinah adalah juga merupakan tanah air Rasulullah SAW. Di situlah beliau menetap serta mengembangkan dakwah Islamnya setelah terusir dari Mekah. Di Madinah Rasulullah SAW berhasil dengan baik membentuk Negara (Nation State) Madinah dengan ditandai lahirnya konstitusinya yaitu WATSIQAH MADINAH atau yang biasa disebut oleh kita dengan nama PIAGAM MADINAH.

Kecintaan Rasulullah SAW terhadap Madinah juga tak terelakkan. Karenanya, ketika pulang dari bepergian, Beliau memandangi dinding Madinah kemudian memacu kendarannya dengan cepat. Hal ini dilakukan karena kecintaannya kepada Madinah.

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدْرَانِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا

Artinya, “Dari Anas RA bahwa Nabi SAW apabila kembali dari berpergian, beliau melihat dinding kota Madinah, maka lantas mempercepat ontanya. Jika di atas atas kendaraan lain (seperti bagal atau kuda,pen) maka beliau menggerak-gerakannya karena kecintaanya kepada Madinah,” (HR Bukhari).

Apa yang dilakukan Rasulullah SAW ketika kembali dari bepergian, yaitu memandangi dinding Madinah dan memacu kendaraannya agar cepat sampai di Madinah sebagaimana dituturkan dalam riwayat Anas RA di atas, menurut keterangan dalam kitab Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani menunjukkan atas keutamaan Madinah disyariatkannya cinta tanah air.

وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّةِ حُبِّ الْوَطَنِ وَالْحَنِينِ إِلَيْهِ

Artinya, “Hadits tersebut menunjukan keutamaan Madinah dan disyariatkannya mencitai tanah air serta merindukannya” (Lihat, Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, Beirut, Darul Ma’rifah, 1379 H, juz III, halaman 621).

Dari penjelasan singkat ini maka setidaknya kita dapat menarik kesimpulan bahwa mencintai tanah air merupakan tabiat dasar manusia, di samping itu juga dianjurkan oleh syara` (agama) sebagaimana penjelasan dalam kitab karya Ibnu Hajar Al-Asqalani yang dikemukakan di atas. 

Kesimpulannya adalah bahwa mencintai tanah air bukan hanya karena tabiat, tetapi juga lahir dari bentuk dari keimanan kita. Karenanya, jika kita mendaku diri sebagai orang yang beriman, maka mencintai Indonesia sebagai tanah air yang jelas-jelas penduduknya mayoritas Muslim merupakan keniscayaan. Inilah makna penting pernyataan hubbul wathan minal iman (Cinta tanah air sebagian dari iman).

NKRI merupakan Darus Salam yang melindungi Keselamatan, Keamanan, Kesejahteraan segenap warga negaranya. Negri yang dilahirkan dari tangan para Ulama dan perjuangan para syuhada, ekspresi nilai-nilai keimanan seorang Muslim yang bertumpah darah di Negri tercinta Indonesia tentu membangun dan mempertahankan keutuhan negri ini bagi kemaslahatan Umat. Cintailah negeri kita dengan terus merawat dan menjaganya dari setiap upaya yang dapat menghancurkannya. Hal inilah yang sering disemboyankan dalam istilah HUBBUL WATHAN MINAL IMAN (Cinta tanah air sebagian dari iman).

Wallahu a’lam

Minggu, 08 Januari 2017

PRESIDEN JOKOWI MAULIDUR ROSUL

Peringatan Maulid Nabi di Kanzus Sholawat Pekalongan
Ahad, 8 Januari 2017


Habib Luthfy  bersama Presiden JOKOWI menghadiri peringatan Maulid Nabi di Kanzus Sholawat Pekalongan, Ahad (8/1) di hadapan ratusan ribu jama'ah

Rais Aam Idaroh Aliyah Jam'iyyah Ahlit Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyyah (Jatman) Habib Luthfy bin Yahya mendukung sepenuhnya Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia (RI) Ke-7. Presiden Jokowi, kata Habib Luthfy, adalah presiden terpilih yang sah dan legal.

Dalam sambutannya Habib Luthfy  mengatakan :
"NU selalu memposisikan diri di tempat netral, intinya habib luthfi mendukung pemerintahan bekerja, siapapun presidennya dari dulu juga beliau dukung, pesan beliau jangan ribut sendiri, bersatu jangan pecah belah apalagi malah menambahi beban pemerintah dlm memajukan bangsa ini "

"Kita tidak mau Indonesia terpecah-belah. Kita tidak mau Indonesia tercerai-berai. Mari kita jaga persatuan dan kesatuan untuk tegaknya NKRI. Saya dekat dengan TNI dan Polri serta kepada seluruh elemen masyarakat dan bangsa semata-mata untuk keutuhan NKRI," ujar Habib sebelum memulai pembacaan maulid Simtud Duror.
Jokowi menyempatkan hadir secara khusus pada peringatan maulid nabi yang diadakan Habib Luthfy karena dirinya diundang. Kegiatan peringatan maulid nabi yang digelar setiap tahun ini baru bisa dihadiri pada tahun ketiga Jokowi menjabat sebagai presiden.
Saat memberikan kata sambutan, Jokowi mengucapkan terima kasih kepada khodimul maulid Habib Luthfy bin Yahya yang telah memulai acara dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan pembacaan teks Pancasila.
"Saya mengucapkan terima kasih di awal acara ada menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan pembacaan teks Pancasila. Itu saya temukan di sini di acara maulid nabi di Pekalongan," ujar Jokowi sambil melirik Habib Luthfy yang berdiri di sampingnya.
“Seperti dicontohkan Nabi dalam hal politik, kekuatan politik. Rasul pernah membentuk kontrak politik dengan semua unsur, dengan semua komponen masyarakat, melalui Piagam Madinah untuk mempersatukan, untuk kesatuan. Dengan piagam ini, jelas sekali bahwa ajaran Islam, umat Islam, menghargai kemajemukan suku, kemajemukan golongan, beraneka macamnya agama,” ucap Presiden Jokowi
Tampak hadir mendampingi Presiden, Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Imam Nahrawi, Panglima TNI Jend TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Jend Polisi Tito Karnavian, Gubernur Jateng, Pangdam IV/Diponegoro, Kapolda Jateng, Bupati dan Walikota se-Jawa Tengah. (NU)



DALIL KENDURI ARWAH / TAHLILAN 01

HADITS SAHABAT KENDURI / SEDEKAH MAKAN UNTUK MERAHMATI ARWAH SELAMA 7 HARI KEMATIAN

حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِ بْنِ مَالِكِ ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلَ ثَنَا أَبِي ثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ ثَنَا اْلأَشْجَعِي عَنْ سُفْيَانَ (الثَّوْرِيّ) قَالَ قَالَ طَاوُوْسٌ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِي قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أْنْ يُطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ اْلأَيَّامَ

(المطالب العلية للحافظ ابن حجر 5 / 330 وحلية الأولياء لابي نعيم الاصبهاني ج 4 / 11  وصفة الصفوة لأبي الفرج عبد الرحمن بن علي بن محمد بن الجوزي 1 / 20 والبداية والنهاية لابن كثير 9 / 270 وشرح صحيح البخارى لابن بطال 3 / 271 وعمدة القاري شرح صحيح البخارى للعيني 12 / 277)


"Imam Ahmad mengutip pernyataan Thawus: Sesungguhnya orang-orang yang mati mendapatkan ujian di kubur mereka selama 7 hari. Maka para sahabat senang untuk memberi sedekah pada 7 hari tersebut"

(Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-Aliyah V/330, Abu Nuaim dalam Hilyat al-Auliya' IV/11, Ibnu al-Jauzi dalam Shifat al-Shafwah I/20, Ibnu Katsir  dalam al-Bidayah wa al-Nihayah IX/270, Ibnu Baththal dalam Syarah al-Bukhari III/271 dan al-Aini dalam Umdat al-Qari Syarah Sahih al-Bukhari XII/277, Al-Hawiy Lil Fataawi Li Suyuthi Juz II/ 183)

Hadits Thawus ini hukumnya adalah hadits Marfu’ Muttashil karena Thawus masih ketemu 50 orang dari kalangan sahabat Nabi. Dia Lahir tahun 33 H, wafat di Mekkah tahun 106 H.

Bagi ahli hadits dan ahli ushul di dalamnya ada dua penafsiran :
1. Penafsiran pertama : Artinya orang selalu melakukan (menghidangkan makanan merupakan shodaqoh) untuk orang matinya di jaman Rasulallah , beliau mengetahui dan beliau ikrarkan.
2. Penafsiran kedua : Artinya orang selalu melakukan (menghidangkan makanan merupakan shodaqoh) untuk orang matinya di zaman Shahabat,

Hadits Thawus tersebut mengandung dua masalah :
1. Dasar Aqidah yaitu adanya fitnah dalam qubur selama 7 hari
2. Hukum Syar’iy far’iy yaitu, disunnahkan bersedekah menghidangkan makanan pahalanya diniatkan untuk mayyit / almarhum selama 7 hari.

Imam al Hafizh asy suyuthi mengatakan :
Disyariatkan memberikan shodaqoh berupa makanan karena ada kemungkinan orang (yang mati) itu memiliki dosa yang memerlukan penghapusan sebagaimana keutamaan shodaqoh dan (amalan) sesamanya. Maka menjadilah shoodaqoh itu bantuan baginya atas keringanan dosanya sehingga diringankan darinya kehebatan pertanyaan di dalam kubur dan kesukaran menghadapi malaikat karena kekerasannya dan gertakannya. (Al-Hawiy Lil Fataawi Li Suyuthi Juz II/ 192)


Maka sungguh keji bila ada sebagian orang karena kedangkalan ilmunya membuat fitnah keji bahwa TAHLILAN SELAMA 7 HARI adalah AMALIAH HINDU.

Sabtu, 07 Januari 2017

Berkumpul Bersama Keluarga di Surga

ORANG-ORANG BERIMAN AKAN DIKUMPULKAN  BERSAMA KELUARGA DI SURGA

(Tafsir Imam Ibnu katsir Surat Al Mu’min : 8)


رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,
(QS.  Al Mu’min [40] : 8)

Dalam kitab tafsirnya Imam Ibnu katsir menjelaskan :

Artinya, kumpulkanlah mereka dengan orang-orang tersebut agar mereka senang karena berkumpul dengan keluarganya di tempat-tempat yang bersebelahan.

Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. (At-Thur: 21)

Yaitu Kami samakan di antara mereka dalam tempat tinggal agar hati mereka senang, tanpa Kami kurangi pahala orang yang banyak amalnya dengan pahala orang yang sedikit amalnya agar menjadi sama. Tetapi Kami tambahkan kepada orang yang sedikit amalnya sehingga menjadi sama dengan orang yang banyak amalnya dari kalangan mereka; maka meratalah pahala amal mereka; hal ini sebagai karunia dan kemurahan dari Kami.

Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa sesungguhnya seorang mukmin itu apabila masuk surga, maka ia menanyakan tentang kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya, di manakah mereka berada. Maka dikatakan kepadanya, bahwa sesungguhnya mereka tidak setingkat denganmu dalam amalannya. Maka berkatalah ia, "Sesungguhnya aku beramal untuk diriku dan untuk mereka." Maka digabungkanlah mereka dengannya dalam tingkatan yang sama.

Kemudian Sa'id ibnu Jubair membaca ayat ini, yaitu firman Allah Swt.: Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Mu’min: 8)


Wallahu a’lam

Jumat, 06 Januari 2017

Orang yang haram neraka

AKHLAQ YANG MENGHARAMKAN SESEORANG DARI NERAKA

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud ra, Rasulullah Saw bersabda:

ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻣَﺴْﻌُﻮﺩٍ، ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ،ﻗَﺎﻝَ : ﺃَﻻَ ﺃُﺧْﺒِﺮُﻛُﻢْ ﺑِﻤَﻦْ ﺗُﺤَﺮَّﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭُ؟ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ : ﺑَﻠَﻰ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﻗَﺎﻝَ : ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻫَﻴِّﻦٍ، ﻟَﻴِّﻦٍ، ﻗَﺮِﻳﺐٍ، ﺳَﻬْﻞٍ .

Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam berkata, "Maukah kalian aku tunjukkan orang yang haram (tersentuh api) neraka?. Para sahabat berkata,  "Iya, wahai Rasulallah!". Beliau menjawab, "(Haram tersentuh api neraka) orang yang HAYYIN, LAYYIN, QORIB, SAHLIN" .
(HR. At Tirmidzi dan Ibnu Hiban)

1. HAYYIN (rendah hati),

Orang yang memiliki ketenangan dan keteduhan dzahir maupun batin. Penuh pertimbangan, tidak labil gampang marah, grusa-grusu dalam segala hal. Tidak gampangan memaki, melaknat dan ngamuk tersulut berita yang sampai padanya.  Orang yang ketika ada masalah tidak langsung emosi, tetapi selalu berusaha untuk bertabayyun dulu, tidak terburu-buru menyimpulkan atau menghakimi setiap orang yang melakukan kesalahan. Orang yang memiliki sifat Hayyin akan senantiasa berpikir positif tetang orang lain. Teduh jiwanya...

2. LAYYIN (lembah lembut)

Orang yang lembut dan kalem, baik dalam bertutur-kata atau berbuat. Tidak kasar, main cantik sesuai aturan, tidak semaunya sendiri, segalanya tertata rapi. Tidak galak yang suka memarahi orang yang berbeda pendapat dengannya. Identik tidak suka melakukan pemaksaan pendapat.Lemah lembut dan selalu menginginkan kebaikan untuk saudaranya sesama muslim.

3. QORIB (dekat dengan manusia)

Orang yang supel, gampang dekat dan akrab dengan orang lain. Menunjukkan keakraban, ramah dan menyenangkan orang bagi yang mengajak bicara. Tidak acuh tak acuh, cuek, gampang berpaling. Biasanya murah senyum jika bertemu dan wajahnya berseri-seri dan enak dipandang.Mudah untuk diajak berteman.

4. SAHLIN (mudah dalam bermu'amalah)

Orang yang "gampangan", tidak mempersulit sesuatu. Selalu ada solusi bagi setiap permasalahan. Tidak suka berbelit-belit, tidak menyusahkan dan membuat orang lain lari dan menghindar.

Empat sifat luhur yang menunjukkan kulitas akhlaq yang mulia. Akhlaq mulia yang menyebabkan dicintai Allah dan segenap makhluq. Dengan ridho-NYA mejauhkan orang yang memiliki sifat tersebut dari Adzab Neraka.

Semoga Allah berikan sifat yang demikianmemiliki ahlaqkul karimah.
Amiin Yaa Robbal alamin.


iklan