iklan banner

Kamis, 31 Mei 2018

Sholat Sunah Fajar


SHOLAT SUNAH FAJAR

Sholat sunnah fajar adalah sholat qobliyah subuh, karena sholat qobliyah subuh banyak namanya seperti sholat fajar, sholat bard, sholat ghodat, sholat wustho [Baca I'anatuth tholibin bab sholat]. Awal masuknya shalat sunat Fajar setelah adzan shubuh (setelah fajar shadiq) tidak sebelumnya.

Referensi :

- Almajmu' :

وعنها قالت " كان رسول الله صلي الله عليه وسلم يصلي ركعتي الفجر إذا سمع الاذان ويخففهما " رواه البخاري ومسلم
Diriwayatkan dari Aisyah ra “Adalah Rasulullah SAW shalat dua rakaat fajar ketika berkumandang adzan shubuh dan meringankan dua rakaatnya” (HR. Muslim). [ Al-Majmuu’ ala Syarh al-Muhadzdzab IV/26 ].

- Daliil al-Faalihiin

(وفي رواية لمسلم) أي أنفرد بها عن البخاري من حديثها أيضاً (كان يصلي ركعتي الفجر إذا سمع الأذان) أي بعد تمامه لأنه حال الأذان مشغول بإجابته (ويخففهما) مسارعة لأداء الفرض الذي كان يطيل قراءته فيه
Dalam hadits riwayat Muslim dari Aisyah ra “(Adalah Rasulullah SAW shalat dua rakaat fajar kala berkumandang adzan) artinya setelah rampung kumandang adzan shubuh karena saat adzan beliau disibukkan dengan menjawab adzan ( dan meringankan dua rakaatnya) artinya meringkaskan dua rakaatnya karena hendak menjalankan shalat fardhu (shubuh) yang dianjurkan membaca surat panjang didalamnya”. [ Daliil al-Faalihiin VI/436 ].

- Syarah an-Nawawi ala Muslim

قوله كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يصلي ركعتي الفجر إذا سمع الأذان ويخففهما وفي رواية إذا طلع الفجر فيه أن سنة الصبح لا يدخل وقتها إلا بطلوع الفجر واستحباب تقديمها في أول طلوع الفجر وتخفيفها وهو مذهب مالك والشافعي والجمهور
Keterangan “Adalah Rasulullah SAW shalat dua rakaat fajar saat berkumandang adzan shubuh dan meringankan dua rakaatnya” dalam riwayat lain redaksinya ‘saat terbit fajar shadiq’. Dalam hadits ini dijelaskan bahwa shalat sunat fajar belum masuk waktunya kecuali setelah munculnya fajar shadiq dan dianjurkan pengerjaannya dipermulaan munculnya fajar serta diringkas rakaatnya, inilah madzhab Imam Malik, Syafi’i dan mayoritas Ulama Fiqh. [ Syarh an-Nawawi ala Muslim VI/3 ].

Wallahu a’lam


TABARRUK PETILASAN SHOLIHIN


TABARRUK (NGALAP BERKAH) 
PETILASAN ORANG SHOLEH

Bertabarruk dengan tempat yang pernah disinggahi oleh orang-orang shalih adalah hal yang dibenarkan dalam agama dengan dalil yang shahih. Perbuatan semacam ini banyak dilakukan oleh banyak sahabat Nabi. Bahkan oleh Nabi sendiri sewaktu dalam perjalanan Isra Mi'raj. Diantaranya hadits-hadits berikut:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: أُتِيْتُ بِدَابَّةٍ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُوْنَ الْبَغْلِ، خَطْوُهَا عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهَا، فَرَكِبْتُ وَمَعِيْ جِبْرِيْلُ عليه السلام فَسِرْتُ فَقَالَ: اِنْزِلْ فَصَلِّ. فَصَلَّيْتُ، فَقَالَ: أَتَدْرِيْ أَيْنَ صَلَّيْتَ؟ صَلَّيْتَ بِطَيْبَةَ وَإِلَيْهَا الْمُهَاجَرُ، ثُمَّ قَالَ: اِنْزِلْ فَصَلِّ. فَصَلَّيْتُ، فَقَالَ: أَتَدْرِيْ أَيْنَ صَلَّيْتَ؟ صَلَّيْتَ بِطُوْرِ سِيْنَاءَ حَيْثُ كَلَّمَ اللهُ مُوْسَى عليه السلام، ثُمَّ قَالَ: اِنْزِلْ فَصَلِّ. فَصَلَّيْتُ، فَقَالَ: أَتَدْرِيْ أَيْنَ صَلَّيْتَ. صَلَّيْتَ بِبَيْتِ لَحْمٍ حَيْثُ وُلِدَ عِيْسَى عليه السلام

Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Aku didatangkan hewan di atas keledai dan di bawah bagal. Langkahnya sejauh pandangannya. Lalu aku menaikinya dan Jibril menyertaiku. Aku berangkat lalu Jibril berkata: “Turunlah, lakukan shalat". Lalu aku melakukannya. Ia berkata: “Tahukan kamu di mana kamu menunaikan shalat? Kamu shalat di Thaibah, tempatmu berhijrah". Lalu ia berkata: “Turunlah, lakukanlah shalat". Lalu aku melakukannya. Ia berkata: “Tahukah kamu di mana kamu menunaikan shalat? Kamu shalat di Thur Sina, tempat Allah berbicara kepada Musa 'alaihis salam”. Lalu ia berkata: “Turunlah, lakukanlah shalat”. Lalu aku turun dan melakukan shalat. Ia berkata: “Tahukah kamu di mana kamu shalat? Kamu shalat di Betlehem, tempat Isa 'alaihis salam dilahirkan". (Sunan an Nasai juz 1 hal. 221 no. 450 dan dinyatakan shahih oleh Imam al Baihaqi).

Sahabat 'Itban bin Malik bertabarruk dengan membuat musholla di rumahnya yang pernah digunakan shalat oleh Rasulullah dan Abu Bakar.

أَنَّ عِتْبَانَ بْنَ مَالِكٍ وَهو مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّنْ شَهِدَ بَدْرًا مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَّهُ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَنْكَرْتُ بَصَرِي، وَأَنَا أُصَلِّي لِقَوْمِي فَإِذَا كَانَتْ الْأَمْطَارُ سَالَ الْوَادِي الَّذِي بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ لَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ آتِيَ مَسْجِدَهُمْ فَأُصَلِّيَ لَهُمْ، فَوَدِدْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَّكَ تَأْتِي فَتُصَلِّي فِي بَيْتِي فَأَتَّخِذُهُ مُصَلًّى، فَقَالَ: سَأَفْعَلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ. قَالَ عِتْبَانُ: فَغَدَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ حِينَ ارْتَفَعَ النَّهَارُ فَاسْتَأْذَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَذِنْتُ لَهُ، فَلَمْ يَجْلِسْ حَتَّى دَخَلَ الْبَيْتَ. ثُمَّ قَالَ لِي: أَيْنَ تُحِبُّ أَنْ أُصَلِّيَ مِنْ بَيْتِكَ؟ فَأَشَرْتُ إِلَى نَاحِيَةٍ مِنْ الْبَيْتِ. فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَبَّرَ فَصَفَفْنَا فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ

Bahwa 'Itban bin Malik seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang pernah ikut perang Badar dari kalangan Anshar, dia pernah menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: "Wahai Rasulullah, pandanganku sudah buruk sedang aku sering memimpin shalat kaumku. Apabila turun hujan maka air menggenangi lembah yang ada antara aku dan mereka sehingga aku tidak bisa pergi ke masjid untuk memimpin shalat. Aku menginginkan Anda wahai Rasulullah agar dapat mengunjungiku lalu shalat di rumahku yang akan aku jadikan sebagai musholla". Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Aku akan lakukan insya Allah". 'Itban berkata: "Maka berangkatlah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Abu Bakar ketika siang hari, beliau lalu meminta izin dan aku mengizinkannya, beliau tidak duduk hingga beliau masuk ke dalam rumah. Kemudian beliau bersabda: "Mana tempat di rumahmu yang kau sukai untuk aku shalat?" Maka aku tunjukkan tempat di satu sisi rumah. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri lalu takbir. Sementara kami berdiri membuat shaf, beliau shalat dua rakaat kemudian salam". (Shahih al Bukhari juz 1 hal. 92 no. 425).

Juga sahabat Salim bin Abdullah, ayahnya dan Abdullah bin Umar, mereka berhenti untuk shalat di beberapa tempat di tepi jalan karena Rasulullah pernah shalat di tempat tersebut.

عَنْ مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ قَالَ: رَأَيْتُ سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَتَحَرَّى أَمَاكِنَ مِنْ الطَّرِيقِ فَيُصَلِّي فِيهَا، وَيُحَدِّثُ أَنَّ أَبَاهُ كَانَ يُصَلِّي فِيهَا، وَأَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي تِلْكَ الْأَمْكِنَةِ. وَحَدَّثَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ يُصَلِّي فِي تِلْكَ الامْكِنَة

Dari Musa bin Uqbah ia berkata: “Aku melihat Salim bin Abdullah selalu menuju beberapa tempat di jalan, lalu shalat di sana. Ia bercerita bahwa ayahnya shalat di sana, dan ia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam shalat di tempat-tempat tersebut. Nafi’ bercerita kepadaku dari Ibnu Umar bahwa ia shalat di tempat-tempat tersebut". (Shahih al Bukhari juz 1 hal. 104 no. 483).

Dan pada keterangan hadits tersebut Al Hafidz imam Ibnu Hajar menjelaskan bahwa hadits tersebut merupakan hujjah kebolehan bertabarruk dengan atsar (bekas) atau tempat yang pernah disinggahi orang-orang shalih. Wallahu a'lam.

Referensi:

Fathul Bari li Ibni Hajar juz 1 hal. 569
ومحصل ذلك أن ابن عمر كان يتبرك بتلك الأماكن، وتشدده في الاتباع مشهور، ولا يعارض ذلك ما ثبت عن أبيه أنه رأى الناس في سفر يتبادرون إلى مكان فسأل عن ذلك فقالوا: قد صلى فيه النبي صلى الله عليه وسلم فقال: من عرضت له الصلاة فليصل وإلا فليمض، فإنما هلك أهل الكتاب، لأنهم تتبعوا آثار أنبيائهم فاتخذوها كنائس وبيعا، لأن ذلك من عمر محمول على أنه كره زيارتهم لمثل ذلك بغير صلاة أو خشي أن يشكل ذلك على من لا يعرف حقيقة الأمر فيظنه واجبا، وكلا الأمرين مأمون من ابن عمر، وقد تقدم حديث عتبان وسؤاله النبي صلى الله عليه وسلم أن يصلي في بيته ليتخذه مصلى وإجابة النبي صلى الله عليه وسلم إلى ذلك فهو حجة في التبرك بآثار الصالحين

HUKUM WANITA HAMIL DAN MENYUSUI MEMBATALKAN PUASA

HUKUM WANITA HAMIL DAN MENYUSUI MEMBATALKAN PUASA

Adapun ketentuan bagi wanita yang membatalkan puasa karena menyusui anaknya diperinci sebagai berikut;

1. Apabila wanita tersebut membatalkan puasanya karena mengkhawatirkan kondisinya sendiri, semisal khawatir akan sakit karena harus menyusui anaknya saat berpuasa,  maka wanita tersebut diwajibkan mengqodho’ puasa yang ditinggalkan tersebut. Dalilnya adalah sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam;

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَضَعَ عَنِ المُسَافِرِ الصَّوْمَ، وَشَطْرَ الصَّلَاةِ، وَعَنِ الحَامِلِ أَوِ المُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ
“Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak mewajibkan puasa atas musafir dan memberi keringanan separoh shalat untuknya juga memberi keringan bagi wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa" (Sunan Turmudzi, no.715)

2. Apabila wanita tersebut membatalkan puasanya karena mengkhawatirkan kondisi anaknya, semisal dikhawatirkan ASI yang keluar akan menjadi sedikit karena ia berpuasa maka wanita tersebut diwajibkan untuk mengqodho’ puasa yang ia tinggalkan dan ditambah dengan membayar kafaroh.

Dalilnya adalah riwayat Dari Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu;
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: {وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ}، قَالَ: «كَانَتْ رُخْصَةً لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ، وَالْمَرْأَةِ الْكَبِيرَةِ، وَهُمَا يُطِيقَانِ الصِّيَامَ أَنْ يُفْطِرَا، وَيُطْعِمَا مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ سْكِينًا، وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا»، قَالَ أَبُو دَاوُدَ: يَعْنِي عَلَى أَوْلَادِهِمَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا

“Dari Ibnu Abbas: WA 'ALALLADZII YUTHIIQUUNAHU FIDYATUN THA'AAMU MISKIIN (dan bagi orang yang berat menjalankanya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin), ia berkata; hal tersebut merupakan keringanan bagi laki-laki tua dan wanita tua, dan mereka -sementara kedua mampu melakukan puasa- agar berbuka dan memberi makan setiap hari satu orang miskin, dan keringanan bagi orang yang hamil dan menyusui apabila merasa khawatir. Abu Daud berkata; yaitu khawatir kepada anak mereka berdua, maka mereka berbuka dan memberi makan.” (Sunan Abu Dawud, no.2318)

Sedangkan pembayaran kafaroh dilakukan dengan bersedekah 1 mud (1 mud = 6 ons/ 679,79 gram) makan pokok yang umum didaerahnya pada tiap hari yang ditinggalkan kepada fakir miskin. Wallohu a’lam.

( Dijawab oleh : Jack Koko, Kudung Khantil Harsandi Muhammad, Kakek Jhøsy, dan Siroj Munir )

Referensi :
1. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, Juz : 28  Hal : 54
2. Fathul Qorib, Hal : 141
3. Al-Fiqhul Manhaji, Juz : 2  Hal : 94


Ibarot :
Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, Juz : 28  Hal : 54
الفقهاء متفقون على أن الحامل والمرضع لهما أن تفطرا في رمضان، بشرط أن تخافا على أنفسهما أو على ولدهما المرض أو زيادته، أو الضرر أو الهلاك، فالولد من الحامل بمنزلة عضو منها، فالإشفاق عليه من ذلك كالإشفاق منه على بعض أعضائها

Fathul Qorib, Hal : 141
والحامل والمرضع إن خافتا على أنفسهما) ضررا يلحقهما بالصوم، كضرر المريض (أفطرتا، و) وجب (عليهما القضاء، وإن خافتا على أولادهما) أي إسقاط الولد في الحامل وقلة اللبن في المرضع (أفطرتا، و) وجب (عليهما القضاء) للإفطار (والكفارة) أيضا. والكفارة أن يخرج (عن كل يوم مد؛ وهو) كما سبق (رطل وثلث بالعراقي). ويعبر عنه بالبغدادي

Al-Fiqhul Manhaji, Juz : 2  Hal : 94

الحامل والمرضع
إذا أفطرت الحامل والمرضع، فهي إما أن تفطر خوفا على نفسها، أو خوفا على طفلها
فإن أفطرت خوفا من حصول ضرر بالصوم على نفسها وجب عليها القضاء فقط قبل حلول شهر رمضان آخر. روى الترمذي (715) وأبو داود (2408) وغيرهما عن أنس الكعبي - رضي الله عنه - عن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قال: إن الله تعالى وضع عن المسافر الصوم وشطر الصلاة، وعن الحامل أو المرضع الصوم أي خفف بتقصير الصلاة، ورخص في الفطر مع القضاء

وإن أفطرت خوفا على طفلها، وذلك بأن تخاف الحامل من إسقاطه إن صامت، أو تخاف المرضع أن يقل لبنها فيهلك الولد إن صامت، وجب عليها والحالة هذه القضاء والتصدق بمد من غالب قوت البلد عن كل يوم أفطرته. ومثل هذه الصورة أن يفطر الصائم لإنقاذ مشرف على الهلاك، فيجب عليه مع القضاء التصدق بمد طعام. روى أبو داود (2318) عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: (وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين) البقرة 184. قال كانت رخصة للشيخ الكبير والمرأة الكبيرة، وهما يطيقان الصوم أن يفطرا ويطعما كل يوم مسكينا، والحبلى والمرضع إذا خافتا ـ يعني على أولادهما ـ أفطرتا وأطعمتا

Rabu, 30 Mei 2018

TOLERANSI ISLAM TERHADAP NON MUSLIM


ISLAM MENGAJARKAN TOLERANSI TERHADAP NON MUSLIM

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Q.S. Al-Mumtahanah Ayat 8)

إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.  (Q.S. Al-Mumtahanah Ayat 9)

FAEDAH

Islam sangat menganjurkan sikap toleransi, tolong-menolong, hidup yang harmonis dan dinamis di antara umat manusia tanpa memandang agama, bahasa, dan ras mereka. Ayat (Q.S. al-Mumtahanah: 8-9) di atas menjadi bukti nyata akan hal itu.

Imam al-Syaukani menjelaskan bahwa ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah tidak melarang umat Islam untuk berbuat baik kepada kafir dhimmi yaitu orang-orang non Muslim yang mengadakan perjanjian dengan umat Islam dalam menghindari perperangan dan tidak membantu non-Muslim lainnya dalam memerangi umat Islam.

Di samping itu, ayat di atas juga menunjukkan bahwa Allah tidak melarang kita untuk bersikap adil dalam bermuamalah dengan mereka. Hal senada juga diungkapkan oleh Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya, bahwa Allah tidak melarang umatnya untuk berbuat baik kepada orang-orang kafir yang tidak memerangi mereka dalam masalah agama, seperti berbuat baik dalam persoalan perempuan dan orang lemah.

ayat ini merupakan dalil yang mewajibkan umat Islam untuk berbuat baik kepada non Muslim, selama mereka tidak memerangi dan mengusir umat Islam dari negeri mereka serta tidak membantu orang lain untuk mengusir umat Islam dari negeri mereka.

Bahkan Nabi Muhammad SAW mengancam umat Islam yang memerangi non Muslim yang seperti ini dengan peringatan keras dan tegas untuk tidak memasukkan mereka ke dalam sorga.

Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Rasulullah bersabda:

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Barangsiapa yang membunuh non-Muslim yang terikat perjanjian dengan umat Islam, maka ia tidak akan mencium keharuman sorga. Sesungguhnya keharuman sorga itu bisa dicium dari jarak 40 tahun perjalanan di dunia.” (H.R. Bukhari)

Dalam catatan sejarah diceritakan juga bagaimana santunnya Nabi ketika bergaul dengan orang-orang Yahudi dan kaum munafik ketika berada di Kota Madinah pascahijrah. Rasulullah tetap menerima sikap lahiriah mereka dan membiarkan para ahli kitab untuk memeluk agamanya dengan bebas.

Bahkan beliau melarang para sahabatnya untuk memerangi dan menyakiti mereka. Banyak hadis-hadis sahih yang menjelaskan sikap toleransi yang dipegang teguh oleh Nabi ketika berinteraksi dengan orang-orang non Muslim di sekitarnya.

Misalnya saja kisah Nabi yang pernah menggadaikan baju perangnya kepada Abu Syahm, seorang Yahudi. Begitu pula dengan sikap beliau dalam bergaul dengan sebagian tamu-tamu perempuan Yahudi serta keramahan beliau ketika menyambut orang-orang Nasrani Najran di Masjid Nabawi sebagaimana tersebut dalam riwayat Ibn Ishak dan Ibn Sa’ad.

Sikap toleransi yang dimaksud di sini hanyalah dalam masalah keduniaan yang tidak berhubungan dengan permasalahan akidah dan ibadah.

Islam mengakui adanya pluralitas agama dengan dalil firman Allah SWT dalam surat al-Kafirun ayat ke-6 yang berbunyi:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu dan untukku agamaku”.

Ayat ini turun ketika sekelompok kafir Quraisy datang menghadap Nabi SAW, lalu mengajak Nabi untuk menyembah tuhan mereka selama satu tahun dan mereka pun akan menyembah sesembahan Nabi yaitu Allah SWT juga dalam waktu satu tahun. Lalu Allah menurunkan ayat ini, sebagai penegasan bahwa Islam tidak mengakui kebenaran ajaran agama-agama selain ajaran Islam sendiri, walaupun Islam mengakui keberadaan agama-agama tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan di sini bahwa pengakuan Islam terhadap keberadaan agama lain telah ada semenjak masa Nabi Muhammad SAW sampai saat sekarang. Namun yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa Islam tidak pernah mengakui kebenaran agama lain.

Wallahu a’lam

Selasa, 22 Mei 2018

USAHA PERBAIKAN DIRI ATAS KESALAHAN 
DAN DOSA MASA LALU

Ada 6 hal yang kita bisa lakukan untuk memperbaiki diri (islah diri) dari segala kesalahan yang kita lakukan dimasa silam.

1. JANGAN BERPUTUS ASA DARI RAHMAT ALLAH

Allah Subhanahu Wata’ala nyatakan dalam firmannya :
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53) وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ (54)

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah swt. Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’alamengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar: 53-54).

Ayat yang mulia ini merupakan dakwah (ajakan) kepada semua orang yang bermaksiat untuk bertaubat kepada allah swt,

dan merupakan khobar (pemberitaan) sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’alamengampuni seluruh dosa bagi siapa saja yang bertobat dan kembali padanya dari dosa tersebut, sekalipun dosa itu sudah seluas lautan.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda dalam hadistnya:
الفاجر الراجي لرحمة الله تعالي أقرب الي الله تعالي من العابد المقنط
“Pendosa yang selalu mengaharap rahmat Allah Subhanahu Wata’ala itu lebih dekat kepada Allah dibanding hamba yang putus asa akan rahmat Allah.”

Sejatinya, sebagai seorang muslim haruslah pantang menyerah dari rahmat Allah Subhanahu Wata’ala. Sebesar apapun kesalahan kita, sebesar apapun dosa kita, jangan pernah menyerah untuk bertobat dan mengakui kesalahan kepada Allah.

Disana ada dzat yang maha pengampun dan pemaaf. Inilah obat yang Allah  berikan kepada hambanya agar selalu berkeyakinan adanya rahmat Allah.

2. ISTIGHFAR DAN TAUBAT

Dalam sebuah Hadits Qudsi disebutkan, Allah Ta’ala berfirman:
قَالَ اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

”Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi).

Cara tobat yaitu dengan memanjatkan doa memohon ampunan dan/atau shalat taubat. Doa paling ringkas adalah istighfar. Doa panjang antara lain sebagaimana tercantum dalam hadits Shahih Bukhari dan Muslim berikut ini:

اللَّهُمَّ إِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى ظُلْمًا كَثِيرًا وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِى مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ ، وَارْحَمْنِى إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ »

"ALLOOHUMMA INNII ZHOLAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRON WA LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA FAGHFIRLII MAGHFIROTAN MIN 'INDIKA WARHAMNII INNAKA ANTAL GHOFUURUR ROHIIM"

"Ya Allah, sungguh aku telah menzhalimi diriku sendiri dengan kezhaliman yang banyak, sedangkan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka itu ampunilah aku dengan suatu pengampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang  (HR. Bukhari dan Muslim).

3. SHOLAT TAUBAT

Shalat Tobat adalah shalat dua rakaat lalu meminta ampun kepada Allah SWT dengan doa istighfar dalam bahasa apa saja, termasuk doa minta ampun dalam hadits di atas.

“Tidaklah seorang hamba melakukan dosa kemudian ia bersuci dengan baik, kemudian berdiri untuk melakukan shalat dua raka’at kemudian meminta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan mengampuninya.” Kemudian beliau membaca ayat ini: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan  Ibnu Majah).

4. BANYAK SEDEKAH

Sedekah bisa diartikan juga dengan mengeluarkan harta yang tidak wajib di jalan Allah (selain zakat). Sedekah juga meliputi bantuan nonmateri atau ibadah-ibadah fisik nonmateri, seperti menolong orang lain dengan  tenaga dan pikiran, mengajarkan ilmu, bertasbih, dan berdzikir.

"Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api" (HR. Tirmidzi).

5. MEMPERBANYAK AMAL SHOLEH

Amal kebaikan (amal saleh), seperti mengerjakan ibadah wajib (shalat, zakat, puasa, haji) dan ibadah sunah seperti shalat malam, juga menolong sesama, senyum (menyenangkan orang lain), membaca Al-Quran, berkata-kata yang baik, menyempurnakan wudhu, dapat menghapuskan dosa.

"Sesungguhnya kebaikan itu menghapuskan keburukan, yang demikian itu adalah peringatan bagi orang orang yang ingat." (QS. Hud:114).

Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan: "Sesungguhnya melakukan kebaikan itu menghapuskan dosa dosa silam".

Rasulullah Saw bersabda: "Dan ikutilah keburukan itu dengan kebaikan kerana (pahala) kebaikan itu dapat menghapuskan (dosa) keburukan". (HR. Ahmad, Tirmidzi, Hakim, dan Tabrani). 

6. WIRID PENGGUGUR DOSA

Yang pertama adalah bacaan dzikir ketika bangun tidur. Rasullulah SAW bersabda : 
" Tidak ada seorang pun yang telah dikembalikan ruhnya (bangun tidur) kemudian membaca,  :
LAA ILLAAHA ILLALLAAHU  WAHDAHU LAA  SYARIKALAH, LAHULMULKU WALAHUL HAMDU YUHYII WAYUMIITU WAHUWA 'ALA KULLI SYAIINQODIR ( Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Mahaesa. Tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan, dan bagi-Nya segala puji. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu),
melainkan segala dosanya diampuni oleh Allah walaupun sebanyak buih di lautan." (HR. Ibnus Sunni, Imam an-Nawawi)

Yang kedua, Rasullulah SAW bersabda :
“ Barangsiapa mengucapkan; SUBHANALLAHI WA BIHAMDIHI  (Mahasuci Allah dan segala puji hanya bagi-Nya), sebanyak seratus kali dalam sehari, maka Allah SWT akan mengampuni dosanya, meskipun sebanyak buih di lautan." (HR. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim)

Yang ketiga, membaca surat Yaasiin

keutamaan surat yasin ini adalah ampunan yang diberikan oleh Allah SWT bagi orang yang senantiasa membacanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT.

“Barang siapa membaca surat Yasin setiap malam karena Allah SWT, maka dosanya diampuni”. (HR Ahmad).

Ikhtiar kita untuk memperbaiki diri dari kesalahan dosa masa lalu, dengan harapan Allah terima taubat dan berikan ampunan (maghfiroh), sehingga kita dimatikan dalam keadaan khusnul khotimah.

YAA ALLAH BIHA, YAA ALLAH BIHA, YAA ALLAHU BI KHUSNIL KHOTIMAH


iklan