iklan banner

Senin, 11 Desember 2017

MEMBANGUN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN SALAM



MEMBANGUN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN SALAM

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Kecerdasan emosional (bahasa Inggris: emotional quotient, disingkat EQ) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan.

Bagamana hubungan SALAM dengan EQ

salâm berasal dari bahasa Arab yang berari selamat, terlepas dari marabahaya, kedamaian, kesejahteraan, dan sentosa. Kata ini seakar dengan kata “islâm” yang secara harfiah bermakna bersikap damai atau  pasrah diri. Keberserahan diri yang total kepada Allah akan membawa seorang hamba kepada keselamatan (salâmah) baik secara lahir maupun batin.

Ekspresi salam bisa dibedakan setidaknya menjadi tiga jenis.

PERTAMA, salam sebagai sapaan. Ia menjadi media, misalnya, untuk menyapa rekan sejawat, hadirin dalam sebuah forum, atau sejenisnya. Salam di sini semata menjadi ucapan yang menunjukkan ekpresi keakraban dan kesantunan sebagai sesama manusia

KEDUA, salam sebagai doa. Dalam makna ini, pengucap salam menyadari bahwa ucapannya lebih dari sekadar basa-basi, atau ekspresi ekraban belaka. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh berarti semoga keselamatan, kasih sayang, dan keberkahan tercurah kepada kalian. Sebuah kalimat yang sangat indah, yang menggabungkan antara semangat untuk menyapa dan mendoakan sekaligus kepada orang lain. Doanya pun sangat mulia. Keselamatan adalah hal yang paling didamba-dambakan oleh seluruh manusia, bahkan binatang sekalipun. Salam semacam ini tak bisa disejajarkan dengan sapaan basa-basi antar teman.

KETIGA, salam sebagai bagian dari unsur syariat. Sebagaimana salam sebagai rukun shalat. Salam seperti ini tak bisa tergantikan dengan “selamat pagi” atau “selamat siang”. Ia harus dilakukan sesuai dengan syariat yang telah digariskan.

Spirit untuk membangun hubungan positif dengan pihak lain. Sebuah hubungan yang sadar bahwa keselamatan, kedamaian, kesejahteraan, harus diejawantahkan secara bersama-sama.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصِلُوا الْأَرْحَامَ وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ

“Hai manusia sebarkan perdamaian (salam), berilah makan dan sambunglah silaturahim, dan shalatlah tatkala manusia sedang tidur, maka kamu akan masuk surga dengan seamat (HR at-Tirmidzi)

Dalam hadits yang lain disebutkan:
أَىُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ قَالَ  تُطْعِمُ الطَّعَامَ ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ ، وَعَلَى مَنْ لَمْ تَعْرِفْ

“Amalan Islam apa yang paling baik?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Memberi makan (kepada orang yang butuh) dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenali dan kepada orang yang tidak engkau kenali.” (HR Bukhari)

Hadits tersebut menunjukkan bahwa menebar perdamaian atau salam merupakan bagian dari ciri pokok sikap Islam yang baik. Bukan hanya mengucapkan salam, tapi juga membantu pihak yang lemah dengan tanpa pandang bulu. Inilah sikap Islam yang sejak awal memang membawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin).

Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklan