iklan banner

Rabu, 28 Desember 2016

AT-TIBYAN MASALAH 25

IMAM NAWAWI 
 “At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran”

MASALAH KE-25:
MEMELIHARA MEMBACA AL-QUR’AN PADA WAKTU MALAM.

Hendaklah seorang penghafaz Al-Qur’an lebih banyak membaca Al-Qur’an pada waktu malam dan dalam sembahyang malam.

Allah berfirman:
“…diantara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah s.w.t pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sholat). Mereka beriman kepada Allah s.w.t dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) berbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang sholeh. (QS Ali Imran: 113-114)

Diriwayatkan dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim dari Rasulullah s.a.w bahawa baginda bersabda:
 “Sebaik-baik lelaki ialah Abdullah, seandainya di sembahyang pada waktu malam.”

Dalam hadits lainnya dalam kitab Shahih disebutkan bahawa Nabi s.a.w bersabda:
“Wahai Abdullah, janganlah engkau menjadi seperti si fulan; dia kerjakan sembahyang malam, kemudian meninggalkannya.”

Diriwayatkan oleh Thabrani dan lainnya dari Sahl bin Sa’ad ra dari Rasulullah s.a.w baginda bersabda: “Kemulian orang mukmin adalah sembahyang di malam hari.”

Banyak hadits dan athar diriwayatkan berkenaan dengan hal ini.

Diriwayatkan dari Abu Ahwash Al-Jusyamiy, katanya: “Ada orang mendatangi sebuah kemah pada waktu malam. Dia mendengar suara dari penghuninya seperti dengungan lebah. Katanya: “Kenapa mereka merasa aman dari apa yang ditakutkan oleh orang lain?”

Diriwayatkan dari Ibrahim An-Nakha’I bahawa dia berkata: “Bacalah Al-Qur’an pada waktu malam, walaupun lamanya seperti memerah susu kambing.” Diriwayatkan dari Yazid Ar-Raqasyi, katanya: “Jika aku tidur, kemudian aku terbangun, kemudian aku tidur, maka kedua mataku tidak dapat tidur.”

Saya katakan: “Sesungguhnya sembahyang malam dan membaca AlQur’an ketika itu amat  diutamakan kerana ia lebih menyatukan hati dan lebih jauh dari hal-hal yang menyibukkan dan melalaikan. Di samping itu ia lebih mampu menjaga dari riya’ dan hal-hal lain yang sia-sia. Dan ia menjadi sebab timbulnya kebaikan-kebaikan pada waktu malam.”

Sesungguhnya Isra’ Rasulullah s.a.w terjadi pada waktu malam.

disebut di dalam hadits:
“Tuhanmu turun setiap malam ke langit dunia ketika berlalu sepertiga malam yang awal,  kemudian berkata: “Aku adalah Raja (2x), siapa yang memohon daripada-Ku maka Aku perkenankan.”

Diriwayatkan dalam hadits bahawa Rasulullah s.a.w bersabda:
 “Pada waktu malam ada suatu saat di mana Allah s.w.t mengabulkan doa setiap malam.”

Diriwayatkan oleh penulis Bahjatul Asraar dengan isnadnya dari Sulaiman Al-Anmathi, katanya: “Aku pernah melihat Ali bin Abu Thalib ra dalam mimpi berkata: “Kalau bukan kerana orang yang sembahyang di malam hari dan lainnya puasa pada waktu siang. Niscaya bumimu telah digoncangkan dari bawahmu kerana kamu kaum yang buruk dan tidak taat.”

Ingatlah bahawa keutamaan sembahyang malam dan membaca AlQur’an ketika itu akan  menghasilkan sesuatu dan tercapainya yang sedikit dan yang banyak. Semakin banyak hal itu dilakukan, semakin baik, kecuali jika meliputi seluruh malam kerana yang demikian itu makruh dan boleh membahayakan dirinya.

Hal yang menunjukkan tercapainya keutamaan itu dengan amalan walaupun sedikit ialah hadits Abdullah bin Amrin Ibnu Al-Ash ra, katanya: Rasulullah s.a.w bersabda:
“Barangsiapa sembahyang malam dan membaca sepuluh ayat, dia tidak ditulis (dimasukkan) kedalam golongan orang yang lalai. Barangsiapa yang sembahyang dengan membaca seratus ayat, dia ditulis dalam golongan orang yang taat. Dan barangsiapa yang sembahyang membaca seribu ayat, dia ditulis ke dalam golongan orang yang berlaku adil.”  (Riwayat Abu Dawud dan lainnya)


Ath-Tha’labi menceritakan dari Ibnu Abbas ra, katanya: “Barangsiapa sembahyang dua rakaat pada waktu malam, lalu dia bermalam dalam keadaan sujud dan berdiri menghadap Allah s.w.t.”

Selasa, 27 Desember 2016

Pasal 3 Assawaadul A’zham - madzab 4

(فَصْلٌ) فِيْ بَيَانِ خِطَّةِ السَّلَفِ الصَّالِحِ، وَبَيَانِ الْمُرَادِ بِالسَّوَادِ الْأَعْظَمِ
فِيْ هَذَا الْحِيْنِ، وَبَيَانِ أَهَمِّيَّةِ الْإِعْتِمَادِ بِأَحَدِ الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ

Pasal 3
Untuk menjelaskan Tentang Khittah Ajaran Salaf Saleh

Dan Menjelaskan Yang Dikehendaki Assawaadul A’zham di era ini
Dan Menjelaskan  pentingnya berpegang teguh pada salah satu madzhab yang empat

إِذَا فَهِمْتَ مَا ذُكِرَ عَلِمْتَ أَنَّ الْحَقَّ مَعَ السَّلَفِيِّيْنَ الَّذِيْنَ كَانُوْا عَلَى خِطَّةِ السَّلَفِ الصَّالِحِ، فَإِنَّهُمْ اَلسَّوَادُ الْأَعْظَمُ، وَهُمْ اَلْمُوَافِقُوْنَ عُلَمَاءَ الْحَرَمَيْنِ
الشَّرِيْفَيْنِ وَعُلَمَاءِ الْأَزْهَرِ الشَّرِيْفِ اَلَّذِيْنَ هُمْ قُدْوَةُ رَهْطِ أَهْلِ الْحَقِّ وَفِيْهِمْ عُلَمَاءُ لَا يُمْكِنُ اِسْتِقْصَاءُ جَمِيْعِهِمْ مِنْ اِنْتِشَارِهِمْ فِي الْأَقْطَارِ وَالْآفَاقَ كَمَا لَا يُمْكِنُ إِحْصَاءُ نُجُوْمِ السَّمَاءَ.

Dengan pemahaman di atas, diketahui bahwa sesungguhnya kebenaran yang haqiqi itu berpihak pada kalangan salafiyyin generasi terdahulu yang berpijak pada khittah Salaf Saleh. Merekalah  Assawadul A’zhamMereka  menyepakati konsepsi-konsepsi agama yang ditetapkan oleh ulama-ulama Haramain Syarifain (Makkah dan Madinah) dan ulama-ulama Al-Azhar yang mulia, kesemuanya adalah menjadi panutan kelompok Ahlul  HaqDisana banyak ulama yang tidak bisa dihitung berapa jumlahnya, karena menyebarnya tempat domisili mereka diberbagai daerah, sebagaimana tidak  dapat menghitung bintang gumintang di langit.

وَقَدْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {إِنَّ اللهَ تَعَالَى لَا يَجْمَعُ أُمَّتِيْ عَلَى ضَلَالَةٍ، وَيَدُ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ، مَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ} رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ. زَادَ ابْنُ مَاجَهْ: {فَإذَا وَقَعَ الإِخْتِلاَفُ فَعَلَيْكَ بِالسَّوَادِ الأَعْظَمِ} مَعَ الْحَقِّ وَأَهْلِهِ. وَفِي الْجَامِعِ الصَّغِيْرِ: {إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ أَجَارَ أُمَّتِيْ أَنْ تَجْتَمِعَ عَلَى ضَلَالَة}

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak akan menghimpun umatku di atas kesesatan. Dan tangan Allah di atas al-jama’ah .” (HR. Tirmidzi)  

Ibn Majah menambahkan (riwayat) : Maka jika terjadi perselisihan, berpeganglah pada as Sawaadul A’zham yaitu al haq dan ahlul haq

Didalam kitab “Al Jami’ Ashshagier” disebutkan :
“Sesungguhnya Allah menyelamatkan umatku dari bersepakat atas perbuatan sesat”

وَأَكْثَرُهُمْ أَهْلُ الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ، فَكَانَ الْإِمَامُ الْبُخَارِيُّ شَافِعِيًّا، أَخَذَ عَنِ الْحُمَيْدِيِّ وَالزَّعْفَرَانِيِّ وَالْكَرَابِيْسِيِّ. وَكَذَلِكَ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالنَّسَائِيُّ.
 وَكَانَ الْإِمَامُ الْجُنِيْدُ ثَوْرِيًّا، وَالشِّبْلِيُّ مَالِكِيًّا، وَالْمُحَاسِبِيُّ شَافِعِيًّا، وَالْجَرَيْرِيُّ حَنَفِيًّا، وَالْجِيْلَانِيُّ حَنْبَلِيًّا، وَالشَّاذِلِيُّ مَالِكِيًّا .

Mayoritas dari mereka adalah pengikut Al-Madzahib al-Arba’ah. Imam Bukhari adalah bermadzhab Syafi’i beliau mengambil dari Imam Humaidi, Al -Za’farani, dan  Karabi’isi, demikian juga Imam Ibnu Khuzaimah dan Imam Nasa’i. Imam Junaid adalah pengikut Imam Tsauri Imam Syibli adalah pengikut madzhab Maliki, Imam Muhaasibi adalah bermadzhab Syafi’i. Imam Al-Jariry merupakan Penganut Imam Hanafi. Syaikh Abdul Qadir al-Jailani bermadzhab Hanbali, Imam Abu Hasan Al-Syadzili pengikut madzhab Maliki.

فَالتَّقَيُّدُ بِمَذْهَبٍ مُعَيَّنٍ أَجْمَعُ لِلْحَقِيْقَةِ، وَأَقْرَبُ لِلتَّبَصُّرِ، وَأَدْعَى لِلتَّحْقِيْقِ، وَأَسْهَلُ تَنَاوُلًا. وَعَلَى هَذَا دَرَّجَ اَلْأَسْلَافُ الصَّالِحُوْنَ، وَالشُّيُوْخُ الْمَاضُوْنَ رِضْوَانُ اللهِ تَعَالَى عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ.

Maka dengan mengikuti satu madzhab tertentu akan lebih dapat terfokus pada satu nilai kebenaran yang haqiqi, lebih dapat memahami secara mendalam dan akan lebih memudahkan dalam mengimplementasikan amalan. Dengan menentukan pada satu pilihan madzhab inilah berarti ia telah pula melakukan jalan yang juga ditempuh oleh Salafunashshalih , mudah-mudahan keridloan Allah terlimpah curahkan pada mereka semua.

فَنَحْنُ نَحُضُّ إِخْوَانَنَا عَوَامَّ الْمُسْلِمِيْنَ أَنْ يَتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَأَنْ لَا يَمُوْتُوْا إِلَّا وَهُمْ مُسْلِمُوْنَ، وَأَنْ يُصْلِحُوْا ذَاتَ الْبَيْنِ مِنْهُمْ، وَأَنْ يَصِلُو الْأَرْحَامَ، وَأَنْ يُحْسِنُوْا إِلَى الْجِيْرَانِ وَالْأَقَارِبِ وَالْإِخْوَانِ، وَأَنْ يَعْرِفُوْا حَقَّ الْأَكَابِرِ، وَأَنْ يَرْحَمُوْا الضُّعَفَاءَ وَالْأصَاغِرَ وَنَنْهَاهُمْ عَنِ التَّدَابُرِ وَالتَّبَاغُضِ وَالتَّقَاطُعِ وَالتَّحَاسُدِ وَالْإفْتِرَاقِ وَالتَّلَوُّنِ فِي الدِّيْنِ،

Kami menghimbau kepada kawan-kawan kami, orang awam dari mayoritas kaum muslimin agar senantiasa bertaqwa kepada Allah haqqatuqaatih, dan senantiasa berharap agar tidak meninggalkan dunia yang fana ini kecuali sebagai orang Islam. Dan agar melakukan rekonsiliasi dengan  orang  yang berselisih antara mereka. Merekatkan tali persaudaraan, bersikap dan berperilaku baik terhadap semua tetangga, kerabat dan seluruh teman, dapat memahami dan melaksanakan hak-hak para pemimpin, bersikap santun dan belas kasihan terhadap kaum dlu’afa dan kalangan wong cilik.

Kita berusaha mencegah mereka dari segala bentuk permusuhan, saling benci-membenci, memutuskan hubungan, hasut-menghasut, sekterianisme dan membentuk sekte-sekte baru yang mengkotak-kotakkan Agama

وَنَحُثُّهُمْ أَنْ يَكُوْنُوْا إِخْوَانًا، وَعَلَى الْخَيْرِ أَعْوَانًا، وَأَنْ يَعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا، وَأَنْ لَا يَتَفَرَّقُوْا، وَأَنْ يَتَّبِعُوا الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ وَمَا كَانَ عَلَيْهِ عُلَمَاءُ الْأُمَّةِ كَالْإِمَامِ أَبِيْ حَنِيْفَةَ وَمَالِكِ بْنِ أَنَسٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ، فَهُمْ اَلَّذِيْنَ قَدْ اِنْعَقَدَ الْإِجْمَاعُ عَلَى امْتِنَاعِ الْخُرُوْجِ عَنْ مَذَاهِبِهِمْ،

Kami menghimbau pada mereka semua untuk bersatu, bersahabat, tolong menolong dalam kebaikan, berpegang teguh pada agama Allah yang kokoh, dan menghindari perpecahan. Hendaknya tetap eksis berpedoman pada Al Kitab dan Assunnah , dan apa saja yang menjadi tuntunan para ulama panutan umat semisal  Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal radhiyallaahu ‘anhum . Ijma’ menetapkan larangan keluar dari madzhab-madzhab mereka.

وَأَنْ يُعْرِضُوْا  عَمَّا أُحْدِثَ مِنَ الْجَمْعِيَّةِ الْمُخَالِفَةِ لِمَا عَلَيْهِ الْأَسْلَافُ الصَّالِحُوْنَ، فَقَدْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {مَنْ شَذَّ شَذَّ إِلىَ النَّارِ}،

Hendaknya  mereka juga berpaling dari segenap bentuk organisasi-organisasi baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang dibangun oleh Assalaf Ashshalihin.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Barang siapa memisahkan diri (dari mayoritas) maka ia akan terpisah di neraka".

وَأَنْ يَكُوْنُوْا مَعَ الْجَمَاعَةِ الَّتِيْ عَلَى طَرِيْقَةِ الْأَسْلَافِ الصَّالِحِيْنَ، فَقَدْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَأَنَا آمُرُكُمْ بِخَمْسٍ أَمَرَنِيَ اللهُ بِهِنَّ: اَلسّمْعِ وَالطَاعَةِ وَالْجِهَادِ وَالْهِجْرَةِ وَالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ قِيْدَ شِبْرٍ، فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الْإِسْلاَمِ مِنْ عُنُقِهِ}، وَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: {عَلَيْكُمْ بِالْجَماعَةِ، وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مَعَ الْاِثْنَيْنِ أَبْعَدُ. وَمَنْ أَرَادَ بُحْبُوْبَةَ الْجَنّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَماعَةَ}.

Untuk itu hendaknya mereka tetap konsisten memegangi Al Jama’ah ‘alaa thariqatissalaf Ashshaalihin.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Aku perintahkan pada kalian semua untuk melaksanakan lima hal, dimana Allah telah memerintahkan hal itu padaku, yakni bersedia untuk mendengarkan, taat dan siap untuk berjihad, melakukan hijrah dan bergabung masuk dalam bingkai Al-Jamaah. Sesungguhnya seseorang yang berpisah dari jamaah walaupun hanya sejengkal, berarti sungguh ia telah melepaskan ikatan tali keislamannya dari lehernya”.

Sayyidina Umar bin Khattab berkata:

“Berpegang teguhlah kalian semua pada Al-Jama’ah, hindarkan diri kalian dari segala bentuk perpecahan, karena sesungguhnya syetan ketika menyertai anda seorang diri saja, maka dengan sangat mudah ia menaklukkannya dibanding ketika ia menyertai dua orang yang bersekutu, barang siapa bermaksud dan ingin mendapat kenikmatan hidup di dalam surga maka tetaplah bersama Al-Jama’ah”.


pasal2-penduduk-jawa-adalah-aswaja   << -- ARTIKEL TERKAIT --  >>                                           

Senin, 26 Desember 2016

DALIL KEWAJIBAN SHALAT

DALIL KEWAJIBAN SHALAT

Dalil kewajiban shalat telah termaktub dalam al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi saw.
Di antara ayat-ayat al-Qur’an yang mejelaskan tersebut adalah:

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (Q.S. thaaha: 14)

فَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتۡ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ كِتَٰبٗا مَّوۡقُوتٗا
Artinya: “Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.
(QS. al-Nisâ’ [04]: 103)

اُتْلُ مَا اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ اْلكِتٰبِ وَ اَقِمِ الصَّلوٰةَ، اِنَّ الصَّلوٰةَ تَنْهٰى عَنِ اْلفَحْشَآءِ وَ اْلمُنْكَرِ، وَ لَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ، وَ اللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Qur'an dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. [QS. Al-'Ankabuut : 45] 


Adapun dalil hadits mengenai kewajiban shalat di antaranya adalah hadits yang terdapat dalam kitab Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim:
فَرَّضَ اللهُ على أُمَّتِى لَيْلَةَ الإِسْرَاءِ خَمْسِيْنَ صَلاَةً فَلَمْ أَزَلْ أُرَاجِعُهُ وأَسْأَلهُُ ُالتَّخْفِيْفَ حَتّى جَعَلَهَا خَمْسًا فِىْ كُلِّ يَوْمٍ ولَيْلَةٍ
Artinya: “Allah SWT pada malam Isra’ mewajibkabkan atas umatku lima puluh shalat, kemudian aku terus-menerus kembali kepada Allah dan memohon keringan sehingga Allah menjadikannya menjadi lima shalat sehari semalam.”

Shalat fardhu yang wajib dikerjakan oleh segenap umat Islam adalah shalat lima waktu. Yaitu, shalat zhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan subuh.

عَنِ الشَّعْبِيّ اَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَدْ فُرِضَتِ الصَّلاَةُ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ بِمَكَّةَ. فَلَمَّا قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ ص اْلمَدِيْنَةَ زَادَ مَعَ كُلّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ، اِلاَّ اْلمَغْرِبَ فَاِنَّها وِتْرُ النَّهَارِ وَ صَلاَةُ اْلفَجْرِ لِطُوْلِ قِرَاءَتِهِمَا. قَالَ: وَ كَانَ اِذَا سَافَرَ صَلَّى الصَّلاَةَ اْلاُوْلَى. احمد
Dari ‘Asy-Sya’bi bahwa ‘Aisyah RA pernah berkata : Sungguh telah difardlukan shalat itu dua rekaat dua rekaat ketika di Makkah. Maka tatkala Rasulullah SAW tiba di Madinah (Allah) menambah pada masing-masing dua rekaat itu dengan dua rekaat (lagi), kecuali shalat Maghrib, karena sesungguhnya shalat Maghrib itu witirnya siang, dan pada shalat Fajar (Shubuh), karena panjangnya bacaannya”. Asy-Sya’bi berkata, “Dan adalah Rasulullah SAW apabila bepergian (safar), beliau shalat sebagaimana pada awalnya (dua rekaat)”. [HR. Ahmad 6 : 241]

Demikianlah dalil-dalil yang dijadikan landasan atas ketetapan kewajiban sholat yang lima waktu.


Wallahu a’lam

PASAL 2 PENDUDUK JAWA ADALAH ASWAJA DAN MACAM AHLI BIDAH

(فَصْلٌ) فِيْ بَيَانِ تَمَسُّكِ أَهْلِ جَاوَى بِمَذْهَبِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، وَبَيَانِ ابْتِدَاءِ ظُهُوْرِ الْبِدَعِ وَانْتِشَارِهَا فِيْ أَرْضِ جَاوَى، وَبَيَانِ أَنْوَاعِ الْمُبْتَدِعِيْنَ فِيْ هَذَا الزَّمَانِ

Pasal 2
Untuk menjelaskan penduduk Jawa berpegang kepada madzhab Ahlusunnah wal Jama’ah, dan awal kemunculan bid’ah dan meluasnya di Jawa, serta macam-macam ahli bid’ah di zaman ini

قَدْ كَانَ مُسْلِمُوا الْأَقْطَارِ الْجَاوِيَةِ فِي الْأَزْمَانِ السَّالِفَةِ الْخَالِيَةِ مُتَّفِقِي الْآرَاءِ وَالْمَذْهَبِ وَمُتَّحِدِي الْمَأْخَذِ وَالْمَشْرَبِ، فَكُلُّهُمْ فِي الْفِقْهِ عَلَى الْمَذْهَبِ النَّفِيْسِ مَذْهَبِ الْإِمَامِ مُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْسَ، وَفِيْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ عَلَى مَذْهَبِ الْإِمَامِ أَبِي الْحَسَنِ الْأَشَعَرِيِّ، وَفِي التَّصَوُّفِ عَلَى مَذْهَبِ الْإِمَامِ الْغَزَالِيِّ وَالْإِمَامِ أَبِي الْحَسَنِ الشَّاذِلِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ

Umat Islam yang mendiami wilayah Jawa sejak zaman dahulu telah bersepakat dan menyatu dalam pandangan keagamaannya. Di bidang fiqh, mereka berpegang kepada mazhab Imam Syafi’i, di bidang ushuluddin berpegang kepada mazhab Abu Al-Hasan Al-Asy’ari, dan di bidang tasawuf berpegang kepada mazhab Abu Hamid Al-Ghazali dan Abu Al-Hasan Al-Syadzili, semoga Allah meridhoi mereka semua.

ثُمَّ إِنَّهُ حَدَثَ فِيْ عَامِ اَلْفٍ وَثَلَاثِمِائَةٍ وَثَلَاثِيْنَ أَحْزَابٌ مُتَنَوِّعَةٌ وَآرَاءٌ مُتَدَافِعَةٌ وَأَقْوَالٌ مُتَضَارِبَةٌ، وَرِجَالٌ مُتَجَاذِبَةٌ، فَمِنْهُمْ سَلَفِيُّوْنَ قَائِمُوْنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ أَسْلَافُهُمْ مِنَ التَّمَذْهُبِ بِالْمَذْهَبِ الْمُعَيَّنِ وَالتَّمَسُّكِ بِالْكُتُبِ الْمُعْتَبَرَةِ الْمُتَدَاوِلَةِ، وَمَحَبَّةِ أَهْلِ الْبَيْتِ وَالْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ، وَالتَّبَرُّكِ بِهِمْ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا،
وَزِيَارَةِ الْقُبُوْرِ وَتَلْقِيْنِ الْمَيِّتِ وَالصَّدَقَةِ عَنْهُ وَاعْتِقَادِ الشَّفَاعَةِ وَنَفْعِ الدُّعَاءِ وَالتَّوَسُّلِ وَغَيْرِ ذَلِكَ. 

Kemudian pada tahun 1330 H  timbul berbagai pendapat yang saling bertentangan, isu yang bertebaran, dan pertikaian dikalangan para pemimpin Diantara mereka ada yang beraviliasi pada kelompok Salafiyyin yang memegang teguh tradisi para tokoh pendahulu mereka bermadzhab kepada satu madzhab tertentu dan berpegang teguh kitab-kitab mu’tabar, kecintaan terhadap Ahlul Bait Nabi, para wali dan orang-orang salih, selain itu juga tabarruk dengan mereka baik ketika masih hidup atau setelah wafat, ziarah kubur, mentalqin mayit, bersedekah untuk mayit, meyakini syafaat, manfaat doa dan tawassul serta lain sebagainya.

وَمِنْهُمْ فِرْقَةٌ يَتَّبِعُوْنَ رَأْيَ مُحَمَّدْ عَبْدُهْ وَرَشِيدْ رِضَا ، وَيَأْخُذُوْنَ مِنْ بِدْعَةِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ النَّجْدِيْ ، وَأَحْمَدَ بْنِ تَيْمِيَّةَ وَتِلْمِيْذَيْهِ ابْنِ الْقَيِّمِ وَعَبْدِ الْهَادِيْ

Di antara mereka (sekte yang muncul pada kisaran tahun 1330 H.), terdapat juga kelompok yang mengikuti pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Mereka melaksanakan kebid'ahan Muhammad bin Abdul Wahhab al-Najdy, Ahmad bin Taimiyah serta kedua muridnya,  Ibnul Qoyyim dan Abdul Hadi

فَحَرَّمُوْا مَا أَجْمَعَ الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى نَدْبِهِ ، وَهُوَ السَّفَرُ لِزِيَارَةِ قَبْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَخَالَفُوْهُمْ فِيْمَا ذُكِرَ وَغَيْرِهِ.

Mereka mengharamkan hal-hal yang telah disepakati oleh orang-orang Islam sebagai sebuah kesunnahan, yaitu bepergian untuk menziarahi makam Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam serta berselisih dalam kesepakatan-kesepakatan lainnya.

قَالَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ فِيْ فَتَاوِيْهِ : وَإِذَا سَافَرَ لِاعْتِقَادِ أَنَّها أَيْ زِيَارَةَ قَبْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَاعَةٌ ، كَانَ ذَلِكَ مُحَرَّمًا بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِيْنَ ، فَصَارَ التَّحْرِيْمُ مِنَ الْأَمْرِ الْمَقْطُوْعِ بِهِ

Ibnu Taimiyah menyatakan dalam Fataawa-nya:  "Jika seseorang bepergian dengan berkeyakinan bahwasanya  mengunjungi makam Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagai sebuah bentuk ketaatan, maka  perbuatan tersebut  hukumnya haram dengan  disepakati oleh umat Muslim. Maka keharaman tersebut termasuk perkara yang harus ditinggalkan.”

قَالَ الْعَلَّامَةُ الشَّيْخُ مُحَمَّدْ بَخِيتْ اَلْحَنَفِيُّ اَلْمُطِيْعِيُّ فِيْ رِسَالَتِهِ اَلْمُسَمَّاةِ تَطْهِيْرَ الْفُؤَادِ مِنْ دَنَسِ الْإِعْتِقَادِ : وَهَذَا الْفَرِيْقُ قَدْ اُبْتُلِيَ الْمُسْلِمُوْنَ بِكَثِيْرٍ مِنْهُمْ سَلَفًا وَخَلَفًا ، فَكَانُوْا وَصْمَةً وَثُلْمَةً فِي الْمُسْلِمِيْنَ وَعُضْوًا فَاسِدًا

Al-Allamah Syeikh Muhammad Bakhit al-Hanafi al-Muth'i menyatakan dalam kitabnya,That_hirul Fuad min danasil I'tiqood (Pembersihan Hati dari Kotoran Keyakinan) bahwa, "kelompok ini sungguh menjadi cobaan berat bagi umat muslim, baik salaf maupun kholaf.

Mereka adalah duri "dalam daging/musuh dalam selimut" yang hanya merusak keutuhan Islam

يَجِبُ قَطْعُهُ حَتَّى لَا يُعْدِى الْبَاقِيَ ، فَهُوَ كَالْمَجْذُوْمِ يَجِبُ الْفِرَارُ مِنْهُمْ ، فَإِنَّهُمْ فَرِيْقٌ يَلْعَبُوْنَ بِدِيْنِهِمْ يَذُمُّوْنَ الْعُلَمَاءَ سَلَفًا وَخَلَفًا.

Maka wajib menanggalkan/menjauhi (penyebaran) ajaran mereka agar yang lain tidak tertular. Mereka laksana penyandang lepra yang mesti dijauhi. Mereka adalah kelompok yang mempermainkan agama mereka. Hanya bisa menghina para ulama, baik salaf maupun kholaf.

وَيَقُوْلُوْنَ : إِنَّهُمْ غَيْرُ مَعْصُوْمِيْنَ فَلَا يَنْبَغِيْ تَقْلِيْدُهُمْ ، لَا فَرْقَ فِيْ ذَلِكَ بَيْنَ
الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ يَطْعَنُوْنَ عَلَيْهِمْ وَيُلْقُوْنَ الشُّبَهَاتِ ،
وَيَذُرُّوْنَهَا فِيْ عُيُوْنِ بَصَائِرِ الضُّعَفَاءِ ، لِتَعْمَى أَبْصَارُهُمْ عَنْ عُيُوْبِ هَؤُلَاءِ

Mereka menyatakan: “Para ulama bukanlah orang-orang yang terbebas dari dosa, maka tidaklah layak mengikuti mereka, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal."  Mereka menyebarkan (pandangan/asumsi) ini pada orang-orang bodoh agar tidak dapat mendeteksi kebodohan mereka

وَيَقْصِدُوْنَ بِذَلِكَ إِلْقَاءَ الْعَدَاوَةِ وَالْبَغْضَاءِ ، بِحُلُوْلِهِمْ اَلْجَوَّ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا ، يَقُوْلُوْنَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ ، يَزْعُمُوْنً أَنَّهُمْ قَائِمُوْنَ بِالْأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ ، حَاضُّوْنَ النَّاسَ عَلَى اتِّبَاعِ الشَّرْعِ وَاجْتِنَابِ الْبِدَعِ ، وَاللهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُوْنَ .

Maksud dari propaganda ini adalah munculnya permusuhan dan kericuhan. Dengan penguasaan atas jaringan teknologi, mereka membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menyebarkan kebohongan mengenai Allah, padahal mereka menyadari kebohongan tersebut. Menganggap dirinya melaksanakan amar makruf nahi munkar, merecoki masyarakat dengan mengajak untuk mengikuti ajaran-ajaran syariat dan menjauhi kebid'ahan. Padahal Allah Maha mengetahui, bahwa mereka berbohong.



(RISALAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH- Hadlratusysyaikh KH.Hasyim Asy’ari)

pasal-1-sunah-dan-bidah << -- ARTIKEL TERKAIT -- >> pasal-3-assawaadul-azham-madzab-4 


PASAL 1 SUNAH DAN BIDAH

فَصْلٌ فِيْ بَيَانِ السُّنَّةِ وَالْبِدْعَةِ

Pasal 1 Untuk menjelaskan Tentang Sunnah dan Bid’ah

اَلسُّنَّةُ بِالضَّمِّ وَالتَّشْدِيْدِ كَمَا قَالَ أَبُو الْبَقَاءِ فِيْ كُلِّيَّتِهِ : لُغَةً اَلطَّرِيْقَةُ وَلَوْ غَيْرَ مَرْضِيَّةٍ. وَشَرْعًا اِسْمٌ لِلطَّرِيْقَةِ الْمَرْضِيَّةِ الْمَسْلُوْكَةِ  فِي الدِّيْنِ سَلَكَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَوْ غَيْرُهُ مِمَّنْ عُلِمَ فِي الدِّيْنِ كَالصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ  مِنْ بَعْدِيْ. وَعُرْفًا مَا وَاظَبَ عَلَيْه مُقْتَدًى نَبِيًّا كَانَ اَوْ وَلِيًّا. وَالسُّنِّيُّ مَنْسُوْبٌ اِلَى السُّنَّةِ حُذِفَ التَّاءُ لِلنِّسْبَةِ.

Lafazh Assunnah dengan dibaca dlammah sinnya dan diiringi dengan tasydid, sebagaimana dituturkan oleh Imam Al-Baqa` dalam kitab ‘Kulliyat’-nya secara etimologi adalah Thariqah  / jalan, sekalipun yang tidak diridloi.

Menurut terminologi syara’ Assunnah  merupakan Thariqah /  jalan yang diridloi dalam menempuh agama sebagaimana yang telah ditempuh oleh Rasulullah  shallallaahu ‘alaihi wasallam atau selain beliau, yakni mereka yang memiliki otoritas sebagai panutan di dalam masalah agama seperti pada para sahabat  radhiyallaahu ‘anhum.

Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam:
“Tetaplah kalian untuk berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnahnya Al – Khulafaur Rasyidin, setelahku”.

Sedangkan menurut terminologi ‘Urf  adalah apa yang dipegangi secara konsisten oleh tokoh yang menjadi panutan, apakah ia sebagai nabi ataupun wali. Adapun istilah Assunny merupakan bentuk penisbatan dari lafazh Assunnah  dengan membuang ta` untuk penisbatan.

وَالْبِدْعَةُ كَمَا قَالَ الشَّيْخُ زَرُوْقٌ فِيْ عُدَّةِ الْمُرِيْدِ : شَرْعًا إِحْدَاثُ اَمْرٍ فِي الدِّيْنِ يُشْبِهُ اَنْ يَكُوْنَ مِنْهُ وَلَيْسَ مِنْهُ سَوَاءٌ كَانَ بِالصُّوْرَةِ اَوْ بِالْحَقِيْقَةِ. لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ  وَسَلَّمَ : مَنْ أَحْدَثَ فِيْ اَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. وَقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ  وَسَلَّمَ :" وَكُلُّ مُحْدَثٍ بِدْعَةٌ "

Bid’ah  sebagaimana dikatakan oleh Syekh Zaruuq didalam kitab “Iddatul Murid” menurut terminologi syara’ adalah : “Menciptakan hal perkara baru dalam agama seolah-olah ia merupakan bagian dari urusan agama, padahal sebenarnya bukan, baik dalam tataran wacana, penggambaran maupun dalam hakikatnya. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam:
“Barang siapa menciptakan perkara baru didalam urusanku , padahal bukan merupakan bagian daripadanya, maka hal itu ditolak”

Dan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam:
“Dan segala bentuk perkara yang baru adalah bid’ah”

وَقَدْ بَيَّنَ الْعُلَمَاءُ رَحِمَهُمُ اللهُ أَنَّ الْمَعْنَى فِي الْحَدِيْثَيْنِ الْمَذْكُوْرَيْنِ رَاجِعٌ لِتَغْيِيْرِ الْحُكْمِ بِاعْتِقَادِ مَا لَيْسَ بِقُرْبَةٍ قُرْبَةً لَا مُطْلَقِ الْإِحْدَاثِ, اِذْ قَدْ تَنَاوَلَتْهُ الشَّرِيْعَةُ بِأُصُوْلِهَا فَيَكُوْنُ رَاجِعًا اِلَيْهَا اَوْ بِفُرُوْعِهَا فَيَكُوْنُ مَقِيْسًا عَلَيْهَا.

Para ulama  rahimahullaah menjelaskan tentang esensi dari makna dua hadits tersebut di atas dikembalikan kepada  perubahan suatu hukum dengan mengukuhkan sesuatu yang sebenarnya bukan merupakan ibadah tetapi diyakini sebagai konsepsi ibadah. Jadi bukanlah segala bentuk pembaharuan yang bersifat umum karena kadang-kadang bisa jadi perkara baru itu berlandaskan dasar-dasar syari’ah secara asal sehingga ia menjadi bagian dari syari’at itu sendiri, atau berlandaskan Furuu’usysyyarii’ah sehingga ia dapat dianalogikan kepada syari’at.

وَقَالَ الْعَلَّامَةُ مُحَمَّدٌ وَلِيُّ الدِّيْنِ  اَلشِّبْثِيْرِيُّ فِيْ شَرْحِ الْأَرْبَعِيْنَ النَّوَوِيَّةِ عَلَى قَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا اَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ

Al-‘Allamah Muhammad Waliyuddin Asysyibtsiri dalam Syarah Al-Arba’in Annawawiyah memberikan komentar atas sebuah hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam:
“Barang siapa membuat persoalan baru atau mengayomi seseorang yang membuat pembaharuan, maka ditimpakan kepadanya laknat Allah”.

وَدَخَلَ فِي الْحَدِيْثِ اَلْعُقُوْدُ الْفَاسِدَةُ, وَالْحُكْمُ مَعَ الْجَهْلِ وَالْجَوْرِ وَنَحْوُ ذَلِكَ مِمَّا لَا يُوَافِقُ الشَّرْعَ. وَخَرَجَ عَنْهُ مَا لَا يَخْرُجُ عَنْ دَلِيْلِ الشَّرْعِ كَالْمَسَائِلِ الْاِجْتِهَادِيَّةِ الَّتِيْ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اَدِلَّتِهَا رَابِطٌ اِلَّا ظَنُّ الْمُجْتَهِدِ وَكِتَابَةِ الْمُصْحَفِ وَتَحْرِيْرِ الْمَذَاهِبِ وَكُتُبِ النَّحْوِ وَالْحِسَابِ .

Masuk dalam kerangka interpretasi hadits ini yaitu berbagai bentuk akad-akad fasidah, menghukumi dengan kebodohan dan ketidak adilan, dan lain-lain dari  berbagai bentuk penyimpangan terhadap ketentuan syara’.

 Keluar dari bingkai pemahaman terhadap hadits ini yakni segala hal yang tidak keluar dari dalil syara’ terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah ijtihadiyah dimana tidak terdapat korelasi yang tegas antara masalah-masalah tersebut dengan dalil-dalilnya kecuali sebatas persangkaan mujtahid. Dan seperti menulis Mushaf,  mengintisarikan pendapat-pendapat Imam madzhab, menyusun kitab Nahwu, ilmu hisab.


وَلِذَا قَسَّمَ ابْنُ عَبْدِ السَّلَامِ اَلْحَوَادِثَ اِلَى الْأَحْكَامِ الْخَمْسَةِ  فَقَالَ : اَلْبِدْعَةُ فِعْلُ مَالَمْ يُعْهَدْ فِيْ عَصْرِ رَسُوْلِ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاجِبَةً كَتَعَلُّمِ النَّحْوِ وَغَرِيْبِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مِمَّا يُتَوَقَّفُ فَهْمُ الشَّرِيْعَةِ عَلَيْهِ, وَمُحَرَّمَةً كَمَذْهَبِ الْقَدَرِيَّةِ وَالْجَبَرِيَّةِ وَالْمُجَسِّمَةِ, وَمَنْدُوْبَةً كَإِحْدَاثِ الرُّبُطِ وَالْمَدَارِسِ وَكُلِّ إِحْسَانٍ لَمْ يُعْهَدْ فِي الْعَصْرِ الْأَوَّلِ, وَمَكْرُوْهَةً كَزُخْرُفَةِ الْمَسَاجِدِ وَتَزْوِيْقِ الْمَصَاحِفِ, وَمُبَاحَةً كَالْمُصَافَحَةِ عَقِبَ صَلَاةِ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ وَالتَّوَسُّعِ فِي الْمَأْكَلِ وَالْمَشْرَبِ وَالْمَلْبَسِ وَغَيْرِ ذَلِكَ .

Karena itulah Imam Ibnu Abdis Salam membagi perkara-perkara yang baru itu ke dalam hukum-hukum yang lima. Beliau berkata:  “Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) pada masa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam,

(Bid’ah  tersebut adakalanya)  Bid’ah Wajibah seperti   mempelajari ilmu Nahwu, dan mempelajari lafadz-lafadz yang gharib baik yang terdapat didalam Al-Qur’an ataupun Assunnah dimana pemahaman terhadap syari’ah menjadi tertangguhkan pada sejauhmana seseorang dapat memahami maknanya.

Dan BID’AH MUHARRAMAH seperti : aliran  Qadariyah, Jabariyah, dan Mujassimah.

BID’AH MANDUBAH seperti memperbaharui sistem pendidikan pondok pesantren dan madrasah-madrasah, juga segala bentuk kebaikan yang tidak dikenal pada zaman generasi pertama Islam.

BID’AH MAKRUHAH seperti : berlebih-lebihan menghiasai masjid, menghiasi mushhaf dan lain sebagainya.

BID’AH MUBAHAH seperti : bersalaman selesai shalat Subuh dan Asar, membuat lebih dalam makanan dan minuman, pakaian dan lain sebagainya.

فَإِذَا عَرَفْتَ مَا ذُكِرَ تَعْلَمُ اَنَّ مَا قِيْلَ : إِنَّهُ بِدْعَةٌ, كَاتِّخَاذِ السُّبْحَةِ, وَالتَّلَفُّظِ بِالنِّيَّةِ, وَالتَّهْلِيْلِ عِنْدَ التَّصَدُّقِ عَنِ الْمَيِّتِ مَعَ عَدَمِ الْمَانِعِ عَنْهُ, وَزِيَارَةِ الْقُبُوْرِ وَنَحْوِ ذَلِكَ لَيْسَ بِبِدْعَةٍ

Setelah kita mengetahui apa yang telah dituturkan di muka maka diketahui bahwa adanya klaim bahwa berikut ini adalah bid’ah, seperti memakai tasbih, melafazhkan niat, membaca tahlil ketika kirim bersedeqah setelah kematian  dengan catatan tidak adanya  perkara yang mencegah untuk bersedeqah tersebut, menziarahi makam dan lain-lain, maka kesemuanya bukanlah merupakan bid’ah

وَإِنَّ مَا أُحْدِثَ مِنْ أَخْذِ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْأَسْوَاقِ اللَّيْلِيَّةِ, وَاللَّعِبِ بِالْكُوْرَةِ وَغَيْرَ ذَلِكَ مِنْ شَرِّ الْبِدَعِ

Dan sesungguhnya perkara-perkara baru seperti penghasilan manusia yang diperoleh dari pasar – pasar malam, bermain undian pertunjukan gulat dan lain-lain adalah termasuk seburuk- buruknya bid’ah.


(RISALAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH- Hadlratusysyaikh KH.Hasyim Asy’ari)

mukadimah-risalah-aswaja << -- ARTIKEL TERKAIT --  >> pasal2-penduduk-jawa-adalah-aswaja                                                 

MUKADIMAH RISALAH ASWAJA

رِسَالَةُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ 
تَأْلِيْفُ الشَّيْخِ مُحَمَّدْ هَاشِمْ أَشْعَرِي (1287-1366هـ)

RISALAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Karya Hadlratusysyaikh KH.Hasyim Asy’ari (1287H-1366H)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

اَلْحَمْدُ للهِ شُكْرًا عَلَى نَوَالِهِ, وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَلِهِ, وَبَعْدُ, فَهَذَا كِتَابٌ أَوْدَعْتُ فِيْهِ شَيْئًا مِنْ حَدِيْثِ الْمَوْتَى وَأَشْرَاطِ السَّاعَةِ, وَشَيْئًا مِنَ الْكَلَامِ عَلَى بَيَانِ السُّنَّةِ وَالْبِدْعَةِ, وَشَيْئًا مِنَ الْأَحَادِيْثِ بِقَصْدِ النَّصِيْحَةِ, وَالَى اللهِ الْكَرِيْمِ أَمُدُّ اَكُفَّ الْاِبْتِهَالِ, أَنْ يَنْفَعَ بِهِ نَفْسِيْ وَأَمْثَالِيْ مِنَ الْجُهَّالِ, وَأَنْ يَجْعَلَ عَمَلِيْ خَالِصًا لِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ, إِنَّهُ جَوَادٌ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ, وَهَذَا أَوَانُ الشُّرُوْعِ فِي الْمَقْصُوْدِ, بِعَوْنِ الْمَلِكِ الْمَعْبُوْدِ .

BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM

Segala puji bagi Allah, sebagai sebuah ungkapan rasa syukur atas segala anugerah _Nya.  Rahmat ta’zhiim dan  salam mudah-mudahan terlimpah curahkan kepada  junjungan kita, Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam  dan seluruh keluarga beliau.

Apa yang akan hadir dalam kitab ini, saya tuturkan beberapa hal antara lain: Hadits-Hadits tentang orang-orang yang mati, tanda-tanda hari Qiamat, penjelasan tentang  Sunnah dan Bid’ah , dan beberapa hadits yang berisi nasehat-nasehat agama.

Kepada Allah, Dzat Yang Maha Mulia kutengadahkan telapak tangan, ku berdoa dengan sepenuh hati,  kumohonkan agar kitab ini memberikan manfaat untuk diri kami dan orang-orang bodoh semisal kami. Mudah-mudahan Allah menjadikan amal kami sebagai amal shalih Liwajhillahil Kariem, karena Ia_lah Dzat Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

 Dengan segala pertolongan Allah Dzat yang disembah, penyusunan kitab ini dimulai.




<< -- ARTIKEL TERKAIT --  >> pasal-1-sunah-dan-bidah



Minggu, 18 Desember 2016

ARTI PENTINGNYA SEBUAH NEGARA

ARTI PENTINGNYA SEBUAH NEGARA
( SEMOGA ALLAH KOKOHKAN NKRI)

Syaikh Adnan Al-Afiyuni adalah mufti madzhab Syafi’i di Suriah, negara yang sampai sekarang masih dilanda konflik. Memaparkanarti pentingnya sebuah negara :

“Ketika seseorang melihat tanah airnya mengalirkan airmata darah, burung gagak mengintai bersiap untuk berpesta memakan bangkai-bangkai manusia akibat peperangan. Dengan keyakinan penuh ia akan memahami dan menyadari betapa pentingnya nilai sebuah negara.”

 “Ketika seseorang melihat saudara sebangsanya berlarian tercerai-berai ke berbagai belahan dunia, mencari makan dengan penuh kehinaan, tidur beralas ketidakberdayaan dan sehari-hari menelan kepahitan serta menahan kesabaran. sungguh ia akan memahami dan menyadari bagaimana pentingnya nilai sebuah negara.”

 “Ketika seseorang sudah tidak dapat lagi mendengarkan canda dan tawa, riang gembira dan kebahagiaan anak-anak dan sudah tidak dapat mendengarkan kicauan merdu suara burung-burung yang berganti dengan suara desingan martir dan peluru. sungguh ia akan memahami dan menyadari betapa pentingnya nilai sebuah negara.”

“Ketika seseorang sudah kehilangan asa dan harap. merasa hampa karena kehilangan semangat hidup dan masa depan serta kehilangan cahaya  kebahagiaan, sungguh ia akan memahami dan menyadari dengan penuh keyakinan hati dalam dirinya bagaimana pentingnya nilai sebuah Negara”.

Ya Allah semoga Engkau Kokohkan persatuan Muslimin untuk tetap menjaga keutuhan NKRI, Darrus salam negeri keselamatan, kesejahteraan, keamanan, dan kesentosaam bagi setiap warganya

Sebagai rasa syukur kami dengan Rahmat Mu, perjuangan para syuhada serta Ulama mendirikan Bangsa dan Negara Ini untuk kemaslahatan umat dan wasilah tersebarnya Rahmat Mu ke seluruh penjuru Alam.

Amiin yaa robbal ‘alamin


Sabtu, 17 Desember 2016

HOAX DALAM PANDANGAN IMAM SYAFII

AL-KADZIB AL-KHAFIY 
(KEBOHONGAN TAK TERLIHAT/SAMAR).
HOAX DALAM PANDANGAN IMAM SYAFII

Salah satu pemandangan yang dihasilkan media sosial adalah banjirnya informasi hingga pada taraf yang amat liar. Informasi dengan mudah diterima seseorang lalu dibagikan kembali, diterima orang lain lalu didistribusikan lagi, dan seterusnya. Facebook, grup-grup Whatsapp, Twitter, Instagram, BBM, Line, atau sejenisnya pun disesaki pesan berantai yang entah benar atau salah, entah faktual atau bohong. Celakanya bila kabar itu ternyata salah/bohong dan ada pihak yang dirugikan.

Fenomena copy-paste atau pendistribusian berita seperti ini pernah disinggung oleh Imam Syafi’i, bapak ushul fiqih dalam ilmu-ilmu keislaman. Ia menyebut kegiatan menyebarkan informasi yang belum diketahui benar-tidaknya sebagai al-kadzib al-khafiy (kebohongan tak terlihat/samar).

Sebagaimana tertuang dalam kitab Ar-Risâlah:

أن الكذب الذي نهاهم عنه هو الكذب الخفي، وذلك الحديث عمن لا يُعرفُ صدقُه

Sesungguhnya kebohongan yang juga dilarang adalah kebohongan tak terlihat, yakni menceritakan kabar dari orang yang tak jelas kejujurannya.”

Dalam Iryadul 'Ibad ila Sabilir Rasyad, Abdul 'Aziz al-Malibari yang juga mengutip perkataan Imam Syafi'i memaparkan redaksi kalimat secara lebih terang:

وَمِنْ الْكَذِبِ الْكَذِبُ الْخَفِيُّ ، وَهُوَ أَنْ يَرْوِيَ الْإِنْسَانُ خَبَرًا عَمَّنْ لَا يُعْرَفُ صِدْقُهُ مِنْ كَذِبِهِ

Di antara jenis kebohongan adalah kebohongan yang samar. Yakni ketika seseorang menyebar informasi dari orang yang tak diketahui apakah ia bohong atau tidak.”

Imam Syafi’i menjelaskan hal itu saat mengomentari hadits hadditsû ‘annî walâ takdzibû ‘alayya(ceritakanlah dariku dan jangan berbohong atasku). Periwayatan hadits bagi Imam Syafi’i tak boleh main-main. Bisa kita analogikan, begitu pula dengan periwayatan atau penyebaran informasi di media sosial. Tak selayaknya seseorang asal copy-pasteretweetregram, atau share informasi dari orang lain tanpa melakukan terlebih dahulu verifikasi dan klarifikasi (tabayyun).

Disebut “kebohongan samar” karena aktivitas tersebut dilakukan seperti tanpa kesalahan. Karena bukan produsen informasi, melainkan sekadar penyebar, seseorang merasa enjoy saja melakukan copy-paste, apalagi informasi tersebut belum tentu salah atau bohong. Padahal, justru di sinilah tantangan terberatnya. Karena belum jelas bohong atau salah, informasi tersebut juga sekaligus belum jelas kebenaran dan kejujurannya.

Di tengah keraguan semacam itu, pengguna media sosial wajib melakukan cek kebenaran. Jika tidak, pilihan terbaik adalah menyimpan informasi itu untuk diri sendiri, bila tidak ingin jatuh dalam tindakan haram al-kadzib al-khafiy. Kita juga mesti ingat bahwa dunia maya tidak sama dengan dunia imajiner atau khayalan. Media sosial sebagai salah satu unsur dari dunia maya memiliki dampak nyata bagi kehidupan manusia, entah merugikan atau menguntungkan.

Alhasil, jika penyebaran informasi yang meragukan saja bagi Imam Syafi’i masuk katergori bohong (samar), penyebaran informasi palsu (hoax) tentu lebih parah. Orang mesti memikirkan dengan cermat dan memeriksanya secara pasti setiap informasi yang ia peroleh sebelum buru-buru menyebarkannya. Itulah bentuk ikhtiar positif manusia sebelum kelak mempertanggungjawabkan apa pun yang muncul dari anggota badannya, termasuk jari-jarinya. 

Wallâhu a’lam


Kamis, 15 Desember 2016

PESAN HABIB UMAR AL HAFIDZ UNTUK PEMBENCI MAULIDUR ROSUL

 PESAN HABIB UMAR AL HAFIDZ 
UNTUK PEMBENCI MAULIDUR ROSUL

Habib Umar bin Hafidz berkata :

Dengan merayakan kelahiran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, Wahai kalian yang terpengaruh dengan kefahaman dan juga keilmuan yang berasal dari Iblis serta pengikutnya yang hina, yang engkau menyangka bahwa merayakan kelahiran Baginda Muhammad saw. Adalah perkara yang keluar dari agama dan keluar dari syariatnya yang mulia, serta menyimpang dari jalanNYA yang lurus. Aku takut engkau menjadi sempit jika semua makhluk merayakan kelahiran Baginda Muhammad saw. Dan aku takut engkau tidak termasuk ke dalam shofnya dan golongannya.

Maka bergembiralah kalian selama masih berada di dunia ini dengan kelahiran beliau, sebab apabila engkau masuk ke dalam surga maka wajib engkau memperingati beliau disetiap pintu dan nama beliau tertulis disetiap pintu surga. Dari setiap pintu tertulis LAA ILAAHA ILLALLAH MUHAMMADUN ROSULALLAH.

Jika engkau tidak senang dengan nama beliau ini dan tersebarnya (sanjungan namanya), bagaimana engkau akan masuk kedalam surga. Padahak tertulis diatas kepalamu kelak jika kalian termasuk kedalam surga ... tepat diatas kepalamu nama Allah dan nama Muhammad, engkau akan masuk dalam keadaan mengagungkan Allah dan Muhammad .

Setiap pintu dari pintu-pintu surga menggerakkanmu, untuk merasakan dan memuliakan keagungan Allah dan Muhammad. LAA ILAAHA ILLALLAH MUHAMMADUN ROSULALLAH di pintu ini ...dipintu ini .... dipintu ini... dan malaikat semuanya akan memasuki surga dari setiap pintunya, terus naik ke tingkat surga yang pertama... kedua ... ketiga hingga ke surga Firdaus yang paling tinggi, yang atapnya adalah Arsy. Dan ditiang-tiang Arsy tertulis nama muhammad. Surga merayakan kelahiran Muhammad, tiang-tiangnya juga merayakannya.

Di dalam Barzakh (kubur) pun merayakan kelahiran Muhammad. Ketika pertamakali mayat masuk ke kubur akan ditanya : Bagaimana pendapatmu tentang laki-laki ini ? Para malaikat bertanya kepadanya “hei .., apa pendapatmu tentang orang ini ? siapa dia ? Apa pendapatmu tentangnya ? ... Barzakhpun memperingati Muhammad.

Hari kiamat memperingati Muhammad... Surga-surga juga memperingati Muhammad .. Shollawatu Robbi wa Sallamu ‘alaih wa ‘alaa Alih . Lalu bagaimana dengan perayaan yang demikian ini ... ? Ini masih belum apa-apa, perayaan-perayaannya masih banyak lagi yang lain.

Kalu engkau menyulitkan perayaan hal ini, kelak di Barzakh (kubur) alan lebih besar kesulitanmu dan kelak di hari kiamat akan lebih sulit lagi .  Berbahagialah dengan kelahiran muhammad sebelum engkau bersedih, kesedihan yang tak akan sirna ....

Berbahagialah dengan kelahiran Muhammad dengan menyebut-nyebut namanya, dengan mengenang kehidupannya.... hari-harinya, baik siang dan malamnya. Beliau adalah makhluk yang paling mulia, paling besar derajatnya dan beliau paling diagungkan oleh Allah.

Shollawatu Robbi wa Sallamu ‘alaih wa ‘alaa Alih

Ya Allah penuhi hati ini dengan kecintaan kepadanya.
Bangkitkan kami kelak termasuk golongannya.

Ya Allah... jadikan suara hati kami terhimpun di dalam hati serta pemahaman yang ada dalam pandangan kami, senantiasa menyambut panggilan MU dan panggilan Nabi MU, mengenang kisah MU dan kisah beliau dan apa yang datang dariMU dan dari beliau.

Jangan engkau palingkan kami terhadap fitnah pendapat-pendapat yang menipu


Amiin yaa robbal a'amin
Shollawatu Robbi wa Sallamu ‘alaih wa ‘alaa Alih
Walhamdulillahirobbil alamin

Selasa, 13 Desember 2016

MEMAHAMI HADITS TENTANG BIDAH 01

JANGAN GAMPANG MENUDUH BIDAH 
DENGAN MEMAHAMI SECARA BENAR HADITS : 
MAN AKHDATSA FII AMRINA

عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ  رَدٌّ.   [رواه البخاري ومسلم ]

Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahuanha dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Siapa yang mengada-adakan (perkara baru) dalam urusan (agama) kami ini, yang bukan (berasal/bersumber) darinya, maka dia tertolak. (Riwayat Bukhori dan Muslim),

PEMBAHASAN :

SALAH KAPRAHNYA PEMAHAMAN SEKTE SALAFY WAHABI TERHADAP HADITS DIATAS

Sering hadits diatas digunakan sebagai dalil oleh Sekte Salafy-Wahaby yang gampang melakukan penilaian terhadap amalan muslimin yang berbeda faham (ikhtilaf) dan menuduhnya sebagai amalan Bidah (perkara baru) yang TERTOLAK. Serta berfaham semua BIDAH (perkara baru) adalah TERTOLAK.

Kerancuan pemahamannya dikarenakan mereka salah mengartikan hadits diatas dengan dua macam pengartian yang salah kaprah :
1.      "Barang siapa yang berbuat hal baru dalam agama, maka ia tertolak "
2.      "Barang siapa yang berbuat hal baru yang tidak ada perintahnya, maka ia tertolak"

Kedua pengertian yang sering dijadikan argumen pembidahan amalan muslimin  tersebut nampaknya sekilas benar, padahal pengertian tersebut mengandung distorsi (penyelewengan) makna dan pengelabuan bagi umat muslim yang awam.

Kalau kita bedah, kalimat hadist diatas menjadi tiga kalimat :

1.      MAN AKHDATSA FII AMRINA  (مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَ هَذَا )
Artinya : Siapa yang mengada-adakan (perkara baru) dalam urusan (agama) kami ini,

2.      MAA LAITSA MINHU (مَا لَيْسَ مِنْهُ ) :
Artinya : yang bukan (berasal/bersumber) darinya

3.      FAHUWA RODDUN (فَهُوَ رَدٌّ )
Artinya : maka dia tertolak


JIKA adits ini mereka artikan:

Pertama : "BARANG SIAPA YANG BERBUAT HAL BARU DALAM AGAMA, MAKA IA TERTOLAK "

Jika mereka mengartikan demikian, maka mereka sengaja MEMBUANG kalimat MAA LAITSA MINHU - (yang bukan (berasal/bersumber) darinya).
Maka haditsnya menjadi:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَ هَذَا فَهُوَ رَدٌّ

KEDUA :
"BARANG SIAPA YANG BERBUAT HAL BARU YANG TIDAK ADA PERINTAHNYA, MAKA IA TERTOLAK"
Jika diartikan seperti itu, berarti dengan sengaja telah merubah makna hadits MAA LAITSA MINHU diganti menjadi MAA LAITSA MA-MUURAN BIHI (Yang tidak ada perintahnya). Maka haditsnya menjadi:


مَنْ أَحْدَثَ أفِي َمْرِنَ هَذَا ﻣَﺎ ﻟﻴَْﺲَ ﻣَﺄﻣُﻮْرا ﺑﻪِ فَهُوَ رَدٌّ

Sungguh pengurangan makna maupun pengubahan makna ini, adalah sebuah distorsi dalam makna hadits dan merupakan pengelabuan pada umat muslim yang awam.


PEMAHAMAN ULAMA AHLUS SUNNAH WALJAMAAH

Bagaimana penjelasan ulama Ahlus sunnah wal jamaah dalam menerangkan makna hadits diatas ?

Jawab :

1. AL-HAFIDZ IBNU RAJAB :
hadist di atas dalam MANTHUQ nya menunjukan bahwa :
setiap perbuatan yg tdk masuk dalam urusan syari’at maka tertolak,

akan tetapi dalam MAFHUM nya menunjukan bahwa :
setiap perbuatan yg masih dalam urusan (yang diatur) syari’at maka ia di terima dalam artian tidak tertolak “


2. IMAM AL-ALLAMAH ABDULLAH AL-GHAMARI

“hadist di atas ( MAN AHDATSA FI AMRINA HADZA MA LAISA MINHU FAHUWA RADDUN ) adalah sebgai hadist MUKHASSIS (memperkhusus ) daripada sebuah hadist ”KULLU BID’ATIN DHOLALAH “.

sebab jikalau semua perbuatan bid’ah di anggap sesat, tanpa terkecuali, maka tentu kalimat hadist di atas berbunyi ( MAN AHDATSA FI AMRINA HADZA SYA’IAN FAHUWA RODDUN : tidak ada kalimat ” MA LAISA MINHU “nya )

akan tetapi ketika hadist di atas berbunyi :” MAN AHDATSA FI AMRINA HADZA MA LAISA MINHU FAHUWA RADDUN “ maka hadist tersebut memberikan dua pengertian :

ماليس من الدين : بأن كان مخالفا لقواعده ودلائله .
فهو مردود :وهو البدعة الضلال.

Perbuatan baru yang bukan dari agama , yaitu perbuatan-perbuatan baru yang menyalahi kaidah-kaidah agama dan dalil-dalilnya. Perbuatan seperti itu adalah tertolak dan bid’ah semacam inilah yg sesat ,


وماهو من الدين : بأن شهد له أصل أو أيده دليل :فهو صحيح مقبول . وهو البدعة الحسنة.
Perbuatan-perbuatan yang dari agama, yaitu perbuatan baru yg mempunyai standard ukuran hukum asal, atau di dukung oleh dalil-dalil yg menguatkan, perbuatan bid’ah semcam ini di terima dan tidak tertolak, inilah yg di sebut ” BID’AH HASANAH “

, ويؤيد حديث جرير عند مسلم
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ .
hal tersebut di dukung oleh hadist jarir menurut imam muslim :
“ barang siapa memberikan contoh dalam islam dengan contoh perilaku yg baik maka ia mendapat pahala serta mendapat pahala orang-orang yg mengamalkan setelahnya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun “

3. IMAM IBNU HAJAR AL-HAITAMY :

Hadits riwayat Aisyah, Rasulullah SAW bersabda :
من أحدث في أمرنا هذا ماليس منه فهو رد
Artinya : Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu (amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari agama kami, maka (amalan) itu tertolak.(H.R. Bukhari dan Muslim )

Ibnu Hajar al-Haitamy mengatakan bahwa makna “MAA LAISA MINHU” (sesuatu yang bukan dari agama kami) adalah sesuatu yang bertentangan dengan agama atau tidak didukung oleh qawaid agama atau dalil-dalil agama yang bersifat umum. Dalam uraian beliau selanjutnya, beliau berkata :

“Adapun yang tidak bertentangan dengan agama, yakni yang didukung oleh dalil syara’ atau qawaid syara’ maka tidak tertolak pelakunya, bahkan amalannya diterima”.  (Ibnu Hajar al-Haitamy, Fath al-Mubin, al-‘Amirah al-Syarfiah, Mesir, Hal. 94)

Demikianlah penjelasan ulama ahlussunnah wal jamaah dalam menerangkan persoalan BIDAH. Semoga kita bisa menambil pelajaran dan tidak tersesat dengan pemahaman yang keliru dan menjadi ahli fitnah yang suka menjadi hakim untuk menyesatkan amalan saudara muslim lainnya.

Persoalan khilafiah (perbedaan pendapat dikalangan ulama) adalah hal yang wajar dan saling menghargai karena ulama melakukan ijtihadnya berlandaskan, Alquran, Assunnah, Ijma dan Qiyas dalam menilai maupun melandaskan sandaran dalil dalam suatu amaliah.

Wallahu a’lam


QOSHIDAH RAQQAT ‘AINA


QOSHIDAH RAQQAT ‘AINA
(ASSALAMU ALAYKA)



رقت عيناي شوقاً
ROQQOT ‘AINAA YA SHAWQON
Kedua Mataku penuh akan kerinduan
ولطيبة ذرفت عشقاً
WA LI THOIBATA THAROFAT ‘ISHQAN
Dan meneteskan air mata karena hilang Thoiba
فأتيت إلى حبيبي
FA'ATAYTU ILAA HABIBI
Aku datang menuju kekasihku
فاهدأ يا قلب ورفقاً
FAHDA' YA QOLBU WA RIFQAN
Ketentraman, Sanubariku, dan menjadi lemah lembut !
صل على محمد
SHOLLI ‘ALA MUHAMMAD
Bersholawatlah pada Muhammad

**********
السلام عليك يا.. يا رسول الله
ASSALAMU ALAYKA YA ...YA RASUL ALLAH
Semoga diberikan keselamatan atasmu Wahai Utusan Allah
السلام عليك .. حبيبي.. يا نبي الله
ASSALAMU ALAYKA ... HABIBI ...YA NABIYYA ALLAH
Semoga diberikan keselamatan atasmu ... kekasihku  ... Ya Nabi Allah
السلام عليك يا.. يا رسول الله
ASSALAMU ALAYKA YA ...YA RASUL ALLAH
Semoga diberikan keselamatan atasmu Wahai Utusan Allah
السلام عليك .. حبيبي
ASSALAMU ALAYKA ... HABIBI ...
Semoga diberikan keselamatan atasmu ... kekasihku
يا نبي الله ... يا رسول الله
YA NABIYYA ALLAH... YA RASUUL ALLAH

**********

قلب بالحق تعلق
QALBUN BIL HAQQI TA'ALLAQ
Hati yang melekat pada Kebenaran Mutlak-(Allah)
وبغار حراءَ تألق
WA BI GHOORI HIIROO'A TA'ALLAQ
Dan yang mulai bersinar dalam gua Hira
يبكي يسأل خالقَهُ
YABKI YAS'AL KHOOLIQAHU
Menangis dan meminta Pencipta-Nya,
فأتاه الوحي فأشرق
FA'ATAHUL WAHYU FA'ASHROQ
maka ketika wahyu datang kepadanya, dia bersinar
اقرأ اقرأ يا محمد
IQRO' IQRO' YA MUHAMMAD
Baca, Wahai Muhammad, baca!

**********
السلام عليك يا.. يا رسول الله
ASSALAMU ALAYKA YA ...YA RASUUL ALLAH
Semoga diberikan keselamatan atasmu Wahai Utusan Allah
السلام عليك .. حبيبي.. يا نبي الله
ASSALAMU ALAYKA ... HABIBI ...YA NABIYYA ALLAH
Semoga diberikan keselamatan atasmu ... kekasihku  ... Ya Nabi Allah
السلام عليك يا.. يا رسول الله
ASSALAMU ALAYKA YA ...YA RASUUL ALLAH
Semoga diberikan keselamatan atasmu Wahai Utusan Allah
السلام عليك .. حبيبي
ASSALAMU ALAYKA ... HABIBI ...
Semoga diberikan keselamatan atasmu ... kekasihku
يا نبي الله ... يا رسول الله
YA NABIYYA ALLAH... YA RASUUL ALLAH


**********
يا طيبة جئتك صباً
YA THOIBATU JI'TUKI SHOBBA
Wahai Taiba (Madinah) aku datangmu yg sakit dari kerinduan
لرسول الله محباً
LI RASULILLAHI MUHIBBA
Penuh cinta untuk Rasulullah
بالروضة سكنت روحي
BIRROWDHOTI SAKANATU RUUHI
Jiwaku menetap di Rawdha (makam Nabi)
وجوار الهادي محمد
WA JIWARIL HAADI MUHAMMAD
Dan tinggallah kami dengan Petunjuk Muhammad

                     يا طيبة جئتك صباً
YA THOIBATU JI'TUKI SABBA
Wahai Taiba (Madinah) aku datangmu yg sakit dari kerinduan
لرسول الله محباً
LI RASUULILLAHI MUHIBBA
Penuh cinta untuk Rasulullah
بالروضة سكنت روحي
BIRROWDHOTI SAKANATU RUUHI
Jiwaku menetap di Rawdha (makam Nabi)
وجوار الهادي محمد
WA JIWARIL HAADI MUHAMMAD
Dan tinggallah kami dengan Petunjuk Muhammad

**********

السلام عليك يا.. يا رسول الله
ASSALAMU ALAYKA YA ...YA RASUUL ALLAH
Semoga diberikan keselamatan atasmu Wahai Utusan Allah
السلام عليك .. حبيبي.. يا نبي الله
ASSALAMU ALAYKA ... HABIBI ...YA NABIYYA ALLAH
Semoga diberikan keselamatan atasmu ... kekasihku  ... Ya Nabi Allah
السلام عليك يا.. يا رسول الله
ASSALAMU ALAYKA YA ...YA RASUUL ALLAH
Semoga diberikan keselamatan atasmu Wahai Utusan Allah
السلام عليك .. حبيبي
ASSALAMU ALAYKA ... HABIBI ...
Semoga diberikan keselamatan atasmu ... kekasihku
يا نبي الله ... يا رسول الله
YA NABIYYA ALLAH... YA RASUUL ALLAH


iklan