SHOLAT TARAWIH
PELAKSANAANNYA DUA RAKA’AT–DUA RAKA’AT SEKALI SALAM
Shalat tarawih disyari’atkan pelaksanaannya dua
raka’at–dua raka’at sekali salam adalah hadits Ibnu ‘Umar r.a.,
bahwasannya Nabi SAW bersabda :
صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى
Artinya : Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at” (Muttafaqun
‘alaihi)
Sebagian umat
Islam di Indonesia ada yang mengerjakan shalat Tarawih dengan cara empat rakaat
sekali salam. Mereka berargumentasi dengan hadits Aisyah r.a. sebagai berikut:
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي
رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا
فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا
تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا
Artinya : Nabi tidak pernah lebih dari sebelas raka’at
baik di Ramadhan maupun bulan-bulan lainnya. Beliau shalat empat rakaat, jangan
ditanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat lagi empat
raka’at, jangan ditanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat
tiga raka’at.(H.R. Bukhari dan Muslim)
Dhahir hadits ini menunjukkan bahwa Nabi SAW dalam shalat
sunat malam melaksanakannya dengan empat-empat raka’at. Namun tentu dhahirnya
ini tidak sesuai dengan kandungan hadits yang menjelaskan bahwa shalat malam
dua raka’at-dua raka’at sebagaimana hadits muttafaqun ‘alaihi di atas.
Oleh karena itu, tidak boleh tidak harus dipahami bahwa
maksud Nabi SAW melaksanakan empat raka’at-empat raka’at sebagaimana hadits
Aisyah di atas adalah setelah empat raka’at (dengan dua kali salam) Nabi
istirahat sebentar, kemudian melanjutkan lagi empat raka’at lagi (dengan dua
kali salam juga) dan seterusnya. Jadi bukan dengan empat rakaat sekali salam.
Pemahaman ini sesuai dengan penjelasan al-Shan’aniy dalam
kitabnya, Subulussalam, yakni :
يُحْتَمَلُ أَنَّهَا مُتَّصِلَاتٌ وَهُوَ الظَّاهِرُ وَيُحْتَمَلُ أَنَّهَا
مُنْفَصِلَاتٌ وَهُوَ بَعِيدٌ إلَّا أَنَّهُ يُوَافِقُ حَدِيثَ صَلَاةُ اللَّيْلِ
مَثْنَى مَثْنَى .
“Redaksi ini (beliau
shalat empat rakaat) memiliki kemungkinan empat rakaat dilakukan sekaligus
dengan sekali salam, ini adalah yang zhahir, dan juga bisa dipahami empat
rakaat itu dilakukan secara terpisah (dua rakaat- dua rakaat), tetapi pemahaman
terakhir ini jauh hanya saja ini sesuai dengan hadis “Shalat malam itu
dilakukan dengan dua rakaat- dua rakaat”
(Al-Shan’aniy, Subulussalam, Maktabah Nazar
Mushtafa al-Baaz, Riyadh, Juz. II, Hal. 538)
FATWA ULAMA MADZAB SYAFII MENILAI TIDAK SAHNYA SHALAT
TARAWIH 4 REKAAT SEKALI SALAM
Melaksanakan shalat tarawih empat raka’at sekali salam,
hukumnya tidak sah.
Ini sesuai dengan fatwa ulama sebagai berikut :
1. IMAM NAWAWI MENGATAKAN :
يَدْخُلُ وَقْتُ التَّرَاوِيْحِ بِالْفَرَاغِ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ
ذَكَرَهُ الْبَغَوِيُّ وَغَيْرُهُ وَيَبْقَى إِلَى طُلُوْعِ اْلفَجْرِ
وَلْيُصَلِّهَا رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ كَمَا هُوَ اْلعَادَةُ فَلَوَْصَلَّي
أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيْمةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ الْقَاضِى حُسَيْنٌ فيِ
فَتَاوِيْهِ ِلاَنَّهُ خِلاَفُ الْمَشْرُوْعِ
”Masuk waktu shalat
Tarawih itu setelah melaksanakan shalat Isya. Imam al-Baghawi dan lainnya telah
menyebutkannya itu. Waktu tarawih masih ada sampai terbit fajar dan hendaklah
seseorang mengerjakan shalat Tarawih dengan dua rakaat- dua rakaat, sebagaimana
kebiasaan. Seandainya ia shalat dengan empat rakaat dengan satu
salam, maka shalatnya tidak sah. Hal ini telah dikatakan oleh al-Qâdhi Husain
dalam fatwanya, dengan alasan hal demikian menyalahi aturan yang telah disyariatkan.”
(Al-Nawawi, Majmu’ Syarh al-Muhazzab,
Maktabah al-Irsyad, Jeddah, , Juz. III, Hal. 526)
2. IMAM AL-RAMLI MENGATAKAN
:
وَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ إنْ كَانَ عَامِدًا
عَالِمًا وَإِلَّا صَارَتْ نَفْلًا مُطْلَقًا لِأَنَّهُ خِلَافُ الْمَشْرُوعِ
بخلاف سنة الظهر والعصر كما افتى به المصنف وفرق بينهما بان التراويح اشبهت
ِالفَرائضِ كما مر فَلَا تَغَيُّرَ عَمَّا وَرَدَ
“Seandainya seseorang
shalat Tarawih dengan empat rakaat satu salam, jika ia sengaja dan mengetahui
maka shalatnya tidak sah. Kalau tidak demikian maka shalat itu menjadi shalat
sunnah mutlaq, karena menyalahi aturan yang disyariatkan. Ini berbeda dengan
shalat sunnah Dhuhur dan ‘Ashar sebagaimana telah difatwa oleh pengarang
(al-Nawawi). Dibedakan antara keduanya sebab Tarawih menyerupai shalat fardhu
sebagaimana penjelasan terdahulu, karena itu tidak boleh diubah dari keterangan
syara’”
(Imam al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, (dicetak
bersama Hasyiah Syibranmalasi ‘ala Nihayah al-Muhtaj) Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
Beirut, Juz. II, Hal. 127-128)
3. IBN HAJAR AL-HAYTAMI MENGATAKAN :
وَيَجِبُ فِيْهَا
أَنْ تَكُوْنَ مَثْنَى بِأَنْ يُسَلِّمَ مِنْ كُلِّ
رَكْعَتَيْنِ , فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ لِشِبْهِهَا
بِاْلفَرْضِ فِي طَلَبِ الْجَمَاعَةِ فَلاَ تُغَيَّرُ عَمَّا وَرَدَ
بِخِلاَفِ نَحْوِ سُنَّةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ .
“Wajib dalam
pelaksanaan shalat Tarawih dua-dua, disalam dua rakaat-dua rakaat. Bila
seseorang mengerjakan empat rakaat dengan satu salam, maka shalatnya tidak sah
karena shalat Tarawih menyerupai shalat fardhu dalam menuntut berjamaah, maka
jangan dirubah keterangan sesuatu yang telah warid (datang). Lain halnya dengan
shalat sunah Zuhur dan Ashar atas qaul mu’tamad.”
(Ibnu Hajar al-Haitami, Fathul Jawad, Dar
al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. I, Hal. 247)
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar