iklan banner

Jumat, 02 Oktober 2015

“APAKAH NABI PERNAH MELAKUKAN TAHLILAN???”

BERDALIL DENGAN PERTANYAAN : “APAKAH NABI PERNAH MELAKUKAN TAHLILAN???”


Sebelum saya menjawab pertanyaan tersebut lebih rinci kita lihat dialog antara sdr SWH dengan sdr AWJ , saya kasih judul ; PERTANYAAN BODOH vs JAWABAN CERDAS.

Saudara SWH bertanya : APAKAH NABI PERNAH MELAKUKAN ACARA TAHLILAN???
Saudara AWJ menjawab : Itu pertanyaannya gk jauh beda seperti apakah Nabi Muhammad membaca Al-qur’an berupa mushaf???

Dialog tersebut kita kupas secara logika dulu :

Dalam penalaran /logika pertanyaan sdr SWH yang dangkal : KALAU TAHLILAN GAK PERNAH DILAKUKAN NABI BERARTI TERLARANG, pertanyaannya APAKAH YANG TIDAK DILAKUKAN NABI MUSTI TERLARANG ????

Dalam penalaran/logika jawaban AWJ yang cerdas : membantah kaidah ; YANG TAK DILAKUKA NABI TERLARANG dengan logika : kalaulah yang nabi lakukan adalah terlarang, padahal Muskhaf alquran adanya setelah Nabi wafat, artinya MEMANG NABI TAK PERNAH BACA ALQUR’AN MENGGUNAKAN MUSKHAF, seolah olah kesimpulannya : JADI MEMBACA ALQUR’AN PAKAI MUSKHAF TERLARANG DONG ....

hahahahaha ........ jawaban ngeles yang cerdas, apalagi menggunakan Muskhaf yang baru ada sejak abad 20 yaitu Muskhaf yang telah dihiasi dengan tanda bacaan, tanda warana tajwid, terjemahan bahasa indonesia, keterangan asbabun nuzul, tafsirnya .... semua menjadi bagian dalam Muskhaf Alquran Modern.

LOGIKA CERDAS PERTANYAAN BALIK sdr AWJ SESUNGGUHNYA SUDAH LANGSUNG BISA MEMATAHKAN LOGIKA DANGKAL PERTANYAAN sdr SWH.

SESUNGGUHNYA LEBIH CERDAS DALAM MENENTUKAN APAKAH SUATU PERKARA/AMALIAH (dalam hal ini Tahlilan) BISA DITERIMA SECARA SYARIAT ATAU TIDAK MENGGUNAKAN KAIDAH ULAMA (MISALNYA IMAM SYAFII) :

al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan sebagaimana disebutkan olah al-Muhaddits al-Baihaqi :

“Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Sa’id bin Abu ‘Amr, telah menceritakan kepada kami Abul ‘Abbas Muhammad bin Ya’qub, telah menceritakan kepada kami ar-Rabi’ bin Sulaiman, ia berkata :

Imam asy-Syafi’i pernah berkata : perkara baru (muhdatsaat) itu terbagi menjadi menjadi dua bagian :

1. Suatu perkara baru yang menyelisihi al-Qur’an, Sunnah, Atsar atau Ijma’, maka ini termasuk perkara baru yang disebut BID”AH DHOLALAH, dan

2. Suatu perkara baru yang baik yang didalamnya tidak menyelisihi dari salah satu tersebut, maka ini perkara baru (muhdats) yang tidak buruk,

dan sungguh Sayyidina ‘Umar radliyallahu ‘anh berkata tentang shalat pada bulan Ramadhan (shalat Tarawih) : “sebaik-baiknya bid’ah adalah ini”, yakni perkara muhdats yang tidak ada sebelumnya, walaupun keberadaannya tidaklah bertentangan dengan sebelumnya.

MENURUT KAIDAH IMAM SYAFII SESUATU ITU TERLARANG BILA MENYELISIHI AL-QUR’AN, SUNNAH, ATSAR ATAU IJMA’

Dalil pengharaman sesuatu haruslah menggunakan nash, baik itu dari Al-Qur’an maupun Hadits yang melarang atau mengingkari perbuatan tersebut. Tidak bisa langsung diharamkan hanya karena Nabi atau salafus salih tidak pernah memperbuatnya.

Allah Swt. berfirman :

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
(QS. al-Hasyr : 7)

Hadits Nabi Saw. :
كَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يُحَدِّثُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ
[Abu Hurairah] bercerita bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apa yang telah aku larang untukmu maka jauhilah. Dan apa yang kuperintahkan kepadamu, maka kerjakanlah dengan sekuat tenaga kalian. Sesungguhnya umat sebelum kalian binasa karena mereka banyak tanya, dan sering berselisih dengan para Nabi mereka." (HR.MUSLIM)
DARI AYAT DAN HADITS DIATAS BISA DIAMBIL KAIDAH :
APA YANG DIPERINTAHKAN OLEH NABI DIKERJAKAN DENGAN SEKUAT KEMAMPUAN.
APA YANG DILARANG NABI DIJAUHI

BAGAIMANA DENGAN YANG TIDAK DIPERINTAHKAN DAN TIDAK DIKERJAKAN NABI ? ULAMA MENJELASKAN BOLEH DILAKUKAN,

kita lihat dalam ayat dan hadits diatas TIDAK ADA LARANGAN UNTUK MENGERJAKAN YANG TIDAK DIKERJAKAN NABI.

KESIMPULANNYA : BILA TAHLILAN TIDAK MENYELISIHI AL-QUR’AN, SUNNAH, ATSAR DAN IJMA’, MAKA INI BUKANLAH PERKARA YANG BURUK MENYELAHI SYARIAT.

KEMBALI KE .... LAPTOP!!! (PERTANYAAN)

PERTANYAAN sdr SWH : “APAKAH NABI PERNAH MELAKUKAN TAHLILAN???”

JAWAB :

TAHLILAN ADALAH :
Suatu rangkaian amaliah yang dilaksanakan dalam suatu waktu, terdiri dari amalan :
- SEDEKAH MAKANAN UNTUK MERAHMATI MAYYIT
- MEMBACA ALQURAN
- MEMBACA DZIKIR (TAHLIL, TAASBIH, TAHMID)
- MEMBACA SHOLAWAT
- BERDOA UNTUK SAUDARA MUSLIM UMUMNYA KHUSUSNYA ALMARHUM.

Terhadap amalan-amalan tersebut berdasar Hadits dan Atsar Sahabat :
1. NABI MENGANJURKAN SEDEKAH MAKANAN
2. NABI MENEGASKAN SAMPAINYA PAHALA SEDEKAH UNTUK MAYYIT
3. NABI MENGANJURKAN PEMBACAAN ALQURAN UNTUK MAYYIT
4. NABI MENERANGKAN BACAAN DZIKIR ADALAH SEDEKAH
5. NABI MENGANJURKAN MENOLONG MAYYIT DENGAN BACAAN ALQURAN DAN DZIKIR
6. NABI HADIR DALAM JAMUAN MAKAN KELUARGA BERDUKA
7. NABI MENGANJURKAN MENOLONG KELUARGA BERDUKA MENYEDIAKAN MAKANAN
8. SUNNAH NABI MEMULIYAKAN TAMU DENGAN JAMUAN MAKAN, SEBAGIMANA KELUARGA BERDUKA MEMULIAKAN TAMUNYA YANG DATANG UNTUK TURUT MENDOAKAN ALMARHUM
9. SAHABAT MELAKUKAN SEDEKAH MAKANAN 7 HARI SETELAH KEMATIAN
10. KHALIFAH UMAR BERWASIAT SEDEKAH MAKANAN SELAMA 3 HARI SETELAH PENGUBURAN
11. NABI MENGABARKAN ALLAH MENGIRIMKAN RAHMATNYA MELALUI ROMBONGAN MALAIKAT PADA MAJELIS DZIKIR YANG MELAKUKAN RANGKAIAN AMALAN : TASYAKURAN NIKMAT MEMUJI ALLAH, MEMBACA AL-QUR’AN, BERSHOLAWAT KEPADA NABIMUHAMMAD SHOLLALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM DAN BERDOA UNTUK DUNIA DAN AKHIRAT.

12 komentar:

  1. keluarga yang berduka cita harusnya diberikan makanan oleh para warga sekitar, di kuatkan, dikasih wejangan. Yang terjadi sekarang malahan keluarga yang berduka cita malah ngasih makanan ke warga. Dimana akal sehatnya kalau ada yang kemalingan malah ngasih uang ke warga ? dimana akal sehatnya kalau ada yang sakit malah ngasih makanan ke warga ? dimana akal sehatnya!! kalau ada yang meninggal ..keluarganya malah ngasih suguhan ke warga ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Akal sehatnya dituntun dalil ajaran islam, dimana keluarga berduka pun berharap mayyit dirahmati dengan sedekah makanan yang diniyatkan bagi almarhum

      sebagaimana sahabat menghawatirkan keadaan almarhum lalu sedekah makanan selama 7 hari berdasarkan hadits imam thawus. Ternyata akal sehat sahabat dan tabiin tidak berdasar kepelitan, namun mengambil barokah amaliah sedekah makanan guna merahmati almarhum.

      Kalau akal sehatmu hanya berdasar prasangka bukan dalil amaliah ya seperti itu. Keluarga berduka tidak berharap disedekahi atas musibahnya dari muslimin.

      Kalau tyoh muslimin berempati membantu saudara muslim, itu persoalan lain, dan menjadi akhlaq muslimin, saling tolong menolong.

      Hapus
  2. Hahahahah,lucu yg menulis blog,kalau lah memeng hal tersebut baik tentu lah para sahabat,tabi in tabi ut,sudah melakukan nya,bah kan 4 imam mehzab pun nggak pernah melakukan nya,kalau memang hal tahlilan itu termasuk syariat islam pastilah rasulallah sudah melakukan nya,bukan kah syariat islam sudah sempurna,mengapa harus d tambah2 lagi,tidak ada amalan baru dalam islam,tata cara mengurus jenazah sudah ada sunnah nya jangan d tambah,atau d kurang,rasulallah sudah mencontoh kan nya,ngapain pakai acara tahlilan,

    BalasHapus
    Balasan
    1. SAHABAT Kenduri (sedekah makanan) buat merahmati mayyit

      http://aswajanurulhikmah.blogspot.com/2017/01/dalil-kenduri-arwah-tahlilan-01.html

      HADITS SAHABAT KENDURI / SEDEKAH MAKAN UNTUK MERAHMATI ARWAH SELAMA 7 HARI KEMATIAN

      حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِ بْنِ مَالِكِ ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلَ ثَنَا أَبِي ثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ ثَنَا اْلأَشْجَعِي عَنْ سُفْيَانَ (الثَّوْرِيّ) قَالَ قَالَ طَاوُوْسٌ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِي قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أْنْ يُطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ اْلأَيَّامَ

      (المطالب العلية للحافظ ابن حجر 5 / 330 وحلية الأولياء لابي نعيم الاصبهاني ج 4 / 11 وصفة الصفوة لأبي الفرج عبد الرحمن بن علي بن محمد بن الجوزي 1 / 20 والبداية والنهاية لابن كثير 9 / 270 وشرح صحيح البخارى لابن بطال 3 / 271 وعمدة القاري شرح صحيح البخارى للعيني 12 / 277)


      "Imam Ahmad mengutip pernyataan Thawus: Sesungguhnya orang-orang yang mati mendapatkan ujian di kubur mereka selama 7 hari. Maka para sahabat senang untuk memberi sedekah pada 7 hari tersebut"

      (Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-Aliyah V/330, Abu Nuaim dalam Hilyat al-Auliya' IV/11, Ibnu al-Jauzi dalam Shifat al-Shafwah I/20, Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah IX/270, Ibnu Baththal dalam Syarah al-Bukhari III/271 dan al-Aini dalam Umdat al-Qari Syarah Sahih al-Bukhari XII/277, Al-Hawiy Lil Fataawi Li Suyuthi Juz II/ 183)

      Hapus
    2. Imam madzab pun melaksanakan amaliah berkenaan dengan merahmati mayyit

      Imam Ahmad hal diatas adalah ijma’ / konsensus para ulama:
      قَالَ أَحْمَدُ الْمَيِّتُ يَصِلُ إلَيْهِ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ لِلنُّصُوْصِ الْوَارِدَةِ فِيْهِ وَلأَنَّ الْمُسْلِمِيْنَ يَجْتَمِعُوْنَ فِي كُلِّ مِصْرٍ وَيَقْرَءُوْنَ وَيَهْدُوْنَ لِمَوْتَاهُمْ مِنْ غَيْرِ نَكِيْرٍ فَكَانَ إجْمَاعًا
      (كشاف القناع عن متن الإقناع للبهوتي الحنبلي 4 / 431 ومطالب اولي النهى للرحيباني الحنبلي 5 / 10)
      “Imam Ahmad berkata: Setiap kebaikan bisa sampai kepada mayit berdasarkan dalil al-Quran dan hadis, dan dikarenakan umat Islam berkumpul di setiap kota, mereka membaca al-Quran dan menghadiahkan untuk orang yang telah meninggal diantara mereka, tanpa ada pengingkaran. Maka hal ini adalah ijma’ ulama. (Kisyaf al-Qunna’ IV/ 431 dan Mathalib Uli al-Nuha V/10)

      Hapus
  3. Ternyata kegiatan tahlilan ini dari sejak jaman sahabat dianggap sebagai kegiatan meratap yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
    Dari Jabir bin Abdillah Al Bajaliy, ia berkata:”Kami (yakni para Sahabat semuanya) memandang/menganggap (yakni menurut mazhab kami para Sahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk dari bagian meratap.”
    Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah (no 1612) dengan derajat yang shahih.

    Didalam kitab al Umm (I/318), telah berkata imam Syafii berkaitan dengan hal ini;
    “Aku benci al ma’tam, yaitu berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit meskipun tidak ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan memperbahrui kesedihan.”
    Jadi, imam Syafii sendiri tidak suka dengan kegiatan tahlilan yang dilakukan sebagaimana yang banyak dilakukan oleh ummat Islam sendiri.
    Membaca Al Qur’an untuk orang mati (menurut Imam Syafi’i).
    Dalam Al Qur’an,

    [53.38] (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,
    [53.39] dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.

    “Yaitu, sebagaimana seseorang tidak akan memikul dosa orang lain, demikian juga seseorang tidak akan memperoleh ganjaran/pahala kecuali apa-apa yang telah ia usahakan untuk dirinya sendiri.
    Dan dari ayat yang mulia ini, al Imam Asy Syafii bersama para ulama yang mengikutinya telah mengeluarkan suatu hukum:
    Bahwa Al Qur’an tidak akan sampai hadiah pahalanya kepada orang yang telah mati.
    Karena bacaan tersebut bukan dari amal dan usaha mereka. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tidak pernah mensyariatkan umatnya (untuk menghadiahkan bacaan Qur’an kepada orang yang telah mati) dan tidak juga pernah menggemarkannya atau memberikan petunjuk kepada mereka dengan baik dengan nash (dalil yang tegas dan terang) dan tidak juga dengan isyarat (sampai-sampai dalil isyarat pun tidak ada).
    Dan tidak pernah dinukil dari seorang pun Sahabat (bahwa mereka pernah mengirim bacaan Al Qur’an kepada orang yang telah mati).
    Kalau sekiranya perbuatan itu baik, tentu para Sahabat telah mendahului kita mengamalkannya.

    BalasHapus

  4. Tatkala datang kabar tentang meninggalnya Ja'far radhiallahu 'anhu maka Nabi shallallahu' alaihi wa sallam berkata:

    اِصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرَ طَعَامًا فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ مَا يُشْغِلُهُمْ

    "Buatlah makanan untuk keluarga Ja'far, karena itu telah datang ke mereka perkara yang menyibukan mereka" (HR Abu Dawud no 3132

    Al-Imam Asy-Syafi'I rahimahullah berkata:

    وأحب لجيران الميت أو ذي قرابته أن يعملوا لأهل الميت في يوم يموت وليلته طعاما يشبعهم فإن ذلك سنة وذكر كريم وهو من فعل أهل الخير قبلنا وبعدنا لأنه لما جاء نعي جعفر قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اجعلوا لآل جعفر طعاما فإنه قد جاءهم أمر يشغلهم

    “Dan aku suka para tetangga mayat atau para kerabatnya untuk membuat makanan bagi keluarga yang mengenyangkan mereka pada siang dan malam hari kematian sang mayat. Karena hal ini adalah sunnah dan bentuk kebaikan, dan ini merupakan perbuatan orang-orang baik sebelum kami dan juga kami, karena tatkala datang kabar tentang kematian Ja'far maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'afar, karena telah datang kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka ”(Kitab Al-Umm 1/278)


    Telah lalu penukilan perkataan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah:

    وأحب لجيران الميت أو ذي قرابته أن يعملوا لأهل الميت في يوم يموت وليلته طعاما يشبعهم فإن ذلك سنة وذكر كريم وهو من فعل أهل الخير قبلنا وبعدنا لأنه لما جاء نعي جعفر قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اجعلوا لآل جعفر طعاما فإنه قد جاءهم أمر يشغلهم

    “Dan aku suka para tetangga mayat atau para kerabatnya untuk membuat makanan bagi keluarga yang mengenyangkan mereka pada siang dan malam hari kematian sang mayat. Karena hal ini adalah sunnah dan bentuk kebaikan, dan ini merupakan perbuatan orang-orang baik sebelum kami dan juga kami, karena tatkala datang kabar tentang kematian Ja'far maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'afar, karena telah datang kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka ”(Kitab Al-Umm 1/278)

    BalasHapus
  5. dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya,"
    (QS. An-Najm 53: Ayat 39)
    لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ اَمْوَا لُهُمْ وَلَاۤ اَوْلَا دُهُمْ مِّنَ اللّٰهِ شَيْـئًـا ۗ 
    "Harta benda dan anak-anak mereka tidak berguna sedikit pun (untuk menolong) mereka dari azab Allah.
    (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 17)
     اِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
    ''Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang telah kamu kerjakan."
    (QS. At-Tahrim 66: Ayat 7)
    وَمَا يُغْنِيْ عَنْهُ مَا لُهٗۤ اِذَا تَرَدّٰى ۗ 
    "Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa."
    (QS. Al-Lail 92: Ayat 11)

    setelah kita sudah membaca firman dari allah swt.
    apakah masih ada keraguan dihati..
    bahwa bacaan alQuran itu atau tahlilan sampai kepada mayit
    yang sudah didalam kubur....
    sedangkan kita diberi penjelasan langsung oleh allah swt.
    bukan dari ulama yang dalilnya tidak ada didalam kitab suci ini..
    Lalu apa yang membuat kita meragukan AlQuran...
    dan ketahuilah saudaraku AlQuran itu diturunkan oleh allah swt.
    hanya untuk petunjuk,,peringatan,agar kita mengetahui
    kisah umat terdahulu yang mengingkari alQuran sebelum kita
    agar bisa dijadikan pelajaran dan alQuran itu diturunkan hanya untuk mengancam orang yang hidup bukan orang yang mati
    agar manusia dapat
    mengambil pelajaran kisah orang orang dahulu sebelumnya
    yang sudah mendustakan dan mengingkari
    serta mengolok-Olok ayat ayat allah yang
    disampaikan para rasul rasul utusan allah
    kepada kaum yang melampaui batas ....

    Allah SWT berfirman:

    "Sungguh, Al-Qur'an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar,"
    (QS. Al-Isra' 17: Ayat 9)

    BalasHapus
  6. Memberi jawaban dengan pertanyaan lagi sebagai pembanding "Apakah Rasulullah SAW pernah membaca Alquran dalam bentuk mushaf?" adalah upaya untuk ngeles.
    Alquran dalam Mushaf baru ada setelah Rasulullah SAW wafat. Bagaimana mungkin Rasulullah SAW pernah membaca Alquran dalam bentuk mushaf tersebut. Yang menjadi problem Rasullullah SAW tidak pernah membaca Alquran dalam bentuk mushaf karena Alquran dalam bentuk mushafnya semasa Beliau masih hidup memang belum ada.
    Berbeda dengan Tahlilan. Apa yang menghalangi Rasulullah SAW tidak mengadakan Tahlillan? Sama sekali tidak ada! Selama 23 tahun masa kenabian Beliau (usia 40-63 tahun), tidak ada sesuatu pun yang menghalangi rasulullah SAW jika ingin mengadakan Tahlillan.
    Meskipun ruang, waktu yang tersedia sangat memungkinkan untuk Beliau melakukan tahlillan. Ternyata Beliau tidak melakukannya.
    Sekali lagi cara membuat perbandingan dengan menghadapkan dua hal yang berbeda adalah upaya ngeles untuk mencari pembenaran bukan kebenaran.
    Kita semua tahu bahwa setiap ucapan dan perbuatan Rasulullah SAW tidak berasal dari hawa nafsunya sendir, tetapi semua berdasarkan yang diwahyukan Allah kepada Beliau. Demikian juga dalam tatacara ibadah kepada Allah, Rasulullah SAW tidak akan pernah mengada-ada.
    Dengan demikian jelaskan mengapa Rasullullah SAW tidak melakukan Tahlillan untuk keluarganya yang meninggal.
    Jawaban yang logis adalah karena Allah tidak pernah mehwahyukan kepada Beliau untuk melakukan hal itu.
    Wallahualam bissawab!

    BalasHapus
  7. saya cari aman aja, misalkan tahlilan hukumnya sunah , saya ga berdosa krn meninggalkannya , misalkan tahlilan itu bid'ah , saya juga terhindar dari dosa krn meninggalkannya...moga2 kita semua selalu ada dalam lindungan dan petunjuk Allah yg maha kuasa

    BalasHapus
  8. Yang bikin blog kalah dalil,.secara aqidah agama dan tata cara ibadah itu semua sudah ada tatacaranya yg diajarkan nabi tidak bisa ditambah apalagi dikurang.urusan agama telah sempurna dari hal terkecil samapai yg paling besar.urusan dunia kalian lebih tau itu kata nabi,seandainya dijaman nabi ada sahabat yh bisa bikin motor maka nabi akan naik motor bukan naik onta lagi ,contoh karna itu berkenaan tentang sarana didunia,termasuk mushaf al quran,jadi buat admin nya berkatalah sesuai yg diajarkan nabi

    BalasHapus
  9. Lalu yg benar mana? Apakah bisa dibuktikan secara logika ? Maaf aku pencari ilmu

    BalasHapus

iklan