iklan banner

Jumat, 04 Mei 2018

BOLEHNYA TRADISI NYADRAN


TINJAUAN HUKUM SYARIAT DALAM TRADISI SEDEKAH MAKANAN (KENDURI),
ZIARAH KUBUR DALAM BULAN SYA’BAN (RUWAHAN DAN NYADRAN)

Bulan sya’ban merupakan bulan yang mulia dan istimewa,dimana selama satu tahun amal manusia dilaporkan ke hadzirat ilahi Robbi.dinamakan bulan sya’ban karena dimana setiap amal kebaikan satu akan dilipat gandakan.Rosululloh sendiri memperbanyak amal dan melakukan puasa sebulan penuh.

Yahya bin muadz berkata:sya’ban itu mempunyai lima huruf,dan ALLOH akan memberi tiap huruf pada orang yang mau memuliakannya.
syin artinya syafaat,ain artinya mulia
ba’ artinya kebaikan alif artinya rukun dan
nun artinya cahaya.

dengan demikian maka bulan rojab adalah bulan membersihkan badan,
bulan sya’ban adalah bulan membersihkan hati dan
bulan romadhon adalah bulan membersihkan ruh.

sesungguhnya orang yang membersihkan badan dibulan rojab,maka akan bersih hatinya dibulan sya’ban,dan orang yang membersihkan hatinya di bulan sya’ban,maka akan bersih ruhnya dibulan romadhon.

Bulan Sya’ban telah tiba, sebagian masyarakat kita menamakan bulan Sya’ban dengan bulan Ruwah. Kata Ruwah identik dengan kata arwah, memang keduanya saling berhubungan.
Bulan Sya’ban menjadi bulan spesial, artinya ada beberapa tradisi yang berlaku di bulan ini yang tidak dilaksanakan pada bulan-bulan lain. Diantara tradisi itu adalah menengok makam atau meziarahi kubur orang tua, kakek-nenek, saudara, sanak family, suami atau istri, anak atau bapak yang telah mendahului.

Ada banyak macam nama untuk tradisi ziarah kubur menjelang bulan Ramadhan atau di akhir bulan Sya’ban. Sebagian mengatakan dengan istilah arwahan, nyekar (sekitar Jawa Tengah), kosar (sekitar Jawa Timur), munggahan (sekitar tatar Sunda) dan lain

Tradisi Ruwahan, Nyadranan, Gesik Kubur, dan lain-lain merupakan bentuk akulturasi budaya-agama. Masyarakat Jawa telah melestarikan turun-temurun tradisi ini. Dan ini merupakan salah satu metode dakwah Walisongo. Walisongo mengislamkan nusantara dengan memodifikasi budaya yang tidak sesuai dengan Islam dirubah supaya sejalan dengan Islam dan memiliki nilai positif.

Nyadran adalah salah satu prosesi adat Jawa dalam bentuk kegiatan tahunan di bulan Ruwah (Sya’ban), dari mulai bersih-bersih makam leluhur, masak makanan tertentu, seperti apem, bagi-bagi makanan, dan acara selamatan atau disebut kenduri. Keutamaan amal pada bulan rajab, sya’ban dilakukan untuk menggapai fadhilah dan menyongsong bulan ramadhan.

PENILAIAN AMAL BUKAN PADA NAMANYA

Beberapa amalan Umat Islam di Jawa yang secara nama masih menggunakan bahasa Jawa namun secara subtansi telah berubah diisi dengan amalan Islami. Oleh beberapa pihak masih saja dianggap sebagai sesuatu yang diharamkan, seperti Nyadran, Megengan, Tingkeban, Selapan atau lainnya.

Padahal sebagaimana dikatakan oleh Imam al-Akbar dari al-Azhar, Syaikh Jaad al-Haq menjelaskan:

العبرة فى المحرمات ليست بالأسماء، وإنما بالمسميات (فتاوى الأزهر – ج 7 / ص 210)
“Penilaian sesuatu yang diharamkan tidak terletak pada nama, namun pada subtansi isinya” (Fatawa al-Azhar 7/210)

Dalam Nyadran atau Megengan subtansinya adalah ziarah kubur, mendoakan almarhum, membaca ayat al-Quran, berbagi sedekah atas nama mayit, kesemuanya ini adalah ajaran Islam. Secara syariat amalannya sejalan / tidak bertentangan sehingga tidak haram dilakukan.

TRADISI SEDEKAH MAKANAN (KENDURI)

Berpijak dari bulan sya’ban yang istimewa,umat islam ditanah air melakukan tradisi ruwahan (memperbanyak sedekah) sehingga bulan sya’ban dinamakan bulan ruwah.

para ulama’ juga menganjurkan agar kita memperbanyak sedekah pada moment-moment yang dianggap penting yang sedang dihadapi.

Al-imam Al-hafidz Al-nawawi berkata;
وَقَالَ أَصْحَابُنَا : يُسْتَحَبُ الاِكْثَارُ مِنَ الصَّدَقَةِ عِنْدَ الاُمُوْرِ الْمُهِمَّةِ (شرح المنهاج ٦/٢٣٣
Para ulama’ kami berkata: disunahkan memperbanyak sedekah ketika menghadapi urusan-urusan penting.

Al-imam ibnu rojab Al-hambali berkata:
         وَلَمَّا كَانَ شَعْبَانُ كَالْمُقَدِّمَةِ لِرَمَضَانَ شُرِعَ فِيهِ مَا يُشْرَعُ فِيْ رَمَضَانَ مِنَ الصِّيَامِ وَقِرَأَةُ الْقُرأَنِ لِيَحْصُلَ تَأَهَّبُ لِتَلَقِي رَمَضَانَ وَتَرْتَاضَ النَّفُوْسُ بِذٰلِكَ عَلىٰ طَاعةِ الرَّحْمٰنِ.رَوَيْنَا بِإسْنَادِ ضَعِيْفِ عَنْ اَنَاسٍ قَالَ:كَانَ المُسْلِمُوُنَ إِدَا دَخَلَ شَعْبَانُ اِنْكَبُّوْا عَلٰى الْمَصَاحِفِ فَقَرَؤُوهَا وَأَخْرَجُوا زَكَاةَ اَمْوَالِهِمْ تَقْوِيَةً لِلضَّعِيفِ وَالْمِسْكِينِ عَلٰى صِيَامِ رَمَضَانَ(الامام الحافظ ِبن رجب الحنبلى للطائف المعارف.ص ٢٥٨

Ketika bulan sya’ban itu merupakan pengantar bagi bulan romadhon,maka pada bulan sya’ban dianjurkan hal-hal yang dianjurkan pada bulan romadhon,seperti berpuasa dan membaca Al-qur’an sebagai persiapan menghadapi bulan romadhon,dan jiwa menjadi terlatih untuk taat kepada ALLOH Swt.Kami telah meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari anas yang berkata:ketika bulan sya’ban tiba,kaum muslimin biasanya menekuni mushaf dengan membaca Al-qur’an,mereka juga mengeluarkan zakat,harta benda mereka agar membantu orang yang lemah dan miskin dalam menjalani puasa romadhon (ibnu rajab al-hambali latho’if al-ma’arif hlmn 258)


TRADISI ZIARAH KUBUR DIBULAN SYA’BAN

Pada bulan sya’ban,ada pula sebagian masyarakat yang melakukan tradisi ziarah kubur yang disebagian daerah dikenal dengan tradisi “nyadran”.  Hal tersebut juga sejalan dengan dalil-dalil berikut :

Rosululloh juga berziarah ke makam para sahabat di baqi’ pada malam nishfu sya’ban.

عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ النَّبِيَّ e ذَاتَ لَيْلَةٍ فَخَرَجْتُ أَطْلُبُهُ فَإِذَا هُوَ بِالْبَقِيعِ رَافِعٌ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ أَكُنْتِ تَخَافِيْنَ أَنْ يَحِيْفَ اللهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قَالَتْ قَدْ قُلْتُ وَمَا بِي ذَلِكَ وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ فَقَالَ إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ ِلأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعَرِ غَنَمِ كَلْبٍ

Sayyidah Aisyah berkata “Pada suatu malam, saya kehilangan Rasulullah. Setelah saya keluar mencarinya, ternyata beliau ada di Baqi’ seraya menengadahkan kepalanya ke langit, beliau berkata “Apakah kamu takut Allah dan Rasulnya mengabaikanmu?”. Aisyah  berkata “Saya tidak memiliki ketakutan itu, saya mengira engkau mengunjungi sebagian di antara istri-istri engkau”. Nabi berkata “Sesungguhnya (rahmat) Allah turun ke langit yang paling bawah pada malam Nishfu Sya’ban dan Ia mengampuni dosa-dosa yang melebihi dari jumlah bulu kambing milik suku Kalb”.  (HR Turmudzi no 670, dan Ibnu Majah no 1379)

Rasulallah beserta para sahabat pula mengadakan ziarah kubur yang sifatnya tahunan, sebagaimana hadits berikut :

Rasulullah Saw, Khulafa’ al-Rasyidin dan Para Sahabat Rutin Berziarah Tiap Tahun

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ التَّيْمِيِّ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي قُبُوْرَ الشُّهَدَاءِ عِنْدَ رَأْسِ الْحَوْلِ فَيَقُوْلُ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ قَالَ وَكَانَ أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ يَفْعَلُوْنَ ذَلِكَ (مصنف عبد الرزاق 6716 ودلائل النبوة للبيهقى 3 / 306)

“Diriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim al-Taimi, ia berkata: Rasulullah Saw mendatangi kuburan Syuhada tiap awal tahun dan beliau bersabda: Salam damai bagi kalian dengan kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu (al-Ra’d 24). Abu Bakar, Umar dan Utsman juga melakukan hal yang sama” (HR Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf No 6716 dan al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwah III/306)

TRADISI SEDEKAH ARWAH

Dalam Nyadran atau Megengan subtansinya adalah ziarah kubur, mendoakan almarhum, membaca ayat al-Quran, berbagi sedekah atas nama mayit, kesemuanya ini adalah ajaran Islam.

Rasulullah Bersedekah Makanan Atas Nama Khadijah
قَالَتْ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا ذَبَحَ الشَّاةَ فَيَقُولُ أَرْسِلُوا بِهَا إِلَى أَصْدِقَاءِ خَدِيجَةَ . قَالَتْ فَأَغْضَبْتُهُ يَوْمًا فَقُلْتُ خَدِيجَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنِّى قَدْ رُزِقْتُ حُبَّهَا (رواه مسلم)
“Aisyah berkata: “Jika Rasulullah menyembelih kambing, maka beliau berkata: “Kirimkan daging-daging ini untuk teman-teman dekat Khadijah”. Aisyah berkata: “Saya memarahi Nabi di suatu hari”. Nabi bersabda: “Saya sudah diberi rezeki mencintainya” (HR Muslim)

كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَفْعَلُهُ مِنْ ذَبْحِ الذَّبِيْحَةِ وَالتَّصَدُّقِ بِهَا عَنْ خَدِيْجَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا بَعْدَ وَفَاتِهَا فَقَالَ: طَبْعًا هَذَا مِنَ الصَّدَقَةِ  نَعَمْ يُؤْخَذُ مِنْهُ اَنَّهُ يَتَصَدَّقُ عَنِ الْمَيِّتِ اِمَّا بِلَحْمٍ وَاِمَّا بِطَعَامٍ وَاِمَّا بِنُقُوْدٍ اَوْ بِمَلاَبِسَ يَتَصَدَّقُ عَنِ الْمَيِّتِ هَذَا مِنَ الصَّدَقَةِ عَنْهُ اَوْ بِاُضْحِيَّةٍ عَنْهُ فِي وَقْتِ اْلاُضْحِيَّةِ هَذَا كُلُّهُ مِنَ الصَّدَقَةِ عَنِ الْمَيِّتِ يَدْخُلُ فِيْهِ (فتاوى الاحكام الشرعية رقم 9661)
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallama melakukan penyembelihan hewan dan menyedekahkannya untuk Khadijah setelah wafatnya (HR Muslim No 4464).

Syaikh berkata: Secara watak ini adalah sedekah. Dari dalil ini dapat diambil kesimpulan bahwa boleh bersedekah atas nama mayit baik berupa daging, makanan, uang atau pakaian, ini adalah sedekah, atau dengan qurban saat Idul Adlha. Kesemua ini adalah sedekah atas nama mayit” (Fatawa al-Ahkam asy-Syar’iyah No 9661)

Melakukan sedekah untuk almarhum dapat dilakukan dimana pun, termasuk juga di makam, seperti yang disampaikan oleh ahli hadis al-Hafidz adz-Dzahabi bahwa seorang ulama bernama Abu al-Qasim Ismail bin Muhammad yang diberi gelar Qiwam as-Sunnah (penegak sunah) juga membawa makanan di makam:

وَسَمِعْتُ غَيْرَ وَاحِدٍ مِنْ أَصْحَابِهِ (الْاِمَامِ اَبِي الْقَاسِمِ) أَنَّهُ كَانَ يُمْلِي ” شَرْحَ مُسْلِمٍعِنْدَ قَبْرِ وَلَدِهِ أَبِي عَبْدِ اللهِ، فَلَمَّا كَانَ خَتْمُ يَوْمِ الْكِتَابِ عَمِلَ مَأْدَبَةً وَحَلَاوَةً كَثِيْرَةً، وَحُمِلَتْ إِلَى اْلمَقْبَرَةِ (تاريخ الإسلام للذهبي – ج 8 / ص 195)
Saya dengar lebih dari satu orang dari muridnya, bahwa Abu al-Qasim menulis Syarah Muslim di dekat makam anaknya Abu Abdillah. Ketika ia khatam menulis kitab, ia membuat makanan dan masnisan yang banyak, serta dibawa ke makam (Tarikh al-Islam, 8/195)

ZIARAH KUBUR UNTUK MENDOAKAN DAN MENYENANGKAN ARWAH MUSLIMIN

Ziarah kubur tidak hanya sebagai dzikrul maut namun juga untuk mendoakan serta menggembirakan para arwah muslimin.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ عَبْدٍ يَمُرُّ بِقَبْرِ رَجُلٍ كَانَ يَعْرِفُهُ فِى الدُّنْيَا فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ إِلاَّ عَرَفَهُ وَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ (رواه الخطيب في التاريخ 6 / 137 وابن عساكر 10 / 380 عن أبى هريرة وسنده جيد ورواه عبد الحق في الأحكام وقال : إسناده صحيح كما في القليوبي)
“Rasulullah Saw bersabda: Tidak seorangpun yang melewati kuburan temannya yang pernah ia kenal ketika di dunia dan mengucap salam kepadanya, kecuali ia mengenalnya dan menjawab salamnya” (HR al-Khatib al-Baghdadi dalam al-Tarikh VI/137 dan Ibnu ‘Asakir X/380 dari Abu Hurairah. Dan sanadnya baik, juga diriwayatkan oleh Abdulhaqq dalam al-Ahkam, ia berkata: Sanadnya sahih)

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ رَجُلٍ يَزُوْرُ قَبْرَ أَخِيْهِ وَيَجْلِسُ عِنْدَهُ إِلاَّ اسْتَأْنَسَ بِهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ حَتَّى يَقُوْمَ
“Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: Tak seorang pun yang berziarah ke makam saudaranya dan duduk di dekatnya, kecuali ia merasa senang dan menjawabnya hingga meninggalkan tempatnya”

Al-Hafidz al-Iraqi memberi penilaian terkait status hadis ini:
قَالَ الْحَافِظُ الْعِرَاقِي أَخْرَجَهُ ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا فِي الْقُبُوْرِ وَفِيْهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ سَمْعَانَ وَلَمْ أَقِفْ عَلَى حَالِهِ وَرَوَاهُ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ فِي التَّمْهِيْدِ مِنْ حَدِيْثِ ابْنِ عَبَّاسٍ نَحْوَهُ وَصَحَّحَهُ عَبْدُ الْحَقِّ اْلأَشْبِيْلِيِّ (تخريج أحاديث الإحياء 4 / 216)

“Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi al-Dunya dalam al-Qubur. Di dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Sam’an, saya tidak mengetahui perilakunya. Hadis yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abdilbarr dari Ibnu Abbas dan disahihkan oleh Abdulhaqq al-Asybili” (Takhrij Ahadits al-Ihya IV/216)

Dalam rangka menjalin hubungan baik dengan saudara muslim baik ketika masih hidup atau sudah meninggal maka itu salah satu pentingnya ziarah kubur.

KESIMPULAN.

Amalan-amalan sunah yang diselenggarakan terkait bulan Sya’ban (ruwah) walaupun dibingkai dalam istilah lokal jawa (nyadran), namun substansi dan amalnya tidak bertentangan dengan syariat maka perkara tersebut boleh dilakukan. Bahkan tradisi tersebut bila benar dilakukan maka akan menghidupkan amalan sunah dibulan mulia ini.

Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklan