KEDUDUKAN DAN
TAKARAN NIYAT DALAM AMAL
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا
نَوَى.
Sesungguhnya
setiap perbuatantergantung niatnya.
Dan
sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. (HR.
Bukhari)
Niat
berfungsi sebagai motivasi atau pendorong bagi hamba yang ingin melakukan
ibadah. Pokok dari niat adalah kunci pembeda antara perbuatan atau tingkah laku
yang bernilai ibadah atau kebiasaan. Contoh hal kebiasaan seperti bernapas,
melihat, tidur, mandi, dan lain sebagainya. Pekerjaan yang berkaitan dunia yang
bernilai ibadah karena bagusnya niat dalam mengawalinya. Demikian sebaliknya,
ada amal perbuatan akhirat yang dinilai duniawi saja karena salahnya niat dalam
pelaksanaan. Sehingga penekanan niat setiap perbuatan menjadi sangat penting apa
pun bentuk amal ibadahnya. Niat merupakan pembeda antara sebuah ibadah dengan
kebiasaan. Juga yang membedakan ibadah satu dengan ibadah lainnya.
Meski
amal sangat penting, namun niat atau azam (berkeinginan kuat) lebih utama dari
pada amal. Hal ini berdasarkan hadits Rasululullah shallahu alaihi wa sallam
yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi sebagai berikut:
نِيةُ المُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ
Artinya: “Niat seorang mukmin lebih
utama dari pada amalnya.”
Dalam sebuah hadits qudsi :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا ، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَـا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ
وَتَعَالَى ، قَالَ : «إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْـحَسَنَاتِ وَالسَّيِّـئَاتِ ، ثُمَّ
بَيَّنَ ذَلِكَ ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ، كَتَبَهَا اللهُ
عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِـهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهُ اللّـهُ
عَزَّوَجَلَّ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى
أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّـئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ؛ كَتَبَهَا
اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِهَـا فَعَمِلَهَا ، كَتَبَهَا
اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً ». رَوَاهُ الْـبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ فِـيْ
صَحِيْحَيْهِمَـا بِهَذِهِ الْـحُرُوْفِ
Dari
Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh menulis kebaikan-kebaikan dan
kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan
kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allâh tetap menuliskanya sebagai
satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian
mengerjakannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga
tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Barangsiapa berniat
berbuat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allâh menulisnya di
sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan barangsiapa berniat
berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menuliskannya sebagai
satu kesalahan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allamah
Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya berjudul Risâlatul Mu‘âwanah
wal Mudzâharah wal Muwâzarah (Dar Al-Hawi, 1994, hal. 27-28), menjelaskan
keutamaan niat dibandingkan amal dengan tiga (3) gambaran keadaan sebagai
berikut:
الأولى أن يعزم ويعمل. والثاني أن يعزم ولا يعمل مع القدرة على
العمل. الثالثة أن يعزم على فعل أمر لا يستطيع فعله
Artinya:
“Pertama, seseorang yang berazam kemudian berbuat. Kedua, seseorang yang
berazam tetapi tidak berbuat meski ia memiliki kemanpuan untuk itu. Ketiga,
seseorang yang berazam untuk melakukan sesuatu yang ia sendiri tidak mampu
melakukannya.”
Dari kutipan di atas dapat
diuraikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, orang yang berniat melakukan suatu amal kebaikan
lalu mengerjakannya, maka kepada orang tersebut diberikan pahala mulai dari 10
kebaikan, 700 kebaikan, hingga berlipat-lipat.
Kedua, seseorang yang berniat melakukan suatu amal kebaikan dan
mampu melakukannya tetapi tidak jadi melakukannya, maka kepada orang tersebut
diberikan pahala 1 kebaikan saja.
Ketiga, seseorang yang berniat melakukan suatu amal kebaikan
tetapi ternyata tidak mampu melakukannya, kepada orang tersebut diberikan
pahala sebagaimana orang yang mampu melakukannnya. Bagi orang seperti itu disediakan pahala
seperti yang disediakan bagi si pelaku baik dalam hal kebaikan ataupun
kejahatan.
Dari
seluruh uraian diatas dapat diketahui bahwa niat lebih utama dari pada amal.
Artinya Allah subhanhu wataála sangat memperhitungkan niat seseorang. Seseorang
yang sudah berniat berbuat baik dan betul-betul melaksanakan dia mendapatkan
pahala yang berlipat ganda. Seseorang yang sudah berniat berbuat kebaikan
walaupun tidak bisa melakukannya, ia tetap mendapatkan pahala.
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى فِرَاشَهُ، وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يَقُوْمَ يُصَلِّي مِنَ
اللَّيْلِ، فَغَلَبَهُ النَّوْمُ حَتَّى يُصْبِحَ، كُتِبَ لَهُ مَا نَوَى، وَكَانَ
نَوْمُهُ صَدَقَةً مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ.
“Barangsiapa yang naik ke
atas ranjangnya sedang ia telah berniat untuk bangun melakukan shalat di malam
hari, namun ia tertidur hingga waktu Shubuh, maka ditulis baginya pahala apa
yang ia niatkan dan tidurnya itu adalah sedekah dari Rabb-nya.” (HR. Nasa’i)
Bahkan orang yang sudah berniat
melakukan kemaksiatan tetapi tidak jadi melakukannya juga mendapatkan pahala
dari Allah karena mengurungkan niatnya.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar