TIDAK SALAH ENGUCAPKAN MINAL AIDIN WAL FAIZIN DI HARI
RAYA
RIWAYAT 'TAQABBALALLAHU
MINNA WA MINKUM' DAN IHWAL UCAPAN SELAINNYA
Riwayat yang menjelaskan
ucapan 'Taqabbalallahu Minna wa Minkum' dituturkan oleh Muhammad bin Ziyad. Ia
menceritakan kejadian kala bersama Abu Umamah al-Bahili dan lainnya dari
sahabat Rasulullah SAW. Syahdan, sepulang dari Shalat Id, mereka saling
mengatakan,
تَقَبَّلَ
اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ
Imam Ahmad menjelaskan,
sanad hadits Abu Umamah ini Jayyid.
Ali bin Tsabit
berujar,
سألت
مالك بن أنس منذ خمس وثلاثين سنة وقال: لم يزل يعرف هذا بالمدينة.
"Aku bertanya pada
Malik bin Anas sejak 35 tahun. Dia menjawab, 'Hal (ucapan) ini selalu
ditradisikan di Madinah."
Dalam Sunan al-Baihaqi
disebutkan,
عَنْ
خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ قَالَ: لَقِيتُ وَاثِلَةَ بْنَ الأَسْقَعِ فِي يَوْمِ
عِيدٍ فَقُلْتُ: تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ، فَقَالَ: نَعَمْ تَقَبَّلَ
اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ، قَالَ وَاثِلَةُ: لَقِيتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم يَوْمَ عِيدٍ فَقُلْتُ: تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ، فَقَالَ: نَعَمْ
تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ.
Diriwayatkan dari Khalid
bin Ma'dan, ia berkata, "Aku bertemu Watsilah bin Asqa' pada hari Raya.
Aku katakan padanya: Taqabbalallahu minna wa minka. Watsilah menanggapi, 'Aku
pernah bertemu Rasulullah SAW pada hari raya, lantas aku katakan
'Taqabbalallahu minna wa minka'. Beliau menjawab, 'Ya, Taqabbalallahu minna wa
minka."
Kedua riwayat ini
memberikan benang merah, ucapan 'Taqabbalallahu minna wa minka' merupakan
bacaan yang disyariatkan (masyru') dan hukum mengucapkannya sunnah.
APAKAH UCAPAN LAIN TIDAK BOLEH?
Ucapan selamat
atau tahniah atas datangnya momen tertentu bisa saja merupakan
tradisi atau adat. Sementara hukum asal suatu adat adalah boleh, selagi tidak
ada dalil tertentu yang mengubah dari hukum asli ini. Hal ini juga merupakan
madzhab Imam Ahmad. Mayoritas ulama menyatakan, ucapan selamat pada hari raya
hukumnya boleh (lihat: al-Adab al-Syar'iyah, jilid 3, hal. 219).
Al-Hafizh Ibnu Hajar
menjelaskan, ucapan selamat (tahniah) secara umum diperbolehkan, karena adanya
nikmat, atau terhindar dari suatu musibah, dianalogikan dengan validitas sujud
syukur dan ta'ziyah (lihat al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, jilid 14, hal
99-100).
Berdasarkan keterangan di
atas, maka setiap ucapan baik, apalagi merupakan doa, dalam momen nikmat atau
bahkan musibah, adalah sesuatu yang boleh, bahkan baik untuk dilakukan. Dengan
kalam lain, ucapan di Idul Fitri yang terbaik memang 'taqabbalallahu minna wa
minkum'. Namun bukan berarti doa dan ucapan lain yang baik itu tidak
diperbolehkan.
MELURUSKAN MAKNA MINAL
'AIDIN WAL FAIZIN
Tidak sama
memaknai Minal 'AIDIN WAL FAIZIN' dengan 'MOHON MAAF LAHIR BATIN',
hanya karena biasanya dua kalimat itu beriringan satu sama lain.
Itu sama saja dengan
membahasa-Inggriskan KESET dengan WELCOME, dengan alasan tulisan itu biasanya
ada di keset.
MINAL 'AIDIN WAL FAIZIN adalah
bahasa arab yang dalam bahasa Indonesia berarti 'Semoga kita termasuk orang
yang kembali dan menuai kemenangan'.
Makna popular kalimat
tersebut adalah :
JA'ALANALLAHU WA IYYAKUM MINAL 'AIDIN ILAL
FITHRAH WAL FAIZIN BIL JANNAH'
Artinya :
Semoga Allah menjadikan
kita semua sebagai orang yang kembali pada fitrah dan menuai kemenangan dengan
meraih surga.
Kita yakin, orang yang
mengucapkannya tidak akan memaknainya 'kembali pada kemaksiatan pascaramadhan,
meraih kemenangan atas bulan Ramadhan sehingga kita bisa kembali berbuat
keburukan'.
Pun, jangan
memaknai Minal 'Aidin Wal Faizin' dengan 'Mohon Maaf Lahir Batin',
hanya karena biasanya dua kalimat itu beriringan satu sama lain. Itu sama saja
dengan 'membahasa-Inggriskan' keset dengan welcome, dengan alasan tulisan itu
biasanya ada di keset.
Makna popular kalimat
tersebut adalah 'Ja'alanallahu wa iyyakum MINAL 'AIDIN ilal fithrah WAL FAIZIN
bil jannah' (Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai orang yang kembali
pada fitrah dan menuai kemenangan dengan meraih surga).
Jadi jangan khawatir.
Maknanya bukan kembali ke perbuatan maksiat dan menang telah menaklukkan
Ramadhan. Tanda orang yang diterima ibadahnya, ia makin meningkatkan ketaatan
dan makin meninggalkan kemaksiatan (min 'alamati qabulit-tha'ah fa innah
tajurru ila tha'atin ukhra).
APA MAKNA FITRAH?
Setidaknya ia memiliki dua makna: Islam dan
kesucian.
Makna pertama diisyaratkan
oleh hadits (artinya): "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua
orang tuanyalah yang menjadikan dia (sebagai/seperti) Yahudi, Nasrani, atau
Majusi."
Sisi pengambilan
kesimpulan hukum atau wajh al-istidlal-nya, Nabi telah menyebutkan agama-agama
besar kala itu, namun Nabi tidak menyebutkan Islam. Maka fitrah diartikan
sebagai Islam.
Dengan ujaran lain, makna
kembali ke fitrah adalah kembali ke Islam, kembali pada ajaran, akhlak, dan
keluhuran budaya Islam.
Makna fitrah yang kedua
adalah kesucian. Makna ini berdasarkan hadits Nabi (artinya), "Fitrah
itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, mencabut/menghilangkan
bulu ketiak, dan memotong kuku." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kelima macam fitrah ini
semuanya kembali pada praktik kebersihan dan kesucian. Dapat disimpulkan
kemudian bahwa makna fitrah adalah bersih dan suci.
Minal 'Aidin ilal fithrah,
berarti kita mengharap kembali menjadi orang bersih dan suci. Dengan keyakinan
pada hadits Nabi, orang yang shiyam dan qiyam (berpuasa dan menghidupkan malam)
di bulan Ramadhan, karena iman dan semata mencari ridha Allah, akan diampuni
dosanya yang telah lalu. Harapannya, semoga kita seperti bayi yang baru lahir
dari rahim ibu, bersih-suci dari salah dan dosa. Amin...
Sementara panjatan
doa "Semoga kita menuai kemenangan dengan meraih surga - Wal Faizin
bil jannah", sangat terkait dengan tujuan puasa Ramadhan dan happy ending
bagi orang yang berhasil membuktikan tujuan itu.
Dalam al-Baqarah ayat 183
dijelaskan bahwa tujuan puasa Ramadhan adalah 'agar kalian bertakwa (la'allakum
tattaqun)'. Sedangkan Surat al-Hijr ayat 45 dan Ali Imran ayat 133 menjelaskan,
bagi orang bertakwa itu hadiahnya adalah surga.
Ringkasnya, puasa
berdampak takwa. Takwa berhadiah surga.
Hal inilah yang menjadi
harapan orang yang berpuasa Ramadhan. Ia ingin dijadikan sebagai orang bertakwa
dengan sebenarnya, dan mengharap menjadi salah satu penghuni surga.
Itulah makna kemenangan
yang terucap dalam 'wal faizin' itu. Bukan kemenangan atas Ramadhan, sehingga
bebas melakukan keburukan karena merasa sudah 'menang'!
MINTA MAAF DI IDUL
FITRI KELIRU?
Orang yang minta maaf di
hari Raya, in syaa-Allah tidak meyakini minta maaf itu hanya khusus di hari
Raya. Ini adalah ikhtiar untuk kesempurnaan ibadah.
Islam agama paripurna.
Tidak sempurna iman seseorang sampai dua sisi tali hablun minallah dan hablun
minannas sama-sama dikuatkan. Dalam sekian hadits dijelaskan misalnya, siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, 'hendaknya dia menghormati tamunya',
'hendaknya dia mengatakan yang baik atau diam', dan seterusnya.
Surat al-Ma'un juga
menjelaskan, pendusta hari pembalasan itu orang yang menolak anak yatim dan
tidak memperdulikan orang miskin. Shalat itu tanha 'anil fahsyaa-i wal munkar.
Zakat atau sedekah itu tuthahhiruhum wa tuzakkihim biha.
Dus, dari sekian
penjelasan baik dari al-Qur'an maupun Sunnah itu, akhirnya seorang muslim
sangat memahami, ada misi kebaikan secara vertikal dan horizontal. Siapa yang
mengaku bertauhid, harus baik pula dalam wilayah sosial. Kalau puasa Ramadhan
adalah hubungan baik secara vertikal, mengapa kemudian untuk minta maaf
pascaramadhan sebagai ranah sosial dilarang?
Wallahu a'lam.
AKHIRUL KALAM.
SELAMAT MERAYAKAN IDUL
FITRI.
TAQABBALALLAHU MINNA WA
MINKUM.
MINAL 'AIDIN WAL
FAIZIN.
MOHON MAAF LAHIR
BATIN...
Faris Khoirul Anam (Aswaja
NU Center PWNU Jawa Timur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar