MEMBANGUN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN SALAM
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Kecerdasan
emosional (bahasa
Inggris: emotional quotient, disingkat EQ) adalah kemampuan seseorang untuk
menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang
lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap
informasi akan suatu hubungan.
Bagamana hubungan
SALAM dengan EQ
salâm
berasal
dari bahasa Arab yang berari selamat, terlepas dari marabahaya, kedamaian,
kesejahteraan, dan sentosa. Kata ini seakar dengan kata “islâm” yang
secara harfiah bermakna bersikap damai atau pasrah diri. Keberserahan
diri yang total kepada Allah akan membawa seorang hamba kepada keselamatan (salâmah)
baik secara lahir maupun batin.
Ekspresi salam bisa dibedakan setidaknya menjadi tiga jenis.
Ekspresi salam bisa dibedakan setidaknya menjadi tiga jenis.
PERTAMA, salam
sebagai sapaan. Ia menjadi media, misalnya, untuk menyapa rekan sejawat,
hadirin dalam sebuah forum, atau sejenisnya. Salam di sini semata menjadi
ucapan yang menunjukkan ekpresi keakraban dan kesantunan sebagai sesama manusia
KEDUA, salam sebagai
doa. Dalam makna ini, pengucap salam menyadari bahwa ucapannya lebih dari
sekadar basa-basi, atau ekspresi ekraban belaka. Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh berarti semoga keselamatan, kasih sayang, dan
keberkahan tercurah kepada kalian. Sebuah kalimat yang sangat indah, yang
menggabungkan antara semangat untuk menyapa dan mendoakan sekaligus kepada
orang lain. Doanya pun sangat mulia. Keselamatan adalah hal yang paling
didamba-dambakan oleh seluruh manusia, bahkan binatang sekalipun. Salam semacam
ini tak bisa disejajarkan dengan sapaan basa-basi antar teman.
KETIGA, salam sebagai bagian dari unsur syariat. Sebagaimana salam sebagai rukun shalat. Salam seperti ini tak bisa tergantikan dengan “selamat pagi” atau “selamat siang”. Ia harus dilakukan sesuai dengan syariat yang telah digariskan.
KETIGA, salam sebagai bagian dari unsur syariat. Sebagaimana salam sebagai rukun shalat. Salam seperti ini tak bisa tergantikan dengan “selamat pagi” atau “selamat siang”. Ia harus dilakukan sesuai dengan syariat yang telah digariskan.
Spirit untuk membangun
hubungan positif dengan pihak lain. Sebuah hubungan yang sadar bahwa
keselamatan, kedamaian, kesejahteraan, harus diejawantahkan secara
bersama-sama.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ
وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصِلُوا الْأَرْحَامَ وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ
تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“Hai manusia sebarkan perdamaian (salam), berilah makan dan sambunglah silaturahim, dan shalatlah tatkala manusia sedang tidur, maka kamu akan masuk surga dengan seamat (HR at-Tirmidzi)
Dalam hadits yang lain disebutkan:
أَىُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ قَالَ
تُطْعِمُ الطَّعَامَ ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ ، وَعَلَى مَنْ
لَمْ تَعْرِفْ
“Amalan Islam apa yang paling baik?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Memberi makan (kepada orang yang butuh) dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenali dan kepada orang yang tidak engkau kenali.” (HR Bukhari)
Hadits tersebut menunjukkan bahwa menebar perdamaian atau salam merupakan bagian dari ciri pokok sikap Islam yang baik. Bukan hanya mengucapkan salam, tapi juga membantu pihak yang lemah dengan tanpa pandang bulu. Inilah sikap Islam yang sejak awal memang membawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin).
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar