ALLAH WUJUD وُجُودٌ (ADA).
MUSTAHIL ‘ADAM (TIADA)
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا
فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ
Allah Yang Menciptakan
langit dan bumi serta yang berada diantara keduanya… [QS. As Sajdah (32) : 4]
Wujud (ada) adalah sifat Nafsiyyah artinya sesungguhnya
Allah itu ada dan keberadaan Nya itu pasti tidak diragukan lagi. Sifat ini juga
menegaskan di mana Allah menjadi tidak ada tanpa adanya sifat tersebut.
Wujud artinya ada dan sifat mustahilnya ‘Adam artinya
tidak ada. Untuk membuktikan bahwa Allah itu ada bukan hal yang mudah, kecuali
bagi orang-orang yang memiliki keimanan yang luhur. Memang kita tidak dapat
melihat wujud Allah secara langsung, tetapi dengan menggunakan akal, kita dapat
menyaksikan ciptaan-Nya. Dari mana alam semesta ini berasal? Pastilah ada yang
menciptakannya. Tidak mungkin alam semesta ini jadi dengan sendirinya tanpa ada
yang menciptakan.
Tuhan haruslah Ada,
mustahil Tuhan itu bersifat tidak ada. Sesuatu bisa disebut Ada, kalau ia ada
dengan sendirinya. Sebab ‘Ada’ adalah kata aktif, bukan pasif. Jadi segala
sesuatu yang ‘diadakan’ maka dia bukanlah Tuhan, sebab sifatnya ‘diadakan’,
bukan ‘Ada’. Umpamanya ada orang lumpuh, dia dibantu dan digerakkan atau
diposisikan sehingga ia berada pada posisi duduk. Maka sebenarnya ia tidak
duduk akan tetapi didudukkan. Ketika ia ditopang oleh orang lain sehingga
berada pada posisi berdiri, sebenarnya ia tidak berdiri, melainkan didirikan.
Tuhan tidak diadakan. Tuhan itu Ada tanpa diadakan.
Tidak pantas jika kita
menyembah sesuatu yang diciptakan. Tidak pantas jika manusia menyembah Isa as.,
Uzair as, patung, Fir’aun, pohon, dewa-dewa, jin, malaikat, dsb. Sebab mereka
semua diciptakan. Sesuatu yang diciptakan bukanlah Tuhan. Justeru Tuhan itulah
yang mencipta segala yang ada.
Allah berfirman :
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا ۖ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ
حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
Dan apakah orang-orang
yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu
adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air
Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman? [Al-Anbiya`: 30]
Untuk membuktikan bahwa Allah itu ada tergantung kepada
pengetahun dan cara berfikir setiap orang. Ada orang yang pengetahuan dan cara
berfikirnya sederhana, dia bisa membuktikan keberadaan Allah dengan dalil yang
sangat sederhana pula. Contohnya seperti yang telah dikisahkan dalam pelajaran
sebelumnya, pernah seorang Badui (Arab dari pegunungan) ditanya, ”Dari mana kau
mengetahui bahwa Allah itu ada?”. Kebetulan di muka orang Badui tadi ada
kotoran unta. Ia menjawab ”Apakah kau lihat kotoran unta ini? Setiap ada
kotoran unta pasti ada untanya. Tidak mungkin kotoran unta itu berada dengan
sendirinya”
Sedangkan untuk kita yang hidup di abad serba canggih dan
modern cara membuktikannya pula berbeda. Tentu kita melihat pesawat terbang,
kereta api, mobil, komputer dan lain-lainnya, sesuatu yang tidak masuk akal
jika semua itu terjadi dengan sendirinya. Ya sudah pasti ada pembuatnya. Bahkan
sampai benda-benda yang sederhana saja seperti jarum ada yang membuatnya, tidak
mungkin jarum itu jadi dengan sendirinya. Apalagi sekarang dunia sudah
bertambah maju dan teknologi sudah jahuh semakin canggih.
Karena kita tidak bisa melihat Allah, bukan berarti Allah
itu tidak ada. Allah ada. Mesikpun kita tidak bisa melihat-Nya, tapi kita bisa
merasakan ciptaannya. Pernyataan bahwa Allah itu tidak ada hanya karena panca
indera manusia yang sangat terbatas, karena Dia tidak bisa diraba dan tidak
bisa dilihat, makanya kita tidak bisa mengetahui keberadaan Allah kecuali
dengan bukti bukti ciptaan Nya
Pada tahun 1929, A.E.
Hubble seorang astronom berkebangsaan Amerika menghadirkan sebuah penemuan
besar. Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasa, ia mendapati
cahaya dari bintang-bintang itu berubah ujung spektrumnya menjadi merah. Hal
ini berarti, bintang tersebut menjauh dari tempat observasi. Artinya bintang
menjauhi bumi secara tetap. Sebelumnya ia juga mendapati bahwa galaksi-galaksi
dan bintang-bintang bergerak saling menjauh satu dengan yang lainnya. Ini
menjelaskan bahwa ternyata alam semesta meluas, “Tidak statis sebagaimana
diklaim oleh kaum atheis. Alam semesta yang meluas ini menunjukkan bahwa jika
alam semesta dapat bergerak mundur dalam hal waktu, maka didapati bahwa alam
semesta berasal dari ‘titik tunggal’. Perhitungan menunjukkan bahwa titik
tunggal ini, mengandung pengertian semua zat atau materi yang ada di alam
semesta, mempunyai ‘volume nol’ dan ‘kerapatan tak terbatas’. Alam semesta
tercipta melalui ledakan titik tunggal yang bervolume nol ini. Ledakan luar
biasa dahsyatnya yang disebut Ledakan Dahsyat (Big Bang) ini menandai
dimulainya alam semesta. Adapun yang dimaksud dengan ‘volume nol’ adalah
ketiadaan.”
Ini adalah bukti bahwa
agama Islam bukanlah takhyul. Sebab keyaqinan bahwa alam semesta itu diciptakan
oleh Allah dapat dijelaskan secara ilmiah. Justeru teori yang mengatakan bahwa
alam semesta ini tidak diciptakan itulah yang merupakan kepercayaan takhyul
yang tidak logis, tidak masuk aqal, tidak ilmiah, jahil, sesat. Jika tidak
diatur oleh Allah, mana mungkin sebuah ledakan dahsyat dapat menghasilkan
tatanan yang teratur seperti yang kita lihat pada alam semesta. Sebagaimana
kita ketahui, setiap ledakan itu hanya menghasilkan kekacau-balauan. Tidak
mungkin ledakan dinamit menghasilkan bangunan megah yang kokoh dan indah. Tanpa
Kekuasaan Allah, tentu zat-zat itu akan berhamburan tanpa kontrol. Tetapi pada
kenyataannya, setelah peristiwa Big Bang, zat-zat itu bergerak dengan kecepatan
dan arah yang sangat terkendali. Tentu saja Allah Yang telah menahan zat-zat
tersebut agar tidak berhamburan tanpa kendali.
Allah Ada bukan dengan
diadakan, tetapi Allah memang bersifat Wujud (Ada). Allah ada dengan
SendiriNya. Sedangkan makhluq pada haqiqatnya tidak ada, melainkan diadakan.
Jelas beda antara ada dengan diadakan. Itulah salah satu ma’na kalimat tauhid
(LAA MAUJUD ILLALLAAH)
Maka patut bagi mu`min
mu’taqad untuk berdzikir kepada Allah Ta’ala pada tiap yang maujud. Dzikir itu
dapat dilakukan dengan banyak cara, misalnya dengan menyebut Asma Allah atau
memujiNya dengan lisan dan juga meyaqini dengan hati; bisa juga dengan
mengingat ni’mat yang telah Allah berikan; berfikir tentang keindahan dan
keteraturan yang ada pada ciptaan Allah termasuk diri sendiri; mengambil
pelajaran dari tokoh-tokoh terdahulu; mengambil pelajaran dari musibah dan
peristiwa; dsb.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar