BERDZIKIR
MENGGUNAKAN TASBIH
Al-Muhaddits asy-Syekh as-Sayyid ‘Abdullah
al-Ghumari dalam Itqan ash-Shan’ah Fi Tahqiq Ma’na al-Bid’ah, menuliskan
sebagai berikut:
وَالسُّبْحَةُ تَضْبِطُ
الأَعْدَادَ الْمَأْثُوْرَةَ، وَلِلْوَسَائِلِ حُكْمُ الْمَقَاصِدِ، فَالسُّبْحَةُ
مَشْرُوْعَةٌ.
“Tasbih
bisa menghitung jumlah-jumlah dzikir yang dianjurkan dalam sunnah. Dan karena
alat-alat untuk ibadah memiliki hukum yang sama dengan tujuannya itu sendiri;
yaitu ibadah, maka berarti tasbih juga disyari’atkan (Artinya, karena dzikir
disyari’atkan maka alat untuk berdzikir-pun disyari’atkan)”[ Itqan
ash-Shun’ah, h. 45].
Para ulama menyatakan
bahwa berdzikir dengan menggunakan tasbih hukumnya boleh berdasarkan
hadits-hadits berikut:
Hadits riwayat Sa’d ibn
Abi Waqqash bahwa dia bersama Rasulullah melihat seorang perempuan sedang
berdzikir. Di depan perempuan tersebut terdapat biji-bijian atau kerikil yang
ia digunakan untuk menghitung dzikirnya. Lalu Rasulullah berkata kepadanya:
أُخْبِرُكِ بِمَا هُوَ أَيْسَرُعَلَيْكِ مِنْ هَذَا أَوْ أَفْضَلُ،
سُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِيْ السَّمَاءِ وَسُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ مَا
خَلَقَ فِيْ الأَرْضِ وَسُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ مَا بَيْنَ ذلِكَ وَسُبْحَانَ
اللهِ عَدَدَ مَا هُوَ خَالِقٌ وَاللهُ أَكْبَرُ مِثْلَ ذلِكَ وَالْحَمْدُ لله
مِثْلَ ذلِكَ وَلاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ مِثْلَ ذلِكَ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ
إِلاَّ بِاللهِ مِثْلَ ذلِكَ (رواه الترمذي وحسّنه وصحّحه ابن حبّان والحاكم
وحسّنه الحافظ ابن حجر في تخريج الأذكار)
“Aku
beritahu kamu cara yang lebih mudah dari ini atau lebih afdlal. Bacalah: “Subhanallah
‘Adada Ma Khalaqa Fi as-Sama’, Subhanallah ‘Adada Ma Khalaqa Fi al-Ardl,
Subhanallah ‘Adada Ma Baina Dzalika, Subhanallah ‘Adada Ma Huwa Khaliq”, (Subhanallah -maha
suci Allah- sebanyak makhluk yang Dia ciptakan di langit, Subhanallah sebanyak
makhluk yang Dia ciptakan di bumi, Subhanallah sebanyak
makhluk yang Dia ciptakan di antara langit dan bumi, Subhanallah sebanyak
semua makhluk yang Dia ciptakan). Kemudian baca “Allahu Akbar” seperti
itu. Lalu baca “Alhamdulillah” seperti itu. Dan baca “La
Ilaha Illallah” seperti itu. Serta baca “La Hawla Wala Quwwata
Illa Billah” seperti itu.
(HR. at-Tirmidzi dan
dinilainya Hasan. Dinyatakan Shahih oleh Ibn Hibban dan al-Hakim. Serta dinilai
Hasan olehal-Hafizh Ibn Hajar dalam Takhrij al-Adzkar).
2. Hadits diriwayatkan dari Umm
al-Mukminin, salah seorang istri Rasulullah, bernama Shafiyyah. Bahwa
beliau (Shafiyyah) berkata:
دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَليهِ وَسَلّمَ وَبَيْنَ
يَدَيَّ أَرْبَعَةُ آلاَفِ نَوَاةٍ أُسَبِّحُ بِهَا، فَقَالَ: لَقَدْ سَبَّحْتِ
بِهَذَا؟ أَلاَ أُعَلِّمُكِ بِأَكْثَرَ مِمَّا سَبَّحْتِ بِهِ؟ فَقَالَتْ:
عَلِّمْنِيْ، فَقَالَ: قُوْلِيْ سُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ مِنْ شَىْءٍ
(رواه الترمذي والحاكم والطبرانيّ وغيرهم وحسّنه الحافظ ابن حجر في تخريج الأذكار)
“Suatu
ketika Rasulullah menemuiku dan ketika itu ada di hadapanku empat ribu
biji-bijian yang aku gunakan untuk berdzikir. Lalu Rasulullah berkata: Kamu telah
bertasbih dengan biji-bijian ini?! Maukah kamu aku ajari yang lebih banyak dari
ini? Shafiyyah menjawab: Iya, ajarkanlah kepadaku. Lalu Rasulullah bersabda:
“Bacalah: “Subhanallah ‘Adada Ma Khalaqa Min Sya’i”
(HR. at-Tirmidzi,
al-Hakim, ath-Thabarani dan lainnya, dan dihasankan oleh al-Hafizh Ibn
Hajar dalam kitab Nata-ij al-Afkar Fi Takhrij al-Adzkar)
Faedah Hadits:
Dalam dua hadits ini
Rasulullah mendiamkan, artinya menyetujui (iqrar), dan tidak mengingkari
sahabat yang berdzikir dengan biji-bijian dan kerikil-kerikil tersebut.
Rasulullah hanya menunjukkan kepada yang lebih afdlal dari menghitung dzikir
dengan biji-bijian atau kerikil. Dan ketika Rasulullah menunjukkan kepada
sesuatu yang lebih afdlal (al-afdlal), hal ini bukan berarti untuk
menafikan yang sudah ada (al-mafdlul). Artinya, yang sudah adapun(al-mafdlul) boleh
dilakukan.
Dari iqrar Rasulullah
ini dapat diambil dalil bahwa bertasbih dengan kerikil atau biji-bijian ada
keutamaan atau faedah pahalanya. Karena seandainya tidak ada keutamaannya,
berarti Rasulullah menyetujui ibadah yang sia-sia, yang tidak berpahala, dan
jelas hal ini tidak mungkin terjadi. Rasulullah tidak akan mendiamkan sesuatu
yang tidak ada gunanya.
Syekh Mulla ‘Ali al-Qari
ketika menjelaskan hadits Sa’d ibn Abi Waqqash di atas, dalam kitabSyarh
al-Misykat, menuliskan sebagai berikut:
وَهذَا أَصْلٌ صَحِيْحٌ لِتَجْوِيْزِ السُّبْحَةِ بِتَقْرِيْرِهِ صَلّى
اللهُ عَليْهِ وَسَلّمَ فَإِنَّهُ فِيْ مَعْنَاهَا، إِذْ لاَ فَرْقَ بَيْنَ
الْمَنْظُوْمَةِ وَالْمَنْثُوْرَةِ فِيْمَا يُعَدُّ بِهِ.
Ini adalah dasar yang
shahih untuk membolehkan penggunaan tasbih, karena tasbih ini semakna dengan
biji-bijian dan kerikil tersebut. Karena tidak ada bedanya antara yang tersusun
rapi (diuntai dengan tali) atau yang terpencar (tidak teruntai) bahwa setiap
itu semua adalah alat untuk menghitung dzikir”[ Syarh al-Misykat, j.
3, h. 54].
Rosulullah memerintahkan
untuk memperbanyak bacaan Dzikir serta menghitungnya dengan tangan. Dalam
menghitung dalam jumlah yang banyak maka hitungannya pun tentu bisa menggunakan
alat bantu hitung, yaitu berupa Tasbih (rangkaian biji-biji) yang pada jaman
modern ini Tasbih elektronik tidak lagi berupa biji-bijian melainkan semacam
alat hitung yang menunjukkan angka (kalkulator).
Dalam hadits Yusairah ini
Rasulullah bersabda:
عَلَيْكُنَّ بِالتَّسْبِيْحِ وَالتَّهْلِيْلِ وَالتَّقْدِيْسِ، وَلاَ
تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَةَ، وَاعْقِدْنَ بِالأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ
مَسْئُوْلاَتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ
(أخرجه ابن أبي شيبة وأبو داود والترمذيّ)
“Bacalah
oleh kalian Tasbih, Tahlil dan Taqdis, dan jangan lupa memohon
rahmat Allah, dan hitunglah dengan jari-jari tangan karena nanti di akhirat
jari-jari tersebut akan ditanya dan nantinya akan berbicara dan menjawab”.
(HR. Ibn Abi Syaibah, Abu
Dawud dan at-Tirmidzi)
Al-Muhaddits asy-Syekh ‘Abdullah
al-Ghumari dalam Itqan ash-Shun’ah Fi Tahqiq Ma’na al-Bid’ah, hlm.
45-46, menegaskan bahwa ketika orang berdzikir menggunakan biji-bijian, kerikil
atau tasbih, sesungguhnya dia menghitung dzikir dengan jari-jari tangannya
juga, karena dia menggunakan jari-jarinya untuk mengambil dan memegang biji-bijian
atau kerikil tersebut, ia juga menggunakan jari-jarinya untuk menggerakkan dan
memutar tasbih tersebut. Berarti ia memperoleh pahala seperti halnya bila dia
hanya menggunakan jari-jarinya untuk menghitung dzikirnya tersebut. Dengan
demikian menghitung dzikir dengan biji-bijian, kerikil atau tasbih, berarti
masuk dalam kesunnahan berdzikir dengan menggunakan jari-jari tangan yang
disebutkan dalam hadits Yusairah[Itqan ash-Shun’ah, h. 45-46].
Wallahu ‘alamu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar