iklan banner

Jumat, 02 Oktober 2015

“APAKAH NABI PERNAH MELAKUKAN TAHLILAN???”

BERDALIL DENGAN PERTANYAAN : “APAKAH NABI PERNAH MELAKUKAN TAHLILAN???”


Sebelum saya menjawab pertanyaan tersebut lebih rinci kita lihat dialog antara sdr SWH dengan sdr AWJ , saya kasih judul ; PERTANYAAN BODOH vs JAWABAN CERDAS.

Saudara SWH bertanya : APAKAH NABI PERNAH MELAKUKAN ACARA TAHLILAN???
Saudara AWJ menjawab : Itu pertanyaannya gk jauh beda seperti apakah Nabi Muhammad membaca Al-qur’an berupa mushaf???

Dialog tersebut kita kupas secara logika dulu :

Dalam penalaran /logika pertanyaan sdr SWH yang dangkal : KALAU TAHLILAN GAK PERNAH DILAKUKAN NABI BERARTI TERLARANG, pertanyaannya APAKAH YANG TIDAK DILAKUKAN NABI MUSTI TERLARANG ????

Dalam penalaran/logika jawaban AWJ yang cerdas : membantah kaidah ; YANG TAK DILAKUKA NABI TERLARANG dengan logika : kalaulah yang nabi lakukan adalah terlarang, padahal Muskhaf alquran adanya setelah Nabi wafat, artinya MEMANG NABI TAK PERNAH BACA ALQUR’AN MENGGUNAKAN MUSKHAF, seolah olah kesimpulannya : JADI MEMBACA ALQUR’AN PAKAI MUSKHAF TERLARANG DONG ....

hahahahaha ........ jawaban ngeles yang cerdas, apalagi menggunakan Muskhaf yang baru ada sejak abad 20 yaitu Muskhaf yang telah dihiasi dengan tanda bacaan, tanda warana tajwid, terjemahan bahasa indonesia, keterangan asbabun nuzul, tafsirnya .... semua menjadi bagian dalam Muskhaf Alquran Modern.

LOGIKA CERDAS PERTANYAAN BALIK sdr AWJ SESUNGGUHNYA SUDAH LANGSUNG BISA MEMATAHKAN LOGIKA DANGKAL PERTANYAAN sdr SWH.

SESUNGGUHNYA LEBIH CERDAS DALAM MENENTUKAN APAKAH SUATU PERKARA/AMALIAH (dalam hal ini Tahlilan) BISA DITERIMA SECARA SYARIAT ATAU TIDAK MENGGUNAKAN KAIDAH ULAMA (MISALNYA IMAM SYAFII) :

al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan sebagaimana disebutkan olah al-Muhaddits al-Baihaqi :

“Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Sa’id bin Abu ‘Amr, telah menceritakan kepada kami Abul ‘Abbas Muhammad bin Ya’qub, telah menceritakan kepada kami ar-Rabi’ bin Sulaiman, ia berkata :

Imam asy-Syafi’i pernah berkata : perkara baru (muhdatsaat) itu terbagi menjadi menjadi dua bagian :

1. Suatu perkara baru yang menyelisihi al-Qur’an, Sunnah, Atsar atau Ijma’, maka ini termasuk perkara baru yang disebut BID”AH DHOLALAH, dan

2. Suatu perkara baru yang baik yang didalamnya tidak menyelisihi dari salah satu tersebut, maka ini perkara baru (muhdats) yang tidak buruk,

dan sungguh Sayyidina ‘Umar radliyallahu ‘anh berkata tentang shalat pada bulan Ramadhan (shalat Tarawih) : “sebaik-baiknya bid’ah adalah ini”, yakni perkara muhdats yang tidak ada sebelumnya, walaupun keberadaannya tidaklah bertentangan dengan sebelumnya.

MENURUT KAIDAH IMAM SYAFII SESUATU ITU TERLARANG BILA MENYELISIHI AL-QUR’AN, SUNNAH, ATSAR ATAU IJMA’

Dalil pengharaman sesuatu haruslah menggunakan nash, baik itu dari Al-Qur’an maupun Hadits yang melarang atau mengingkari perbuatan tersebut. Tidak bisa langsung diharamkan hanya karena Nabi atau salafus salih tidak pernah memperbuatnya.

Allah Swt. berfirman :

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
(QS. al-Hasyr : 7)

Hadits Nabi Saw. :
كَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يُحَدِّثُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ
[Abu Hurairah] bercerita bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apa yang telah aku larang untukmu maka jauhilah. Dan apa yang kuperintahkan kepadamu, maka kerjakanlah dengan sekuat tenaga kalian. Sesungguhnya umat sebelum kalian binasa karena mereka banyak tanya, dan sering berselisih dengan para Nabi mereka." (HR.MUSLIM)
DARI AYAT DAN HADITS DIATAS BISA DIAMBIL KAIDAH :
APA YANG DIPERINTAHKAN OLEH NABI DIKERJAKAN DENGAN SEKUAT KEMAMPUAN.
APA YANG DILARANG NABI DIJAUHI

BAGAIMANA DENGAN YANG TIDAK DIPERINTAHKAN DAN TIDAK DIKERJAKAN NABI ? ULAMA MENJELASKAN BOLEH DILAKUKAN,

kita lihat dalam ayat dan hadits diatas TIDAK ADA LARANGAN UNTUK MENGERJAKAN YANG TIDAK DIKERJAKAN NABI.

KESIMPULANNYA : BILA TAHLILAN TIDAK MENYELISIHI AL-QUR’AN, SUNNAH, ATSAR DAN IJMA’, MAKA INI BUKANLAH PERKARA YANG BURUK MENYELAHI SYARIAT.

KEMBALI KE .... LAPTOP!!! (PERTANYAAN)

PERTANYAAN sdr SWH : “APAKAH NABI PERNAH MELAKUKAN TAHLILAN???”

JAWAB :

TAHLILAN ADALAH :
Suatu rangkaian amaliah yang dilaksanakan dalam suatu waktu, terdiri dari amalan :
- SEDEKAH MAKANAN UNTUK MERAHMATI MAYYIT
- MEMBACA ALQURAN
- MEMBACA DZIKIR (TAHLIL, TAASBIH, TAHMID)
- MEMBACA SHOLAWAT
- BERDOA UNTUK SAUDARA MUSLIM UMUMNYA KHUSUSNYA ALMARHUM.

Terhadap amalan-amalan tersebut berdasar Hadits dan Atsar Sahabat :
1. NABI MENGANJURKAN SEDEKAH MAKANAN
2. NABI MENEGASKAN SAMPAINYA PAHALA SEDEKAH UNTUK MAYYIT
3. NABI MENGANJURKAN PEMBACAAN ALQURAN UNTUK MAYYIT
4. NABI MENERANGKAN BACAAN DZIKIR ADALAH SEDEKAH
5. NABI MENGANJURKAN MENOLONG MAYYIT DENGAN BACAAN ALQURAN DAN DZIKIR
6. NABI HADIR DALAM JAMUAN MAKAN KELUARGA BERDUKA
7. NABI MENGANJURKAN MENOLONG KELUARGA BERDUKA MENYEDIAKAN MAKANAN
8. SUNNAH NABI MEMULIYAKAN TAMU DENGAN JAMUAN MAKAN, SEBAGIMANA KELUARGA BERDUKA MEMULIAKAN TAMUNYA YANG DATANG UNTUK TURUT MENDOAKAN ALMARHUM
9. SAHABAT MELAKUKAN SEDEKAH MAKANAN 7 HARI SETELAH KEMATIAN
10. KHALIFAH UMAR BERWASIAT SEDEKAH MAKANAN SELAMA 3 HARI SETELAH PENGUBURAN
11. NABI MENGABARKAN ALLAH MENGIRIMKAN RAHMATNYA MELALUI ROMBONGAN MALAIKAT PADA MAJELIS DZIKIR YANG MELAKUKAN RANGKAIAN AMALAN : TASYAKURAN NIKMAT MEMUJI ALLAH, MEMBACA AL-QUR’AN, BERSHOLAWAT KEPADA NABIMUHAMMAD SHOLLALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM DAN BERDOA UNTUK DUNIA DAN AKHIRAT.

iklan