iklan banner

Jumat, 19 Januari 2018

DZIKIR BERSAMA BERSUARA KERAS



KEUTAMAAN DZIKIR BERSAMA DAN BERSUARA JAHR (KERAS)

Dzikir sebagaimana boleh dilakukan secara lirih, juga diperbolehkan dengan suara keras. Kedua-duanya memiliki keutamaan yang akan kami terangkan. Dan keutamaan dzikir dengan suara keras lebih sempurna.

Sementara hadis yang berbunyi: Khairu al-dzikri al-khafiyyu ('Sebaik-baik dzikir adalah yang samar' HR Ahmad No 1477 dan Ibnu Hibban No 809), maksudnya adalah dzikir dalam hati dengan memikirkan keagungan Allah dan kebesaran ciptaan-Nya, sebagaimana dalam Syarah Sahih Muslim (Imam Nawawi) IX/56.

Inilah dasar dalam menegakkan syiar dalam syariat Islam, ajaran-ajarannya dan sunah-sunahnya, seperti dalam adzan dan iqamat, saat takbiratul ihram dalam salat, ritual-ritual haji dalam bentuk talbiyah, takbir, kumandang orang yang berhaji dengan doa, mengeraskan bacaan al-Quran saat salat Subuh dan dua rakaat permulaan salat Maghrib dan Isya', mengeraskan tasbih dan tahlil saat keluar pada dua hari raya. Kesemuanya itu sudah ada di masa Nabi, para sahabat dan tabi'in.

Membaca dzikir dengan suara keras adalah sebuah cara untuk memperbanyak orang berdzikir supaya hati mereka condong untuk ikut berdzikir. Hanya saja dianjurkan supaya tidak terlalu keras, sebagaimana firman Allah Saw:
وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيْلاً ﴿١١٠﴾ (قَالَ الشَّيْخُ اِسْمَاعِيْلُ) "فَالتَّوَسُّطُ فِيْهِ هُوَ الْعَدْلُ وَهُوَ سَبِيْلُ اْلاِسْتِدَامَةِ عَلَيْهِ"
"Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu" (Al-Isra': 110).

(Syaikh Ismail berkata) "Maka, suara yang sedang (tidak keras dan tidak lirih) adalah yang tengah-tengah dan cara untuk terus-menerus dalam berdzikir."

Diriwayatkan dari Ibnu Umar secara marfu': "Dzikir dengan suara lirih lebih utama daripada dzikir secara keras. Dan dzikir secara keras lebih utama bagi orang yang dijadikan imam dalam dzikir" (al-Dzhabi dalam Lisan al-Mizan II/665)

Ibnu Katsir berkata: "Janganlah mengeraskan bacaan al-Quran, sebab akan dicacimaki oleh orang-orang musyrik. Dan jangan melirihkannya, sebab sahabat-sahabatmu tidak bisa mendengarnya. Ibnu Abbas berkata: Setelah Rasulullah hijrah, maka tidak ada halangan lagi dan beliau bisa melakukan sesuai keinginannya" (Tafsir Ibnu Katsir V/128)

Dzikir dengan suara keras memiliki keutamaan dari pada dengan suara lirih, sebagaimana dijelaskan dalam hadis (Qudsi) riwayat Mu'adz bin Anas:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللهُ تَعَالَى لاَ يَذْكُرُنِي عَبْدِي فِي نَفْسِهِ إِلاَّ ذَكَرْتُهُ فِي مَلاَءٍ مِنْ مَلاَئِكَتِي وَلاَ يَذْكُرُنِي فِي مَلاَءٍ إِلاَّ ذَكَرْتُهُ فِي الرَّفِيْقِ اْلأَعْلَى (رواه الطبراني)
"Rasulullah Saw bersabda bahwa Allah berfirman: Tidak ada hamba-Ku yang meneybut-Ku dalam dirinya kecuali Aku menyebutnya dalam kelompok diantara malaikat-Ku. Dan tidak ada yang menyebut-Ku diantara kelompok yang mulia kecuali Aku menyebutnya dalam kelompok malaikat yang lebih tinggi" (HR al-Thabrani)

HR al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir No 16803. al-Hafidz al-Haitsami berkata: Sanadnya hasan (Majma' al-Zawaid X/19)

Al-Munawi berkata: "Hadis ini menjelaskan bahwa dzikir lisan secara keras lebih utama daripada dzikir lirih atau dzikir dalam hati" (Faidl al-Qadir Syarh al-Jami' al-Shaghir IV/647)

Dan hadis (Qudsi) dari Ibnu Abbas:
وَحَدِيْثُ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِذَا ذَكَرْتَنِي خَالِيًا ذَكَرْتُكَ خَالِيًا وَإِذَا ذَكَرْتَنِي فِي مَلاَءٍ ذَكَرْتُكَ فِي مَلاَءٍ خَيْرٍ مِنَ الَّذِيْنَ ذَكَرْتَنِي فِيْهِمْ (رواه البزار بسند صحيح) . (قَالَ الشَّيْخُ اِسْمَاعِيْلُ) "وَالذِّكْرُ فِي الْمَلاَءِ هُوَ الذِّكْرُ جَهْرًا وَحَسْبَ الذَّاكِرَ جَهْرًا هَذِهِ الْمَنْقَبَةُ الْعَظِيْمَةُ وَالْفَضْلُ الْمَزِيْدُ"
"Allah berfirman: Wahai anak Adam. Jika engkau menyebut-Ku dalam dirimu sendiri, maka Aku menyebutmu dalam diriku (tanpa diketahui yang lain). Dan jika engkau menyebut-Ku dalam kelompok yang mulia, maka Aku menyebutmu dalam kelompok yang lebih baik dari pada kelompok yang kau sebut Aku di dalamnya" (HR al-Bazzar dengan sanad yang sahih )

HR al-Bazzar No 5138. Al-Hafidz al-Haitsami berkata: Perawinya adalah sahih selain Basyar bin Mu'adz al-Uqadi, ia perawi terpercaya (Majma' al-Zawaid X/19)

(Syaikh Ismail berkata) "Yang dimaksud dengan 'Dzikir dalam kelompok yang mulia' adalah dzikir dengan suara keras. [7] Dari dalil-dalil dan keutamaan inilah sudah cukup untuk menjadi pegangan bagi orang yang berdzikir dengan suara keras."


Penafsiran ini sesuai dengan ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar, beliau berkata: "Makna hadis Qudsi diatas adalah: Jika ia menyebut-Ku dalam dirinya maka Aku menyebutnya dengan pahala yang tidak Aku perlihatkan kepada siapapun. Dan jika ia menyebut-Ku dengan suara keras, maka Aku menyebutnya dengan pahala yang Aku perlihatkan kepada kelompok malaikat yang paling tinggi" (Fath al-Bari XIII/386)

Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklan