POLITIK PRAKTIS ISLAMI ATAU WACANA ILMU FIQIH SIYASAH
Saudaraku muslimin ....
Sering terjadi pro dan kontra apabila postingan suatu
grup terkait dengan politik praktis. Suatu keniscayaan pertentangan akan
terjadi. Karena orientasi politis masing-masing anggota grup tentu berbeda.
Keberpihakan politis menjadikan pemicu konflik karena satu pihak akan
mengkampanyekan pandangan politisnya, di pihak lain akan bertahan dengan
serangan wacana politis.
Bisanya kalau sudah terjadi pertentangan politis (lumrah
dalam dunia politik, namun akan mengganggu dalam grup yang bukan berorientasi
politis) yang terjadi suasana panas
perdebatan, ujungnya adalah salah satu akan LEFT. Bahkan terkadang menjadikan
hubungan persaudaraan dan pertemanan menjadi renggang. Tidak jarang penyebabnya
adalah tekanan psikologis yang dianggap menyerang dan terintimidasi oleh wacana
yang dimunculkan di grup.
Apalagi dalam wacana politik di Indonesia Agama
seringkali juga diseret untuk melegitimasi pandangan politis. Jargon-jargon
agama terkadang tercampur dengan jargon politis. Seolah ketika wacana politik
islami berseberangan salah satu kubu akan menyerangnya dengan ungkapan : menentang
Islam, penggolongan munafik dll. Padahal pertentangannya pada ijtihad politis
bukan substansi keislamanya.
Pembenaran politis membawa atas nama Islam inilah
terkadang menimbulkan kesimpang-siuran antara wacana Keislaman dan wacana
politis. Yang antipati politik akhirnya membuat jargon ISLAM YES, POLITIK ISLAM
NO, jargon yang bisa diperdebatkan dalam perspektif keislaman ataupun
perspektif politis, masing-masing akan membuat rasionalitas kebenaran sendiri.
Disisi sebelahnya jargon yang dikembangkan ORANG ISLAM
HARUS BERPOLITIK KALO TIDAK AKAN DIPOLITISIR, jargon tersebut terkadang mengharuskan
orang islam untuk diarahkan orientasi politisnya ke PARTAI ISLAM. Bahkan
diarahkan untuk mendukung pada gerakan politis kelompok Islam tertentu. Padahal
beragamnya pandangan keislaman dan pandangan politis umat Islam di Indonesia
adalah beragam. Tidak ada yang bisa mengklaim satu-satunya kelompoknya
merepresentasikan ISLAM SECARA MUTLAK, dan yang tidak sama pandangan politis
dengan kelompoknya dianggap bukan ISLAM. Apakah politikus muslim yang
menyalurkan orientasi politisnya ke partai Nasionalis bukan partai Islam (semisal
PDIP, GOLKAR, DEMOKRAT dll) dianggap tidak sedang membela Islam dalam perannya
di partai tersebut ??? Apalagi terlalu ektrim dan kakunya pandangan
menggolongkan politikus muslim tersebut yang dianggap tidak sejalan dengan
pandangan poltik islaminya sebagai kaum munafiq ??????
Dua kubu yang akan membawa klaim pembenaran sendiri,
sehingga pertentangan adalah keniscayaan.
Kali ini saya wacanakan untuk menghindari politik praktis
(kampanye orientasi politik) tapi kita kembangkan Wacana keilmuan politik dalam
islam yang masuk dalam pembahasan FIQIH SIYASAH. Sehingga kita lebih mendorong
pembicaraan dan diskusi pada wacana keilmuan FIQIH SIYASAH, bukan kampanye
politik praktis islami, bahkan provokasi dan agitasi (termasuk HOAX) terhadap
kubu-kubu lawan politis.
Dalam Tinjauan FIQIH SIYASAH tidak menutup kemungkinan
menggunakan studi kasus aktual dalam duia politik di Indonesia maupun dunia
Islam lainnya. Barangkali ini sekapur sirih untuk menghidupkan grup ini lebih
produktif.
Monggo sinambi coffe break .... Sruuutup
Monggo sinambi coffe break .... Sruuutup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar