MENGERASKAN BACAAN BASMILLAH DALAM SHOLAT JAHRIYYAH
(BACAAN KERAS)
Adapun membaca surat al-Fatihah termasuk rukun dan
kewajiban shalat yang tidak boleh ditinggalkan. Di antara bacaan yang terdapat
dalam surah al-Fatihah adalah bacaan basmalah.
Berkaitan dengan bacaan basmalah ini, ada tiga pendapat
di kalangan ulama.
Pertama, membaca basmalah dihukumi wajib setiap membaca
surah al-Fatihah dalam setiap raka’at. Bagi imam dalam shalat jahriyyah
disunnahkan membacanya dengan keras. Demikian pendapat Imam al-Syafi’i dan kaum
salaf.
Kedua, membaca basmalah hukumnya sunnah ketika membaca
surah al-Fatihah, dan sunnah dibaca secara pelan (sirran) dalam setiap shalat.
Demikian pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Ketiga, membaca basmalah tidak diwajibkan dan tidak
disunnahkan dalam shalat maktubah (fardhu). Tetapi boleh membacanya dalam
shalat sunnah. Demikian pendapat Imam Malik.
Dari ketiga pendapat tersebut, pendapat Imam al-Syafi’i
lebih kuat dan lebih berhati-hati, karena hadits-hadits shahih yang sangat
banyak mendukungnya.
Antara lain adalah hadits-hadits berikut ini:
عَنْ اَبِيْ
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا قَرَأْتُمْ الْحَمْدُ للهِ فَاقْرَؤُوْا بِسْمِ اللهِ الرَّحمنِ
الرَّحِيْمِ اِنَّهَا اُمُّ الْقُرآَنِ وَاُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْع
الْمَثَانِيْ وَبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ اِحْدَى آَيَاتِهَا.
(رواه
الدارقطني والبيهقي بإسناد صحيح).
“Abu Hurairah RA berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallama bersabda: “Apabila kamu membaca surat al-Hamdu lillah, maka bacalah
bismillahirrahmanirrahim, karena sesungguhnya ia adalah induk al-Qur’an, induk
al-Kitab dan tujuh ayat yang diulang-ulang. Sedangkan Bismillahirrahmanirrahim
adalah salah satu ayatnya.”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh ad-Daraquthni (I/312)
dan al-Baihaqi (as-Sunanul Kubra, II/45), dengan sanad yang shahih, baik secara
mauquf maupun secara marfu’. Hadits di atas menjadi dalil wajibnya membaca
basmalah dalam shalat, dan anjuran membacanya dengan keras dalam shalat
jahriyah bagi imam.
عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَرَأَ الْفَاتِحَةَ ثُمَّ قَالَ وَلَقَدْ آَتَيْنَاكَ سَبْعًا
مِنَ الْمَثَانِيْ قَالَ هِيَ فَاتِحَةُ الْكِتَابِ وَبِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ
الرَّحِيْمِ اْلآَيَةُ السَّابِعَةُ. (رواه الطبراني بإسناد حسن كما قاله الحافظ
ابن حجر في الفتح).
“Ibnu Abbas membaca surat al-Fatihah, kemudian berkata:
“Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca
berulang-ulang”. Ibnu Abbas berkata: “Maksud tujuh ayat adalah Surat
al-Fatihah. Sedangkan Bismillahirrahmanirrahim adalah ayat ketujuh”.
Hadits ini diriwayatkan oleh at-Thabarani dengan sanad
yang hasan, sebagaimana telah dikatakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar (Fathul Bari
Syarh Shahihil Bukhari, VIII/382).
Hadits tersebut menunjukkan wajibnya membasa basmalah
dalam setiap shalat, karena bagian dari surat al-Fatihah yang wajib dibaca.
عَنْ قَتَادَةَ
قَالَ سُئِلَ أَنَسٌ كَيْفَ كَانَتْ قِرَاءَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَتْ مَدًّا ثُمَّ قَرَأَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ يَمُدُّ بِبِسْمِ اللهِ وَيَمُدُّ بِالرَّحْمَنِ وَيَمُدُّ
بِالرَّحِيمِ. (رواه البخاري)
“Qatadah berkata: “Anas ditanya tentang bagaimaca cara
Nabi Shallallahu’alaihi wasallama membaca al-Qur’an?” Ia menjawab: “Nabi
Shallallahu’alaihi wasallama membacanya dengan panjang”. Lalu Anas membaca
bismillahirrahmanirrahim, memanjangkan bismillah, memanjangkan arrahman dan
memanjangkan arrahim.” (HR. al-Bukhari [5046]).
عَنْ أُمِّ
سَلَمَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ فِي
الصَّلاَةِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ فَعَدَّهَا آَيَةً.
“Dari Ummu Salamah, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallama membaca dalam shalat, bismillahirrahmanirrahim, dan menghitungnya
sebagai satu ayat (dari al-Fatihah).”
Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Dawud (IV/37),
ad-Daraquthni (I/307), al-Hakim dalam al-Mustadrak (II/231), al-Baihaqi dalam as-Sunanul
Kubra (II/44) dan lain-lain dengan sanad yang shahih. Hadits tersebut menjadi
dalil wajibnya membaca basmalah dalam shalat.
وَعَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَجْهَرُ
بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ فِي الصَّلاَةِ. (رَوَاهُ الْبَزَّارُ
وَرِجَالُهُ مُوْثَقُوْنَ)
“Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi wasallama
mengeraskan bacaan bismillahirrahmanirrahim dalam shalatnya.”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Bazzar, dan para
perawinya dapat dipercaya sebagaimana ditegaskan oleh al-Hafizh al-Haitsami (Majma’uz
Zawaid, II/109).
عَنْ نُعَيْمٍ
الْمُجْمِرِ قَالَ صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى إِذَا بَلَغَ
غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ فَقَالَ آمِينَ فَقَالَ
النَّاسُ آمِينَ … قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَشْبَهُكُمْ
صَلَاةً بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه النسائي، وصححه
ابن خزيمة وابن حبان والبيهقي).
“Nu’aim al-Mujmir berkata: “Aku shalat di belakang Abu
Hurairah, lalu ia membaca bismillahirrahmanirrahim, kemudian membaca Ummul
Qur’an, sehingga setelah sampai pada ghairil maghdhubi ‘alaihim walad-dhallin,
maka ia berkata, amin. Lalu orang-orang juga berkata, amin… Lalu Abu Hurairah
berkata: “Demi Dzat yang jiwaku dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku adalah
orang yang paling menyerupai kamu shalatnya dengan Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallama”.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh an-Nasa’i (II/134), dan
dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah (I/251), Ibnu Hibban (V/100), ad-Daraquthni
(I/309), al-Hakim (al-Mustadrak, I/232) dan al-Baihaqi (as-Sunanul Kubra
II/58). Hadits tersebut juga dishahihkan oleh al-Imam an-Nawawi dan al-Hafizh Ibnu
Hajar (Fathul Bari, II/267).
Dalam hadits tersebut, sahabat Abu Hurairah mengeraskan
bacaan basmalah, sehingga didengar oleh jamaah di belakangnya, dan beliau
berkata bahwa shalat beliau persis dengan shalat Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallama. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW mengeraskan bacaan basmalah
dalam shalat.
Apabila hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa
Rasulullah SAW dan para sahabat mengeraskan bacaan basmalah dalam shalat, lalu
bagaimana dengan hadits riwayat Muslim dalam Shahih-nya yang menyatakan
sebaliknya? Hadits tersebut teksnya begini:
عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ قَالَ صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَكَانُوا يَسْتَفْتِحُونَ بِ (الْحَمْدُ
للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) لاَ يَذْكُرُونَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
فِى أَوَّلِ قِرَاءَةٍ وَلاَ فِى آخِرِهَا.
“Anas bin Malik berkata: “Aku shalat di belakang Nabi
Shallallahu’alaihi wasallama, Abu Bakar, Umar dan Utsman. Mereka memulai dengan
alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Mereka tidak menyebut bismillahirrahmanirrahim
di awal bacaan dan di akhirnya”. (HR. Muslim [918]).
Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallama, Abu Bakar, Umar dan Utsman memulai shalatnya dengan bacaan alhamdulillahi
rabbil ‘alamin, tanpa membaca basmalah di awal dan di akhirnya. Menanggapi
hadits tersebut, para ulama memberikan beberapa jawaban yang cukup ilmiah.
Pertama, redaksi “Mereka tidak menyebut
bismillahirrahmanirrahim di awal bacaan dan di akhirnya”, bukan pernyataan
sahabat Anas bin Malik, akan tetapi pernyataan sebagian perawi yang memahaminya
dari redaksi sebelumnya. Padahal maksud perkataan sahabat Anas, “Mereka memulai
dengan alhamdulillahi rabbil ‘alamin”, memulai dengan surat alhamdulillahi
rabbil ‘alamin, salah satu nama dari surat al-Fatihah, bukan tidak membaca
basmalah. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadits Abu Hurairah yang
perawinya dapat dipercaya (Majma’uz Zawaid, II/109).
Kedua, hadits Muslim tersebut juga bertentangan dengan
hadits al-Bukhari sebelumnya yang menyebutkan bahwa Nabi SAW membaca basmalah
dengan dipanjangkan.
Ketiga, para ulama yang menulis kitab mushthalahul hadits,
menjadikan hadits Anas bin Malik tersebut sebagai contoh hadits yang mengandung
illat (mu’all), yang kapasitasnya lemah untuk dijadikan hujjah. (Lihat,
az-Zarkasyi, an-Nukat ‘ala Muqaddimah Ibnis-Shalah II/212; Ibnu Hajar
al-‘Asqalani, an-Nukat ‘ala Kitab Ibnis-Shalah hal. 749; as-Sakhawi, Fathul
Mughits, I/209; as-Suyuthi, Tadribur Rawi, 298 dan lain-lain).
Keempat, persoalan apakah Nabi Shallallahu’alaihi
wasallama membaca basmalah atau tidak di dalam shalat, adalah persoalan yang
tidak ada dalam hafalan sahabat Anas. Imam Ahmad meriwayatkan:
عَنْ سَعِيْدِ بْنِ
زَيْدٍ أَبِيْ مَسْلَمَةَ قَالَ: سَأَلْتُ أَنَسًا أَكَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
أَوِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ فَقَالَ اِنَّكَ لَتَسْأَلُنِيْ عَنْ
شَيْءٍ مَا أَحْفَظُهُ أَوْ مَا سَأَلَنِيْ أَحَدٌ قَبْلَكَ.
“Sa’id bin Zaid Abi Maslamah berkata: “Aku bertanya
kepada Anas, apakah Nabi Shallallahu’alaihi wasallama membaca
bismillahirrahmanirrahim atau alhamdulillahi rabbil ‘alamin?” Lalu ia berkata:
“Sungguh kamu bertanya kepadaku tentang sesuatu yang aku tidak menghafalnya,
atau sesuatu yang belum pernah soleh seseorang kepadaku”.
Hadits di atas diriwayatkan oleh Imam Ahmad (al-Musnad,
[12723]) dan dishahihkan oleh ad-Daraquthni.
Kelima, hadits di atas bertentangan dengan hadits lain
yang menyatakan bahwa Khalifah yang empat, lebih-lebih Khalifah Umar dan Ali radhiyallahu
‘anhum, mengeraskan bacaan basmalah dalam shalat. (Lihat, al-Baihaqi, Ma’rifatus
Sunan wal-Atsar, II/372-378).
Keenam, hadits di atas juga bertentangan dengan tradisi
penduduk Madinah, yang mengeraskan bacaan basmalah dalam shalat, sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam al-Syafi’i dan lain-lain. (Lihat, Ibnu Abdil Barr, al-Inshaf,
hal. 192; al-Ghumari, at-Thuruqul Mufashshalah, hal. 47).
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa mengeraskan
bacaan basmalah dalam shalat jahriyah, lebih kuat dari sisi dalil, daripada
pendapat yang membacanya pelan atau tidak membacanya sama sekali.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar