iklan banner

Sabtu, 09 November 2019

KEJADIAN LUAR BIASA MENGIRINGI KELAHIRAN NABI MUHAMMAD SHOLLALLOHU ALAIHI WASALLAM



KEJADIAN LUAR BIASA MENGIRINGI KELAHIRAN NABI MUHAMMAD SHOLLALLOHU ALAIHI WASALLAM


Alunan shalawat dan syair-syair cinta Rasul, serta lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an lebih sering terdengar dari sudut-sudut kampung dan pemukiman warga Muslim. Nilai-nilai luhur dan pesan-pesan keagamaan kembali ditandaskan para juru dakwah dan pewaris para nabi. Hal itu kian menegaskan betapa tingginya kecintaan mereka terhadap Rasulullah SAW dan betapa kuatnya keinginan mereka berkumpul bersamanya kelak pada hari Kiamat. Sebab, pada hari itu, setiap hamba akan dikumpulkan bersama orang-orang yang dicintainya, sebagaimana salah satu sabdanya, “Engkau bersama orang-orang yang engkau cintai,” (HR Al-Bukhari, Muslim, dan yang lain).

Ekspresi kecintaan dan penghormatan mereka terhadap Rasulullah SAW sebagai panutan alam yang sangat berjasa bagi muslimin. Sebab, Beliau adalah sosok pembawa cahaya terang di tengah kegelapan. Ia bak oase di tengah padang pasir yang tandus. Ia pula yang mengantarkan mereka kepada pintu hidayah dan gerbang keimanan.

Rasulullah SAW sebelum kelahirannya pun, sudah membawa banyak keberkahan bagi seluruh alam. Sejak Nabi Adam diciptakan, nama Nabi Muhammad telah tertulis di pintu surga. Kemunculannya telah dikabarkan Taurat dan Injil. Karenanya, 12 Rabi’ul Awal menjadi titimangsa yang paling dinanti oleh seluruh penduduk langit dan bumi. Sebagai bentuk kegembiraan atas hadirnya sosok panutan alam, beberapa kejadian langka dan mengagumkan turut mendahului dan mengiringi kelahirannya. Itulah sebabnya beliau dikenang pada hari kelahirannya.

Adapun sejumlah kejadian menakjubkan yang menyertai kelahiran Nabi SAW, antara lain adalah sebagai berikut:

HANCURNYA PASUKAN ABRAHAH YANG HENDAK MENYERANG KA‘BAH OLEH KAWANAN BURUNG ABABIL.

Peristiwa ini berlangsung pada tahun 571 M, tepat pada tahun kelahiran Nabi SAW. Penyerangan Abrahah sendiri dipicu oleh kecemburuannya melihat bangunan Ka’bah yang selalu ramai dikunjungi masyarakat Arab dari berbagai penjuru. Kendati sudah mendirikan gereja super megah sebagai tandingannya, namun masyarakat Arab tetap memilih berkunjung ke bangunan tua yang didirikan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail tersebut. Itulah alasannya Abrahah bertolak dari Yaman bersama pasukan bergajah untuk menghancurkan rumah Allah tersebut. Namun, Allah berkehendak menyelamatkan rumah-Nya. Gajah-gajah Abrahah berhenti di tempat yang dikehendaki-Nya. Saat itulah Rabbul Ka‘bah menurunkan kawanan burung Ababil dari berbagai penjuru dengan membawa batu-batu dari tanah yang membakar. Batu-batu tersebut kemudian ditimpakan dari atas ke kepala bala tentara Abrahah. Kedahsyatan peristiwa ini pun diabadikan Al-Quran dalam surah al-Fil (5) ayat 1-5. Bahkan, hewan gajah sendiri menjadi nama surat yang mengisahkan peristiwa tersebut. (Lihat Sîrah Ibni Ishaq, Darul Fikr, Beirut, Cetatakan Pertama, halaman 59-62).

MALAM KELAHIRAN NABI SAW, ISTANA KISRA BERGUNCANG HINGGA 14 RUANGANNYA RUNTUH, API DI NEGERI PERSIA YANG SELALU DISEMBAH KAUM MAJUSI PADAM SEKETIKA.

Padahal, sudah seribu tahun lamanya, api tersebut selalu menyala. Seiring dengan kejadian itu, air danau Sawah surut, lembah Samawah kebanjiran, sejumlah mata air mengering, sehingga membuat Kisra dan rakyatnya bingung dan kelimpungan. Dikabarkan pula, seorang kepercayan Kisra bernama al-Mubidzan bermimpi melihat unta-unta bermuatan berat menuntun kuda-kuda bagus. Unta-unta tersebut berjalan mengarungi sungai Tigris dan sungai Eufrat lalu menyebar ke sejumlah negerinya. Menurut penafsiran, sebuah peristiwa besar di penjuru Arab akan terjadi. Peristiwa dimaksud tak lain adalah kelahiran Nabi SAW. (Lihat Abu Zahrah, Khatamun Nabiyyin, [Kairo, Darul Fikr: 1425 H], jilid I, halaman 105).

SETELAH KELAHIRAN NABI SAW KAUM JIN TAK LAGI BISA MENGINTIP BERITA LANGIT.

Hal itu diakui oleh kaum jin sendiri, sebagaimana dilansir Al-Quran, “Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang siapa saja yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya),” (Surat Al-Jin ayat 8-9). Padahal sebelumnya, mereka dengan mudahnya mendapatkan kabar dan perintah langit untuk kembali disebarkan kepada juru ramal dan tukang sihir. Namun setelah Nabi SAW lahir, Allah meminta langit dihalangi dari setan dan dipenuhi penjagaan malaikat, panah-panah api sehingga mereka tak lagi bisa mendengarnya. Diriwayatkan, tatkala tak bisa mengakses informasi langit, kaum jin berkumpul dan melaporkan kejadian itu kepada Iblis. Dengan cepat, Iblis mengintruksikan agar kaumnya menyebar ke seluruh bumi, dari barat sampai timur, seraya memastikan apa yang sesungguhnya terjadi. Ternyata, dari hasil pengamatan mereka, ditemukan bahwa di kota Mekah ada seorang bayi yang tengah dikerumini malaikat. Bayi itu mengeluarkan sinar dan memancar ke langit. Para malaikat pun sibuk menyampaikan salam kepada panutan alam yang baru saja dilahirkan. Begitu kejadian tersebut dilaporkan, Iblis sangat menyesalkannya. Sebab, panutan alam telah datang. Artinya, rahmat bagi umat manusia akan terlimpahkan. Sehingga pantas, menurutnya, jin dan setan dihalang-halangi naik ke langit dan mencuri informasinya. (Lihat Samia Menisi, Jin-jin Muslim Sahabat Nabi, [Jakarta, Qalam-Serambi: 2016 M], halaman 31).

KEAJAIBAN YANG MENIMPA HALIMAH AS-SA‘DIYAH, IBU PERSUSUAN NABI SAW.

Kala itu serombongan wanita dari bani Sa‘id datang guna mencari bayi yang akan disusuinya demi mendapatkan upah dan bayarannya. Termasuk Halimah yang diantar oleh suami beserta bayi mungilnya. Namun, dua hari berada di Mekah, Halimah belum juga mendapatkan bayi. Yang tersisa hanyalah bayi bernama Muhammad bin ‘Abdullah. Rupanya bayi yang satu ini tak menjadi pilihan para wanita bani Sa‘id lainnya mengingat kondisinya yang yatim, harapan mereka mendapat upah dari bekerja menyusuinya tak akan terpenuhi. Tetapi, karena tak mau pulang dengan tangan kosong, akhirnya Halimah sepakat dengan sang suami untuk mengambil bayi yatim bernama Muhammad itu. Tak diduga, begitu sang bayi diterima, dan dibuka kain bungkusnya, Halimah melihatnya penuh takjub. Wajah sang bayi yang bercahaya membuat dirinya begitu kagum karena baru itu ia mendapatkan bayi yang luar biasa. Tak sampai di situ, begitu si bayi disusui, air susu dari Halimah mengalir deras. Bahkan, unta yang ditumpangi mereka yang semula kurus seketika menjadi gemuk dan kuat menempuh perjalanan. Sejak itu keberkahan pun berlimpah, tidak hanya kepada keluarga Halimah, tetapi juga kepada kabilahnya. (Lihat Sîrah Ibnu Hisyâm, [Maktabah Syirkah Al-Babi Al-Halabi], cetakan kedua, jilid I, halaman 162).

Itulah beberapa peristiwa menakjubkan yang menyertai kelahiran Nabi SAW. Masih banyak lagi peristiwa lainnya, seperti bersujudnya berhala-berhala, terdengar suara dari dalam Ka‘bah, ramainya burung-burung seakan memberi salam, kejadian Aminah yang sama sekali tak merasa letih setelah melahirkan Nabi SAW, datangnya para wanita mulia mendampingi persalinannya, kondisi bayi seperti yang sudah dikhitan, dan sebagainya.

Itulah sekilas tentang kelahiran Nabi, beberapa peristiwa mengagumkan yang menyertainya, dan tradisi memperingatinya. Mudah-mudahan hal ini membuat kita semakin cinta dan kagum kepadanya, serta kelak hari Kiamat kita dikumpulkan bersamanya. Aamiin.

ALLAHUMMA SHOLLI ALAA SAYYIDINA MUHAMMAD WA’ALAA ALIHI WA ASHOHBIHI WASALLAM

Jumat, 25 Oktober 2019

KEDUDUKAN DAN TAKARAN NIYAT DALAM AMAL


KEDUDUKAN DAN TAKARAN NIYAT DALAM AMAL

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.
Sesungguhnya setiap perbuatantergantung niatnya.
Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. (HR. Bukhari)

Niat berfungsi sebagai motivasi atau pendorong bagi hamba yang ingin melakukan ibadah. Pokok dari niat adalah kunci pembeda antara perbuatan atau tingkah laku yang bernilai ibadah atau kebiasaan. Contoh hal kebiasaan seperti bernapas, melihat, tidur, mandi, dan lain sebagainya. Pekerjaan yang berkaitan dunia yang bernilai ibadah karena bagusnya niat dalam mengawalinya. Demikian sebaliknya, ada amal perbuatan akhirat yang dinilai duniawi saja karena salahnya niat dalam pelaksanaan. Sehingga penekanan niat setiap perbuatan menjadi sangat penting apa pun bentuk amal ibadahnya. Niat merupakan pembeda antara sebuah ibadah dengan kebiasaan. Juga yang membedakan ibadah satu dengan ibadah lainnya.

Meski amal sangat penting, namun niat atau azam (berkeinginan kuat) lebih utama dari pada amal. Hal ini berdasarkan hadits Rasululullah shallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi sebagai berikut:
نِيةُ المُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ
Artinya: “Niat seorang mukmin lebih utama dari pada amalnya.”

Dalam sebuah hadits qudsi :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ  عَنْهُمَـا ، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَـا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ، قَالَ : «إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْـحَسَنَاتِ وَالسَّيِّـئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ، كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِـهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهُ اللّـهُ عَزَّوَجَلَّ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّـئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ؛ كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِهَـا فَعَمِلَهَا ، كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً ». رَوَاهُ الْـبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ فِـيْ صَحِيْحَيْهِمَـا بِهَذِهِ الْـحُرُوْفِ
Dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allâh tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Barangsiapa berniat berbuat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan  barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menuliskannya sebagai satu kesalahan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya berjudul Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudzâharah wal Muwâzarah (Dar Al-Hawi, 1994, hal. 27-28), menjelaskan keutamaan niat dibandingkan amal dengan tiga (3) gambaran keadaan sebagai berikut:

الأولى أن يعزم ويعمل. والثاني أن يعزم ولا يعمل مع القدرة على العمل. الثالثة أن يعزم على فعل أمر لا يستطيع فعله
Artinya: “Pertama, seseorang yang berazam kemudian berbuat. Kedua, seseorang yang berazam tetapi tidak berbuat meski ia memiliki kemanpuan untuk itu. Ketiga, seseorang yang berazam untuk melakukan sesuatu yang ia sendiri tidak mampu melakukannya.”

Dari kutipan di atas dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut:

Pertama, orang yang berniat melakukan suatu amal kebaikan lalu mengerjakannya, maka kepada orang tersebut diberikan pahala mulai dari 10 kebaikan, 700 kebaikan, hingga berlipat-lipat.

Kedua, seseorang yang berniat melakukan suatu amal kebaikan dan mampu melakukannya tetapi tidak jadi melakukannya, maka kepada orang tersebut diberikan pahala 1 kebaikan saja.

Ketiga, seseorang yang berniat melakukan suatu amal kebaikan tetapi ternyata tidak mampu melakukannya, kepada orang tersebut diberikan pahala sebagaimana orang yang mampu melakukannnya.  Bagi orang seperti itu disediakan pahala seperti yang disediakan bagi si pelaku baik dalam hal kebaikan ataupun kejahatan.

Dari seluruh uraian diatas dapat diketahui bahwa niat lebih utama dari pada amal. Artinya Allah subhanhu wataála sangat memperhitungkan niat seseorang. Seseorang yang sudah berniat berbuat baik dan betul-betul melaksanakan dia mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Seseorang yang sudah berniat berbuat kebaikan walaupun tidak bisa melakukannya, ia tetap mendapatkan pahala.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى فِرَاشَهُ، وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يَقُوْمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ، فَغَلَبَهُ النَّوْمُ حَتَّى يُصْبِحَ، كُتِبَ لَهُ مَا نَوَى، وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ.
“Barangsiapa yang naik ke atas ranjangnya sedang ia telah berniat untuk bangun melakukan shalat di malam hari, namun ia tertidur hingga waktu Shubuh, maka ditulis baginya pahala apa yang ia niatkan dan tidurnya itu adalah sedekah dari Rabb-nya.” (HR. Nasa’i)

Bahkan orang yang sudah berniat melakukan kemaksiatan tetapi tidak jadi melakukannya juga mendapatkan pahala dari Allah karena mengurungkan niatnya.

Wallahu a’lam

Jumat, 12 April 2019

BACAAN ALQURAN DAN SZIKIR UNTUK MAYYIT



SUNNAHNYA PEMBACAAN ALQUR’AN DAN DZIKIR
UNTUK MERAHMATI ARWAH

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ فِي قَبْرِهِ
(رواه الطبراني في الكبير رقم 13613 والبيهقي في الشعب رقم 9294 وتاريخ يحي بن معين 4 / 449)
"Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: Jika diantara kalian ada yang meninggal, maka janganlah diakhirkan, segeralah dimakamkan. Dan hendaklah di dekat kepalanya dibacakan pembukaan al-Quran (Surat al-Fatihah) dan dekat kakinya dengan penutup surat al-Baqarah di kuburnya"
(HR al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir No 13613, al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman No 9294, dan Tarikh Yahya bin Maid 4/449)

Al-Hafidz Ibnu Hajar memberi penilaian pada hadis tersebut:
فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ أَخْرَجَهُ الطَّبْرَانِي بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ (فتح الباري لابن حجر 3 / 184)
"HR al-Thabrani dengan sanad yang hasan" (Fath al-Bari III/184)

Sebagaimana pembacaan Awal dan Akhir al-Baqarah dalam ziarah kubur dan acara doa arwah adalah sunah, bersumber dari hadits hasan:
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْعَلاَءِ بْنِ اللَّجْلاَجِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ لِي أَبِي يَا بَنِيَّ إِذَا أَنَا مُتُّ فَأَلْحِدْنِي فَإِذَا وَضَعْتَنِي فِي لَحْدِي فَقُلْ بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللهِ ثُمَّ سِنَّ عَلَيَّ الثَّرَى سِنًّا ثُمَّ اقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِي بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ ذَلِكَ (رواه الطبراني في الكبير رقم 15833)
“Dari Abdurrahman bin ‘Ala’ dari bapaknya, bahwa: Bapakku berkata kepadaku: Wahai anak-anakku Jika aku mati, maka buatkan liang lahat untukku. Setelah engkau masukkan aku ke liang lahat, bacalah: Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah. Kemudian ratakanlah tanah kubur perlahan, lalu bacalah di dekat kepalaku permulaan dan penutup surat al-Baqarah. Sebab aku mendengar Rasulullah bersabda demikian” (HR al-Thabrani No 15833).

Membaca al-Quran di kuburan sudah diamalkan sejak masa sahabat:
عَنْ عُمَرَ قَالَ : اُحْضُرُوْا أَمْوَاتَكُمْ فَأَلْزِمُوْهُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَغْمِضُوْا أَعْيُنَهُمْ إِذَا مَاتُوْا وَاقْرَؤُوْا عِنْدَهُمُ الْقُرْآنَ  (أخرجه عبد الرزاق رقم 6043 وابن أبى شيبة رقم 10882)
Diriwayatkan dari Umar: Datangilah orang yang akan meninggal, bacakan mereka Lailaha illallah, pejamkan matanya jika mereka meninggal, dan bacakan al-Quran di dekatnya” (Abdurrazzaq No 6043 dan Ibnu Abi Syaibah No 10882)

وَذَكَرَ الْخَلاَّلُ عَنِ الشُّعْبِي قَالَ كَانَتِ اْلأَنْصَارُ إِذَا مَاتَ لَهُمُ الْمَيِّتُ اِخْتَلَفُوْا إِلَى قَبْرِهِ يَقْرَءُوْنَ عِنْدَهُ الْقُرْآنَ (الروح : 11)
al-Khallal menyebutkan dari Syu’bi bahwa sahabat Anshar jika diantara mereka ada yang meninggal, maka mereka bergantian ke kuburnya membaca al-Quran” (Ibnu Qayyim, al-Ruh: 11)

Imam al-Nawawi mengutip kesepakatan ulama Syafi'iyah tentang membaca al-Quran di kuburan:
وَيُسْتَحَبُّ (لِلزَّائِرِ) اَنْ يَقْرَأَ مِنَ الْقُرْآنِ مَا تَيَسَّرَ وَيَدْعُوَ لَهُمْ عَقِبَهَا نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ وَاتَّفَقَ عَلَيْهِ اْلاَصْحَابُ  (المجموع شرح المهذب للشيخ النووي 5 / 311)
"Dan dianjurkan bagi peziarah untuk membaca al-Quran sesuai kemampuannya dan mendoakan ahli kubur setelah membaca al-Quran. Hal ini dijelaskan oleh al-Syafi'i dan disepakati oleh ulama Syafi'iyah" (al-Nawawi, al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab V/311)

Di bagian lagi Imam Nawawi juga berkata:
قَالَ الشَّافِعِي وَاْلأَصْحَابُ يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقْرَؤُوْا عِنْدَهُ شَيْئًا مِنَ اْلقُرْآنِ قَالُوْا فَإِنْ خَتَمُوْا الْقُرْآنَ كُلَّهُ كَانَ حَسَنًا (الأذكار النووية 1 / 162 والمجموع للشيخ النووي 5 / 294)
"Imam Syafii dan ulama Syafi'iyah berkata: Disunahkan membaca sebagian dari al-Quran di dekat kuburnya. Mereka berkata: Jika mereka mengkhatamkan al-Quran keseluruhan, maka hal itu dinilai bagus" (al-Adzkar I/162 dan al-Majmu' V/294)

Ibnu Hajar mengulas lebih kongkrit:
ِلأَنَّ الْقُرْآنَ أَشْرَفُ الذِّكْرِ وَالذِّكْرُ يَحْتَمِلُ بِهِ بَرَكَةٌ لِلْمَكَانِ الَّذِي يَقَعُ فِيْهِ وَتَعُمُّ تِلْكَ الْبَرَكَةُ سُكَّانَ الْمَكَانِ وَأَصْلُ ذَلِكَ وَضْعُ الْجَرِيْدَتَيْنِ فِي الْقَبْرِ بِنَاءً عَلَى أَنَّ فَائِدَتَهُمَا أَنَّهُمَا مَا دَامَتَا رَطْبَتَيْنِ تُسَبِّحَانِ فَتَحْصُلُ الْبَرَكَةُ بِتَسْبِيْحِهِمَا لِصَاحِبِ الْقَبْرِ … وَإِذَا حَصَلَتِ الْبَرَكَةُ بِتَسْبِيْحِ الْجَمَادَاتِ فَبِالْقُرْآنِ الَّذِي هُوَ أَشْرَفُ الذِّكْرِ مِنَ اْلآدَمِيِّ الَّذِي هُوَ أَشْرَفُ الْحَيَوَانِ أَوْلَى بِحُصُوْلِ الْبَرَكَةِ بِقِرَاءَتِهِ وَلاَ سِيَّمَا إِنْ كَانَ الْقَارِئُ رَجُلاً صَالِحًا وَاللهُ أَعْلَمُ  (الإمتاع بالأربعين المتباينة السماع للحافظ ابن حجر 1 / 86)
Sebab al-Quran adalah dzikir yang paling mulia, dan dzikir mengandung berkah di tempat dibacakannya dzikir tersebut, yang kemudian berkahnya merata kepada para penghuninya (kuburan). Dasar utamanya adalah penanaman dua tangkai pohon oleh Rasulullah Saw di atas kubur, dimana kedua pohon itu akan bertasbih selama masih basah dan tasbihnya terdapat berkah bagi penghuni kubur. Jika benda mati saja ada berkahnya, maka dengan al-Quran yang menjadi dzikir paling utama yang dibaca oleh makhluk yang paling mulia sudah pasti lebih utama, apalagi jika yang membaca adalah orang shaleh”.  (al-Hafidz Ibnu Hajar, al-Imta’ I/86)

Dan hadis dari Ali secara marfu’:
وَحَدِيْثُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَرْفُوْعًا مَنْ مَرَّ عَلَى الْمَقَابِرِ وَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ أَحَدَ عَشَرَ مَرَّةً وَوَهَبَ اَجْرَهُ لِلاَمْوَاتِ اُعْطِىَ مِنَ اْلاَجْرِ بِعَدَدِ اْلأَمْوَاتِ رَوَاهُ أَبُوْ مُحَمَّدٍ السَّمَرْقَنْدِي
(التفسير المظهرى 1 / 3733 وشرح الصدور بشرح حال الموتى والقبور للحافظ جلال الدين السيوطي 1 / 303)
Barangsiapa melewati kuburan kemudian membaca surat al-Ikhlas 11 kali dan menghadiahkan pahalanya kepada orang yang telah meninggal, maka ia mendapatkan pahala sesuai bilangan orang yang meninggal. Diriwayatkan oleh Abu Muhammad al-Samarqandi”  (Tafsir al-Mudzhiri I/3733 dan al-Hafidz al-Suyuthi dalam Syarh al-Shudur I/303)

Imam Ahmad Menganjurkan Membaca Alfatihah :

 وَتُسْتَحَبُّ قِرَاءَةٌ بِمَقْبَرَةٍ, قَالَ الْمَرُّوْذِيُّ سَمِعْتُ أَحْمَدَ يَقُوْلُ إذَا دَخَلْتُمُ الْمَقَابِرَ فَاقْرَءُوْا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ وَاجْعَلُوْا ثَوَابَ ذَلِكَ إلَى أَهْلِ الْمَقَابِرِ فَإِنَّهُ يَصِلُ إلَيْهِمْ وَكَانَتْ هَكَذَا عَادَةُ اْلأَنْصَارِ فِي التَّرَدُّدِ إلَى مَوْتَاهُمْ يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ
(مطالب أولي النهى للرحيباني الحنبلي 5 / 9)
Dianjurkan membaca al-Quran di kuburan, Al-Marrudzi berkata: Saya mendengar Imam Ahmad berkata: Jika kalian masuk ke kuburan maka bacalah surat al-Fatihah, al-Falaq, al-Nas dan al-Ikhlash. Jadikan pahalanya untuk ahli kubur, maka akan sampai pada mereka. Seperti inilah tradisi sahabat Anshar dalam berlalu-lalang ke kuburan untuk membaca al-Quran” (Mathalib Uli al-Nuha 5/9)

Bahkan menurut Imam Ahmad hal diatas adalah ijma’ / konsensus para ulama:
قَالَ أَحْمَدُ الْمَيِّتُ يَصِلُ إلَيْهِ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ لِلنُّصُوْصِ الْوَارِدَةِ فِيْهِ وَلأَنَّ الْمُسْلِمِيْنَ يَجْتَمِعُوْنَ فِي كُلِّ مِصْرٍ وَيَقْرَءُوْنَ وَيَهْدُوْنَ لِمَوْتَاهُمْ مِنْ غَيْرِ نَكِيْرٍ فَكَانَ إجْمَاعًا
(كشاف القناع عن متن الإقناع للبهوتي الحنبلي 4 / 431 ومطالب اولي النهى للرحيباني الحنبلي 5 / 10)
Imam Ahmad berkata: Setiap kebaikan bisa sampai kepada mayit berdasarkan dalil al-Quran dan hadis, dan dikarenakan umat Islam berkumpul di setiap kota, mereka membaca al-Quran dan menghadiahkan untuk orang yang telah meninggal diantara mereka, tanpa ada pengingkaran. Maka hal ini adalah ijma’ ulama. (Kisyaf al-Qunna’ IV/ 431 dan Mathalib Uli al-Nuha V/10)

Wallahu a’lam.

Jumat, 29 Maret 2019

Doa arwah



KIRIMAN DOA BAGI MEREKA YANG SUDAH MENINGGAL

Orang yang telah meninggal dunia itu sebenarnya mengharapkan kiriman atau hadiah doa dari orang yang masih hidup. Telah menjadi kesepakatan bahwa doa dari orang yang masih hidup kepada yang telah meningal dunia itu bermanfaat dan pahalanya akan sampai kepadanya. Salah satu dalil yang digunakan untuk mendukung pendapat ini adalah firman Allah SWT berikut ini :

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
Artinya, “Orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, ‘Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan suadara-saudara kami yang telah beriman terlebih dulu dari kami,” (QS Al-Hasyr ayat 10).

Sebagaimana Imam Muhyiddin Syarf An-Nawawi menyatakan :
اَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى اَنَّ الدُّعَاءَ لِلْاَمْوَاتِ يَنْفَعُهُمْ وَيَصِلُهم ثَوَابُهُ وَاحْتَجُّوا بِقَوْلِهِ تَعَالَى وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
Artinya, “Para ulama sepakat bahwa doa untuk orang-orang yang telah meninggal dunia akan memberikan manfaat kepada mereka dan akan sampai juga pahalanya kepada mereka. Para ulama ini berdalil dengan firman Allah SWT, ‘Orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, ‘Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan suadara-saudara kami yang telah beriman terlebih dulu dari kami,’ (Al-Hasyr ayat 10),’” (Lihat Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Al-Adzkar An-Nawawiyyah, Jakarta, Darul Kutub Al-Islamiyah, cet ke-1, 1425 H/2004 M, halaman 180).

Bahwa nasihat orang tua kepada anaknya untuk selalu mendoakan kepada keluarga atau famili atau orang saleh yang telah meninggal dunia adalah hal yang sangat baik. Sudah sepatutnya untuk dilestarikan karena hal itu merupakan salah satu bukti bakti kita kepada mereka yang telah mendahului kita.

Kiriman doa dan permohonan ampunan (istighfar) adalah hal yang paling layak untuk dihadiahkan kepada orang-orang yang telah meninggal dunia. Karena itu kemudian dikatakan bahwa hadiah orang hidup kepada yang meninggal dunia adalah doa dan permohonan ampunan. Syekh Nawawi Al-Bantani mengemukakan :

هَدَايَا الْأَحْيَاءِ لِلْأَمْوَاتِ الدُّعَاءُ وَالْإِسْتِغْفَارُ
Artinya, “Hadiah orang-orang yang masih hidup kepada orang-orang yang telah meninggal dunia adalah doa dan memintakan ampunan kepada Allah (istighfar) kepada mereka,” (Lihat Syekh Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, Beirut, Darul Fikr, tt, halaman 281).

Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa di dalam kubur, orang yang meninggal dunia seperti orang tenggelam yang meminta pertolongan berupa doa. Ia menanti datangnya doa dari anaknya, saudara, atau temannya. Ketika ia mendapatkannya, maka itu lebih ia sukai ketimbang dunia dengan seluruh isinya.

رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ مَا الْمَيِّتُ فِي قَبْرِهِ إِلَّا كَالْغَريقِ الْمُغَوَّثِ-بِفَتْحِ الْوَاوِ الْمُشَدَّدَةِ أَيْ الطَّالِبِ لِأَنْ يُغَاثَ-يَنْتَظِرُ دَعْوَةً تَلْحُقُهُ مِنِ ابْنِهِ أَوْ أَخِيهِ أَوْ صَدِيقٍ لَهُ فَإِذَا لَحِقَتْهُ كَانَتْ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
Artinya, “Diriwayatkan dari Nabi SAW, beliau bersabda, ‘Tidak ada mayit yang berada dalam kuburnya kecuali ia seperti orang tenggelam yang meminta pertolongan—kal ghariqil mughawwats dengan diharakati fathah pada huruf wawunya yang bertasdid, yaitu orang yang meminta pertolongan—ia menunggu setetes doa yang yang dikirimkan anaknya, saudara, atau temannya. Karenanya ketika ia mendapatkan doa, maka hal itu lebih ia sukai dibanding dunia dengan seluruh isinya,’” (Lihat Syekh Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, halaman 281).

Teruslah mendoakan orang-orang yang telah mendahului kita karena itu sangat bermanfaat bagi mereka.

Wallahu a’lamu.

iklan